Makna Universal Pesan Kenabian: Telaah QS An-Nahl Ayat 36

Simbol Pesan Ilahi Universal

Representasi pesan yang diutus dari pusat ke segala penjuru.

Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, memuat berbagai pilar ajaran, salah satunya adalah konsep kerasulan. Setiap rasul yang diutus Allah memiliki misi fundamental yang sama, meskipun konteks geografis dan waktu mereka berbeda. Hal ini ditegaskan secara eksplisit dalam Surat An-Nahl (Lebah) ayat ke-36.

وَ لَقَدۡ بَعَثۡنَا فِىۡ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوۡلًا اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰهَ وَ اجۡتَنِبُوا الطَّاغُوۡتَ​ ۚ فَمِنۡهُمۡ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ الضَّلٰلَةُ ۚ فَسِيۡرُوا فِى الۡاَرۡضِ فَانْظُرُوۡا كَيۡفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيۡنَ "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat, (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.' Maka di antara umat-mu ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada (pula) yang ditetapkan kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul itu)." (QS. An-Nahl: 36)

Kesamaan Misi Kenabian

Ayat 36 Surah An-Nahl ini merupakan penegasan kosmis mengenai pola dakwah ilahiyah sepanjang sejarah manusia. Allah tidak pernah membiarkan satu umat pun tanpa bimbingan. Inti dari misi setiap rasul, mulai dari Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, hingga Nabi Muhammad ﷺ, terangkum dalam dua perintah utama: 'Ibadah (menyembah Allah semata) dan Tarku Taghut (menjauhi segala bentuk penyembahan selain Allah).

Konsep 'Tagut' sangatlah luas. Ia mencakup segala sesuatu yang diagungkan, ditaati, atau disembah melebihi batas ketaatan mutlak kepada Allah SWT. Ini bisa berupa berhala, hawa nafsu, pemimpin zalim, atau bahkan ideologi yang menempatkan diri di posisi ilahi. Dengan demikian, pesan An-Nahl 16:36 ini bersifat universal, mengikat semua lini masa dan ruang.

Dinamika Respons Umat

Ayat tersebut tidak berhenti pada penetapan misi, tetapi juga menggambarkan realitas penerimaan pesan tersebut. Ayat ini menyatakan, "Maka di antara umat-mu ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada (pula) yang ditetapkan kesesatan baginya." Ini menekankan aspek kehendak bebas (ikhtiyar) manusia dalam memilih jalan hidup, meskipun pada akhirnya hidayah sejati datang dari Allah. Tidak semua rasul disambut baik; penolakan adalah keniscayaan yang pernah dialami oleh setiap pembawa risalah.

Bagi mereka yang menolak dan memilih kesesatan, Allah memberikan konsekuensi logis dari pilihan mereka. Hal ini bukan berarti Allah menzalimi, melainkan karena mereka telah menutup pintu hati mereka sendiri dari cahaya kebenaran yang dibawa rasul.

Perintah Untuk Merenung dan Berjalan

Bagian akhir ayat ini memberikan perintah penting: "Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul itu)." Ini adalah perintah eksplisit untuk melakukan perjalanan dan observasi sejarah. Bagi generasi penerus, terutama bagi mereka yang menyaksikan penolakan terhadap kebenaran, sejarah menjadi guru yang paling nyata.

Melakukan perjalanan (baik fisik maupun intelektual) untuk meneliti reruntuhan peradaban masa lalu—seperti kaum 'Ad, Tsamud, atau Fir'aun—adalah cara Allah mengajarkan pelajaran tentang konsekuensi mendustakan ayat-ayat-Nya. Kesudahan mereka selalu berakhir dengan kehancuran dan kerugian total, sebuah peringatan keras bagi siapa pun yang berani menentang tuntunan Ilahi.

Relevansi Kontemporer

Dalam konteks modern, pesan QS An-Nahl 16:36 tetap relevan. Di tengah arus globalisasi dan materialisme yang sering kali mendorong penyembahan terhadap 'tagut' baru—seperti kekayaan, status sosial, atau konsumerisme tanpa batas—ayat ini berfungsi sebagai kompas moral. Ia mengingatkan bahwa fondasi kehidupan yang kokoh harus dibangun di atas tauhid murni. Setiap individu, meskipun hidup di era teknologi canggih, tetap dihadapkan pada pilihan fundamental yang sama seperti umat-umat terdahulu: memilih antara ketaatan pada Sang Pencipta atau mengikuti godaan penyesat.

Memahami ayat ini berarti menerima tanggung jawab untuk tidak hanya beribadah, tetapi juga menjadi agen kebenaran yang berani menyerukan tauhid dan menolak segala bentuk penindasan atau penyimpangan akidah, sambil selalu mengingat bahwa hasil akhir dari pilihan tersebut telah dicatat dalam sejarah.

🏠 Homepage