Antibiotik untuk Radang Tenggorokan: Panduan Lengkap Pengobatan dan Kewaspadaan

I. Pendahuluan: Memahami Radang Tenggorokan (Faringitis)

Radang tenggorokan, atau faringitis, adalah kondisi umum yang ditandai dengan rasa sakit, gatal, atau iritasi pada tenggorokan, seringkali menyebabkan kesulitan menelan. Meskipun keluhan ini terasa mengganggu, mayoritas kasus radang tenggorokan sebenarnya merupakan penyakit swasembuh (self-limiting) yang disebabkan oleh infeksi virus, bukan bakteri.

Poin Kunci: Keputusan menggunakan antibiotik harus didasarkan pada identifikasi penyebab yang tepat. Penggunaan yang tidak perlu berpotensi memicu resistensi antibiotik, salah satu ancaman kesehatan publik terbesar di dunia.

Artikel ini akan mengupas tuntas kapan antibiotik benar-benar dibutuhkan, jenis-jenisnya, mekanisme kerjanya, serta panduan diagnosis klinis yang digunakan oleh profesional kesehatan untuk membedakan infeksi virus dari infeksi bakteri, khususnya yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes (Streptokokus Grup A Beta-Hemolitik atau GABHS), satu-satunya penyebab radang tenggorokan yang memerlukan intervensi antibiotik secara wajib untuk mencegah komplikasi serius.

II. Etiologi Radang Tenggorokan: Mengapa Identifikasi Penyebab Sangat Penting?

Identifikasi etiologi, atau penyebab penyakit, adalah langkah fundamental dalam menentukan terapi. Antibiotik hanya efektif melawan bakteri, jamur, atau parasit, tetapi sama sekali tidak memiliki kemampuan melawan virus. Oleh karena itu, jika radang tenggorokan disebabkan oleh virus, pemberian antibiotik tidak hanya sia-sia, tetapi juga merugikan.

Penyebab Viral (Mayoritas Kasus: 70–85%)

Sebagian besar radang tenggorokan disebabkan oleh virus. Infeksi ini cenderung memiliki gejala yang lebih ringan dan disertai gejala pernapasan atas lainnya. Beberapa virus penyebab utama meliputi:

  1. Rhinovirus dan Coronavirus: Penyebab utama flu biasa. Gejala biasanya meliputi hidung meler, batuk, dan mata berair.
  2. Adenovirus: Dapat menyebabkan faringitis, konjungtivitis (mata merah), dan demam.
  3. Influenza (Flu): Menyebabkan gejala yang lebih berat, nyeri otot, dan demam tinggi, disertai sakit tenggorokan.
  4. Epstein-Barr Virus (EBV): Penyebab Mononukleosis Infeksiosa. Radang tenggorokan akibat EBV seringkali sangat parah, disertai pembengkakan kelenjar getah bening yang masif, dan kelelahan ekstrem. Pemberian Amoksisilin pada kasus EBV dapat memicu ruam kulit yang parah (non-alergi).
  5. Herpes Simplex Virus (HSV) dan Coxsackievirus (Hand, Foot, and Mouth Disease).

Penyebab Bakteri (Minoritas Kasus: 15–30%)

Di antara semua bakteri, Streptococcus pyogenes (GABHS) adalah yang paling penting secara klinis. Infeksi bakteri ini (dikenal sebagai strep throat) harus diobati dengan antibiotik, bukan karena gejala akutnya yang parah, tetapi karena risikonya memicu komplikasi non-supuratif yang fatal.

Radang Tenggorokan dengan Pembengkakan Amandel B B

Gambar 1: Visualisasi infeksi pada amandel (Tonsilitis/Faringitis).

III. Pendekatan Diagnosis Klinis: Kapan Tes Diperlukan?

Karena GABHS (Streptokokus) hanya bertanggung jawab atas sebagian kecil kasus, klinisi menggunakan sistem skoring untuk memperkirakan probabilitas infeksi bakteri sebelum memutuskan pengujian atau terapi empiris. Dua sistem yang paling umum digunakan adalah Kriteria Centor yang dimodifikasi (atau skor McIsaac).

A. Kriteria Centor/McIsaac yang Dimodifikasi

Kriteria ini memberikan poin untuk gejala klinis tertentu. Total skor menentukan probabilitas infeksi GABHS dan panduan untuk tindakan selanjutnya:

Gejala Klinis Poin
Eksudat amandel (lapisan nanah/putih) 1
Pembengkakan kelenjar getah bening servikal anterior yang nyeri (Limfadenopati) 1
Tidak ada batuk 1
Riwayat demam (atau suhu > 38°C) 1
Usia (3–14 tahun) 1
Usia (15–45 tahun) 0
Usia (> 45 tahun) -1

B. Interpretasi Skor dan Protokol Pengujian

  1. Skor 0 atau 1 (Probabilitas GABHS Rendah, < 10%): Terapi antibiotik tidak diindikasikan. Tidak diperlukan pengujian. Gejala kemungkinan besar viral.
  2. Skor 2 atau 3 (Probabilitas Sedang, 10–50%): Pengujian sangat dianjurkan. Lakukan Rapid Strep Antigen Detection Test (RADT) atau kultur tenggorokan. Antibiotik diberikan hanya jika hasil tes positif.
  3. Skor 4 atau Lebih (Probabilitas Tinggi, > 50%): Terapi antibiotik empiris dapat dipertimbangkan, atau pengujian (RADT) segera diikuti oleh terapi jika positif. Dalam lingkungan klinis tertentu, jika pengujian tidak tersedia atau probabilitas sangat tinggi, dokter mungkin langsung memberikan antibiotik.

C. Metode Diagnostik Laboratorium

IV. Indikasi Mutlak Pemberian Antibiotik

Tujuan utama pemberian antibiotik untuk GABHS bukan hanya untuk meredakan gejala (yang biasanya akan hilang dalam beberapa hari bahkan tanpa pengobatan), tetapi yang paling krusial adalah untuk mencegah komplikasi non-supuratif yang serius dan potensial mengancam jiwa:

A. Mencegah Demam Rematik Akut (DRA)

DRA adalah respons autoimun tertunda terhadap infeksi GABHS yang tidak diobati. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada katup jantung (Karditis Reumatik). Antibiotik harus dimulai dalam waktu 9 hari sejak onset gejala untuk sepenuhnya mencegah DRA.

B. Mencegah Glomerulonefritis Pasca-Streptokokus (GNPS)

Meskipun peran antibiotik dalam mencegah GNPS kurang jelas dibandingkan DRA, pengobatan tetap membantu mengurangi penyebaran strain nefrogenik.

C. Mempercepat Resolusi Gejala dan Mencegah Penyebaran

Pengobatan dapat memperpendek durasi gejala (biasanya 1–2 hari) dan mencegah penularan bakteri ke orang lain di lingkungan sekolah atau rumah.

VIRUS Tidak perlu antibiotik BAKTERI Antibiotik diperlukan

Gambar 2: Perbedaan antara Infeksi Viral dan Bakteri dalam konteks kebutuhan antibiotik.

V. Pilihan Antibiotik untuk Streptokokus (GABHS)

Pilihan obat utama untuk pengobatan GABHS adalah Penicillin, yang sudah terbukti sangat efektif, murah, dan—yang terpenting—hingga saat ini, Streptococcus pyogenes belum menunjukkan resistensi signifikan terhadap Penicillin.

A. Terapi Lini Pertama (Pilihan Utama)

1. Penicillin V Potassium (Fenoksimetilpenisilin)

Penicillin V adalah pilihan obat oral utama di banyak negara karena efektivitasnya yang tinggi dan spektrum sempit (target spesifik GABHS), sehingga meminimalkan gangguan pada mikrobiota normal tubuh dan mengurangi risiko resistensi terhadap bakteri lain.

2. Amoxicillin

Amoxicillin sering digunakan sebagai alternatif yang mudah karena memiliki rasa yang lebih enak (terutama untuk anak-anak) dan jadwal dosis yang lebih fleksibel (biasanya dua kali sehari dibandingkan tiga atau empat kali sehari untuk Penicillin V). Meskipun spektrumnya sedikit lebih luas, ini masih menjadi pilihan lini pertama yang dapat diterima.

3. Penicillin G Benzathine (Intramuskular)

Ini adalah opsi dosis tunggal yang diberikan melalui suntikan. Opsi ini digunakan dalam situasi di mana kepatuhan pasien terhadap pengobatan oral 10 hari diragukan (misalnya, pasien yang sulit dijangkau, atau pada populasi berisiko tinggi Demam Rematik).

B. Terapi Lini Kedua (Untuk Pasien Alergi Penicillin)

Alergi terhadap Penicillin adalah pertimbangan klinis yang penting. Pilihan antibiotik akan bergantung pada tingkat keparahan reaksi alergi (misalnya, ruam ringan vs. anafilaksis).

1. Untuk Alergi Non-Anafilaksis (Ringan)

Jika alergi Penicillin bersifat ringan (hanya ruam non-urtikaria), Cephalosporin dapat dipertimbangkan, asalkan tidak ada riwayat reaksi silang serius.

2. Untuk Alergi Anafilaksis (Serius)

Jika pasien mengalami reaksi alergi tipe I (anafilaksis) terhadap Penicillin, Beta-Laktam harus dihindari sama sekali. Macrolides menjadi pilihan utama.

Penting: Durasi Pengobatan (The 10-Day Rule)

Untuk eradikasi Streptokokus Grup A dan pencegahan Demam Rematik, durasi pengobatan 10 hari wajib dipatuhi untuk Penicillin, Amoxicillin, Cephalosporin, dan Clindamycin. Hanya Azithromycin yang dapat diberikan selama 5 hari karena waktu paruhnya yang sangat panjang.

VI. Ancaman Resistensi Antibiotik dan Kegagalan Terapi

Meskipun S. pyogenes secara historis tetap sensitif terhadap Penicillin, penggunaan antibiotik yang meluas—terutama pada kasus viral—telah meningkatkan resistensi pada bakteri lain yang mungkin menginfeksi tenggorokan, serta memperluas masalah resistensi secara global.

A. Mekanisme Kerja Beta-Laktam dan Kurangnya Resistensi GABHS

Penicillin sangat efektif melawan GABHS karena bakteri ini tidak memiliki enzim Beta-Laktamase yang mampu menonaktifkan cincin Beta-Laktam (seperti yang dimiliki oleh Staphylococcus aureus atau Haemophilus influenzae). Selama mekanisme dinding sel GABHS tetap rentan, Penicillin akan terus menjadi obat pilihan.

B. Resistensi terhadap Macrolides (Azithromycin)

Berbeda dengan Penicillin, tingkat resistensi GABHS terhadap Macrolides (Azithromycin, Erythromycin) bervariasi signifikan antar wilayah. Mekanisme resistensi utama melibatkan perubahan target ribosom (mekanisme ermB) yang mencegah Macrolides berikatan dan menghambat sintesis protein bakteri.

Jika pasien gagal dalam terapi Macrolides, Clindamycin sering menjadi pilihan karena mekanisme kerjanya berbeda, dan resistensi silang antara Macrolides dan Clindamycin tidak selalu terjadi.

C. Fenomena Kegagalan Pengobatan Klinis

Terkadang, antibiotik gagal membersihkan infeksi GABHS meskipun bakteri tersebut sensitif. Kegagalan terapi ini seringkali disebabkan oleh:

  1. Ketidakpatuhan (Non-Adherence): Pasien berhenti minum obat setelah 3–4 hari karena gejala membaik. Ini meninggalkan sisa bakteri yang dapat menyebabkan kekambuhan atau komplikasi.
  2. Bakteri Ko-Patogen (The Role of Beta-Lactamase-Producing Organisms): Beberapa bakteri di orofaring (seperti S. aureus atau H. influenzae) menghasilkan Beta-Laktamase. Meskipun GABHS sensitif, enzim ini dapat melindungi GABHS secara fisik dengan menghancurkan Penicillin sebelum mencapai bakteri target. Dalam kasus ini, Amoxicillin-Klavulanat (Augmentin) atau Clindamycin mungkin diperlukan.
  3. Pembawa Kronis (Carriers): Individu yang membawa GABHS tanpa gejala aktif. Umumnya tidak perlu diobati, kecuali jika mereka kontak dekat dengan orang yang berisiko tinggi Demam Rematik.
Obat Sensitif Obat Resisten Enzim

Gambar 3: Mekanisme dasar resistensi antibiotik terhadap bakteri target.

VII. Farmakologi Mendalam Pilihan Antibiotik

Pemahaman mendalam tentang farmakologi membantu klinisi dalam memilih obat yang tepat, meminimalkan efek samping, dan memastikan eradikasi patogen. Kita akan membahas detail tiga kelas utama yang digunakan untuk GABHS.

A. Penisilin dan Beta-Laktam Lainnya

Kelas Beta-Laktam adalah keluarga antibiotik yang berbagi struktur kimia inti, yaitu cincin beta-laktam. Mereka adalah bakterisidal (membunuh bakteri) dengan mengganggu pembentukan ikatan silang dalam struktur peptidoglikan dinding sel bakteri.

1. Amoksisilin

2. Sefaleksin (Cephalexin)

Sefaleksin adalah sefalosporin generasi pertama. Generasi ini dikenal karena aktivitas yang kuat melawan kokus Gram-positif, termasuk GABHS.

B. Makrolida (Azithromycin)

Makrolida bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan) pada dosis rendah, dan bakterisidal pada dosis tinggi. Mereka bekerja dengan mengikat sub-unit ribosom 50S bakteri, sehingga menghambat sintesis protein.

1. Azithromycin (Zithromax)

C. Linkosamida (Clindamycin)

Clindamycin adalah antibiotik yang kuat, biasanya dicadangkan untuk kasus kegagalan terapi atau jika resistensi Macrolides dicurigai tinggi, atau jika infeksi GABHS melibatkan jaringan dalam (misalnya, abses peritonsillar).

VIII. Pertimbangan pada Populasi Khusus

Pendekatan pengobatan radang tenggorokan memerlukan penyesuaian pada kelompok pasien tertentu, terutama mereka yang rentan atau memiliki kondisi fisiologis yang unik.

A. Anak-anak dan Remaja

Anak-anak adalah kelompok dengan insidensi GABHS tertinggi dan risiko tertinggi Demam Rematik. Kepatuhan 10 hari adalah keharusan mutlak. Jika kepatuhan diragukan, suntikan Benzathine Penicillin G menjadi pertimbangan kuat.

B. Wanita Hamil

Infeksi GABHS pada wanita hamil harus diobati, terutama untuk mencegah penyakit serius, meskipun risiko transmisi ke janin sangat rendah.

C. Pasien Imunosupresi

Pasien dengan gangguan kekebalan (HIV/AIDS, transplantasi, kemoterapi) mungkin mengalami infeksi yang lebih parah atau membutuhkan durasi terapi yang lebih lama. Pendekatan harus lebih agresif, dan dokter mungkin memilih antibiotik yang lebih spektrum luas jika etiologi lain (selain GABHS) dicurigai.

Dalam kasus ini, diagnostik lengkap (termasuk kultur) menjadi lebih vital sebelum memulai terapi, untuk memastikan cakupan patogen yang tepat.

IX. Perawatan Simptomatik dan Penunjang (Non-Antibiotik)

Mengingat sebagian besar kasus adalah viral, manajemen utama adalah meredakan gejala (perawatan suportif). Bahkan ketika antibiotik diperlukan untuk GABHS, perawatan simptomatik sangat penting untuk kenyamanan pasien.

A. Pereda Nyeri dan Demam

B. Perawatan Lokal

C. Hidrasi dan Istirahat

Menjaga hidrasi sangat penting, terutama jika demam tinggi atau sulit menelan. Konsumsi cairan hangat (teh dengan madu) dapat menenangkan tenggorokan.

X. Komplikasi Supuratif dan Indikasi Antibiotik Lanjutan

Selain mencegah Demam Rematik, antibiotik juga diperlukan untuk mencegah komplikasi supuratif (bernanah) yang dapat menyebar secara lokal di sekitar tenggorokan.

A. Abses Peritonsillar (Quinsy)

Ini adalah komplikasi yang paling umum, berupa kumpulan nanah di antara amandel dan otot faring. Gejalanya termasuk nyeri tenggorokan unilateral yang sangat parah, kesulitan membuka mulut (trismus), dan suara yang teredam (hot potato voice).

B. Selulitis dan Abses Retropharyngeal

Infeksi jaringan lunak di ruang belakang tenggorokan. Ini adalah kondisi serius yang berpotensi mengancam jalan napas dan memerlukan rawat inap dan antibiotik intravena spektrum luas. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak.

C. Mastoiditis dan Otitis Media (Infeksi Telinga)

Infeksi bakteri di tenggorokan dapat menyebar melalui tuba eustachius ke telinga tengah, menyebabkan otitis media akut, yang juga memerlukan pengobatan antibiotik (seringkali Amoxicillin dosis tinggi).

XI. Pencegahan dan Strategi Penggunaan Antibiotik Rasional

Dalam menghadapi ancaman resistensi, dokter dan pasien memiliki tanggung jawab kolektif untuk memastikan antibiotik digunakan secara bijaksana.

A. Pendidikan Pasien

Pasien harus dididik bahwa nyeri tenggorokan yang disertai batuk, hidung meler, dan suara serak hampir pasti viral dan tidak memerlukan antibiotik. Permintaan antibiotik yang berlebihan harus ditolak oleh klinisi jika tidak ada indikasi GABHS yang jelas.

B. Penggunaan Uji Cepat yang Diperluas

Meningkatkan aksesibilitas dan penggunaan RADT di klinik membantu memastikan bahwa antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang benar-benar positif Strep, membatasi terapi empiris yang tidak perlu.

C. Pengurangan Risiko Penularan

Seseorang yang memulai terapi antibiotik untuk GABHS tidak lagi menular setelah 24 jam pertama. Penting untuk menjaga kebersihan tangan, menghindari berbagi peralatan makan, dan tetap di rumah selama periode menular awal.

D. Farmakoterapi Lini Pertama yang Tepat

Selalu memilih antibiotik spektrum sempit (Penicillin V atau Amoxicillin) sebagai lini pertama. Penggunaan antibiotik spektrum luas (seperti Azithromycin atau kombinasi) harus dicadangkan untuk kasus alergi serius, kegagalan terapi, atau infeksi ko-patogen yang dikonfirmasi.

XII. Risiko dan Efek Samping Jangka Panjang Antibiotik

Penggunaan antibiotik, meskipun diperlukan, membawa risiko yang melebihi sekadar reaksi alergi akut. Risiko ini berkaitan dengan dampak pada mikrobiota tubuh.

A. Disbiosis Mikrobiota

Antibiotik spektrum luas tidak hanya membunuh patogen target, tetapi juga bakteri "baik" dalam usus, kulit, dan saluran pernapasan. Gangguan keseimbangan mikrobiota (disbiosis) ini dapat menyebabkan:

B. Reaksi Hipersensitivitas Lanjutan

Meskipun alergi akut (anafilaksis) adalah yang paling ditakuti, reaksi alergi obat yang tertunda (non-anafilaksis) seperti ruam makulopapular juga umum, terutama dengan Amoxicillin.

XIII. Tantangan dalam Manajemen GABHS

Manajemen faringitis streptokokus dihadapkan pada beberapa tantangan klinis, terutama dalam membedakan infeksi akut dari status pembawa kronis.

A. Pembawa GABHS Asimtomatik

Sebanyak 5–15% anak usia sekolah dapat menjadi pembawa GABHS tanpa gejala aktif. Mereka memiliki Strep di tenggorokan, tetapi tidak sakit, dan risiko penularan serta komplikasi (DRA) dari pembawa sangat rendah.

B. Strep yang Sering Kambuh (Recurrent Strep Pharyngitis)

Beberapa pasien mengalami infeksi GABHS berulang dalam waktu singkat. Ini dapat disebabkan oleh:

  1. Kegagalan eradikasi dari terapi sebelumnya (sering karena non-adherence).
  2. Reinfeksi dari lingkungan atau anggota keluarga.
  3. Kehadiran bakteri ko-patogen penghasil Beta-Laktamase yang melindungi GABHS.

Dalam kasus kambuh yang didokumentasikan, protokol pengobatan beralih dari Penicillin ke agen yang lebih kuat seperti Amoxicillin/Klavulanat atau Clindamycin untuk mengatasi potensi bakteri ko-patogen yang menghasilkan Beta-Laktamase.

XIV. Kesimpulan dan Peringatan Utama

Radang tenggorokan adalah penyakit yang sangat umum, dan meskipun sangat mengganggu, mayoritas besar kasus bersifat viral dan hanya memerlukan perawatan suportif.

Antibiotik, khususnya Penicillin atau Amoxicillin, adalah intervensi yang sangat spesifik dan kuat, dicadangkan hampir secara eksklusif untuk infeksi yang dikonfirmasi disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Tujuan utama terapi ini adalah pencegahan komplikasi serius seperti Demam Rematik Akut.

Keputusan untuk memulai antibiotik tidak boleh dilakukan tanpa dasar klinis yang kuat, idealnya didukung oleh skor klinis yang tinggi (Centor/McIsaac) dan konfirmasi laboratorium (RADT atau Kultur). Kepatuhan terhadap seluruh durasi pengobatan (terutama 10 hari) sangat penting untuk memastikan eradikasi total bakteri dan melindungi pasien dari konsekuensi jangka panjang yang merusak.

Peringatan Penting

Jangan pernah mengonsumsi antibiotik sisa atau berdasarkan diagnosis diri sendiri. Selalu konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk diagnosis yang tepat dan resep yang sesuai. Jika Anda diresepkan antibiotik, pastikan untuk menghabiskan seluruh dosis, bahkan jika gejala telah hilang, untuk mencegah kekambuhan dan meminimalkan risiko resistensi.

XV. Detil Farmakokinetik dan Farmakodinamik (PK/PD)

Untuk memastikan efikasi terapeutik, dokter mempertimbangkan hubungan antara konsentrasi obat dalam tubuh (Farmakokinetik) dan efeknya pada bakteri (Farmakodinamik). Untuk antibiotik, hubungan PK/PD ini menentukan jadwal dosis dan durasi.

A. PK/PD Beta-Laktam (Penicillin, Amoxicillin, Cephalexin)

Beta-Laktam adalah antibiotik yang bergantung pada waktu (Time-Dependent Killing). Artinya, efektivitasnya paling baik diukur oleh persentase waktu di mana konsentrasi obat bebas berada di atas Minimum Inhibitory Concentration (MIC) bakteri (dikenal sebagai %T > MIC). Untuk GABHS, idealnya konsentrasi Penicillin harus melebihi MIC setidaknya 50% dari interval dosis.

B. PK/PD Makrolida (Azithromycin)

Makrolida adalah antibiotik yang bergantung pada konsentrasi dan juga memiliki efek pasca-antibiotik yang signifikan (Post-Antibiotic Effect/PAE). Efektivitasnya paling baik dikorelasikan dengan rasio AUC (Area Under the Curve, total paparan obat) terhadap MIC (AUC/MIC).

C. Pentingnya Konsentrasi Jaringan

Infeksi GABHS terjadi di jaringan tonsil/faring. Obat harus dapat menembus dan mencapai konsentrasi yang memadai di lokasi infeksi. Penicillin, Amoxicillin, dan Macrolides semuanya menunjukkan penetrasi jaringan yang baik ke dalam mukosa dan amandel, mendukung penggunaan mereka sebagai pilihan lini pertama.

XVI. Interaksi Obat yang Perlu Diperhatikan

Meskipun Penicillin dan Amoxicillin memiliki profil interaksi obat yang relatif bersih, beberapa antibiotik lini kedua memiliki interaksi yang signifikan, terutama bagi pasien yang menjalani terapi kronis lainnya.

A. Interaksi Macrolides

Erythromycin dan, pada tingkat lebih rendah, Clarithromycin, adalah penghambat kuat enzim sitokrom P450 (CYP3A4) hati. Penghambatan ini dapat meningkatkan kadar obat lain secara drastis dalam darah, termasuk:

Azithromycin memiliki interaksi CYP3A4 yang jauh lebih sedikit, menjadikannya Macrolide yang lebih aman bagi pasien dengan polifarmasi (banyak obat).

B. Interaksi Clindamycin

Clindamycin dapat memperkuat efek penghambat neuromuskuler, sehingga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang menerima anestesi atau obat relaksan otot.

XVII. Pencegahan Sekunder Demam Rematik Akut (DRA)

Bagi individu yang sudah didiagnosis dengan DRA, protokol pengobatan berubah menjadi pencegahan sekunder. Pengobatan DRA sekunder adalah salah satu penggunaan antibiotik profilaksis jangka panjang yang paling jelas dan penting dalam kedokteran.

A. Tujuan Profilaksis Sekunder

Tujuannya adalah untuk mencegah episode GABHS berulang, yang dapat memicu episode DRA berikutnya dan memperburuk kerusakan katup jantung.

B. Regimen Standar Profilaksis

Pilihan utama adalah suntikan Benzathine Penicillin G intramuskular setiap 3 atau 4 minggu. Ini memastikan konsentrasi antibiotik yang stabil dan berkelanjutan, mengatasi masalah kepatuhan harian.

Alternatif oral meliputi Penicillin V atau Sulfadiazin, tetapi Benzathine Penicillin G lebih disukai karena efektivitasnya yang tidak diragukan.

C. Durasi Profilaksis

Durasi profilaksis sangat bergantung pada tingkat keparahan manifestasi awal DRA:

  1. DRA tanpa Karditis: 5 tahun atau sampai usia 21 tahun (mana yang lebih lama).
  2. DRA dengan Karditis tanpa Sisa Penyakit Jantung: 10 tahun atau sampai usia 21 tahun (mana yang lebih lama).
  3. DRA dengan Karditis dan Penyakit Katup Jantung Permanen: Profilaksis seumur hidup (minimal 10 tahun atau sampai usia 40 tahun, seringkali seumur hidup).

Keputusan durasi ini menyoroti pentingnya diagnosis dan pengobatan GABHS yang akurat sejak dini untuk menghindari komplikasi seumur hidup yang memerlukan intervensi antibiotik berkelanjutan.

XVIII. Keterbatasan Alat Diagnostik

Meskipun RADT adalah alat yang berharga, penting untuk memahami keterbatasannya, terutama dalam manajemen populasi anak.

A. Keterbatasan Sensitivitas RADT

Rapid Strep Test (RADT) memiliki spesifisitas yang sangat tinggi (jika positif, hampir pasti Strep), tetapi sensitivitasnya bervariasi (sekitar 70–90%). Sensitivitas yang lebih rendah ini berarti bahwa hasil negatif tidak selalu mengesampingkan Strep, terutama pada anak-anak.

B. Tidak Perlu Konfirmasi pada Orang Dewasa

Pada orang dewasa, risiko DRA sangat kecil. Oleh karena itu, jika RADT negatif pada orang dewasa, kultur lanjutan umumnya tidak diperlukan, dan terapi antibiotik dihentikan.

Strategi pengujian yang berbeda berdasarkan usia ini adalah manifestasi langsung dari upaya menyeimbangkan pencegahan komplikasi yang jarang (DRA) dengan meminimalkan penggunaan antibiotik yang tidak perlu pada kasus viral.

XIX. Peran Antibiotik dan Tonsilektomi

Tonsilektomi (pengangkatan amandel) adalah prosedur yang diindikasikan untuk kasus radang tenggorokan berulang yang sangat sering atau komplikasi serius (seperti abses peritonsillar berulang atau sumbatan jalan napas saat tidur).

A. Kriteria Tonsilektomi untuk GABHS Berulang

Pedoman merekomendasikan tonsilektomi jika pasien mengalami:

  1. Tujuh episode faringitis dalam satu tahun terakhir.
  2. Lima episode per tahun dalam dua tahun terakhir.
  3. Tiga episode per tahun dalam tiga tahun terakhir.

Semua episode harus didokumentasikan sebagai Strep positif melalui kultur atau RADT. Jika episode tersebut murni viral, tonsilektomi mungkin tidak banyak membantu.

B. Antibiotik Perioperatif

Pasien yang menjalani tonsilektomi sering menerima antibiotik profilaksis singkat (sebelum atau selama operasi) untuk mencegah infeksi luka pasca-operasi. Pilihan antibiotik ini biasanya berbeda dari pengobatan Strep akut (misalnya, Clindamycin atau Cephalosporin), karena mereka menargetkan flora campuran yang ditemukan di amandel yang mungkin termasuk bakteri anaerobik.

XX. Peran Klinisi dalam Penggunaan Antibiotik Terprogram (Stewardship)

Stewardship antibiotik (penggunaan antibiotik yang terprogram) adalah program terstruktur yang bertujuan meningkatkan penggunaan antibiotik yang tepat dan bertanggung jawab, hal ini krusial dalam konteks faringitis.

A. Pengurangan Preskripsi yang Tidak Tepat

Faringitis adalah salah satu kondisi yang paling sering menjadi sasaran preskripsi antibiotik yang tidak tepat. Klinisi didorong untuk mengikuti pedoman berbasis bukti (Centor/McIsaac) dan menahan diri dari pemberian resep 'hanya untuk berjaga-jaga' atau untuk memuaskan tuntutan pasien.

B. Pemilihan Dosis yang Tepat

Memastikan dosis yang optimal (terutama dosis tinggi Amoxicillin untuk kasus berulang atau dosis yang disesuaikan berat badan untuk anak-anak) adalah komponen kunci dari stewardship untuk memaksimalkan efikasi dan meminimalkan kegagalan terapi, yang pada akhirnya mengurangi kebutuhan akan agen lini kedua yang lebih spektrum luas.

XXI. Ringkasan Rekomendasi Pengobatan GABHS

Tabel berikut merangkum pilihan pengobatan antibiotik utama dan pertimbangan penting berdasarkan status alergi:

Status Pasien Antibiotik Pilihan Pertama Dosis Standar & Durasi Peringatan Utama
Non-Alergi Penicillin (Pilihan Emas) Penicillin V / Amoxicillin 10 hari penuh (Oral) Pastikan kepatuhan dosis penuh (10 hari).
Masalah Kepatuhan / Berisiko DRA Tinggi Penicillin G Benzathine Dosis tunggal (IM) Mencegah kegagalan karena dosis terlewat.
Alergi Penicillin (Non-Anafilaksis Ringan) Cephalexin / Cefadroxil 10 hari penuh (Oral) Risiko reaksi silang minimal.
Alergi Penicillin (Anafilaksis Serius) Azithromycin 5 hari (Oral) Perhatikan risiko resistensi Macrolide di area setempat.
Kegagalan Terapi / Recurrent Strep Clindamycin / Amoxicillin-Klavulanat 10 hari penuh (Oral) Clindamycin meningkatkan risiko CDI; digunakan untuk mengatasi organisme penghasil Beta-Laktamase.
🏠 Homepage