Jembatan Ampera, yang menjulang megah di atas Sungai Musi, bukan sekadar infrastruktur penghubung dua sisi Kota Palembang, Sumatera Selatan. Ia adalah simbol kebanggaan, cerminan kemajuan, dan saksi bisu perjalanan sejarah kota tertua kedua di Indonesia ini. Keberadaannya yang ikonik menjadikannya destinasi wisata utama dan lanskap yang tak terpisahkan dari identitas Palembang. Namun, bagaimana sebenarnya asal mula jembatan kebanggaan warga Sumsel ini?
Sebelum Jembatan Ampera berdiri kokoh, masyarakat Palembang mengandalkan transportasi air melalui Sungai Musi yang membelah kota menjadi dua bagian, yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Meskipun telah ada beberapa jembatan kayu sederhana sebelumnya, kebutuhan akan jembatan permanen yang mampu menampung lalu lintas modern semakin mendesak, terutama untuk mendukung mobilitas ekonomi dan sosial masyarakat. Sungai Musi yang lebar dan sering dilalui kapal besar menjadi tantangan utama dalam perencanaan konstruksi.
Ide pembangunan jembatan penyeberangan permanen mulai digagas secara serius pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Beliau memiliki visi besar untuk memajukan infrastruktur di berbagai daerah, termasuk di Palembang. Jembatan ini dirancang untuk menjadi ikon modernisasi sekaligus penghubung vital di jantung kota. Karena kompleksitas teknis yang tinggi, khususnya untuk mengakomodasi kapal-kapal besar yang melintasi Sungai Musi, diputuskan bahwa jembatan ini harus memiliki mekanisme yang dapat membuka—sebuah konsep jembatan angkat (bascule bridge) yang kala itu terbilang sangat maju.
Perencanaan pembangunan Jembatan Ampera melibatkan perancangan yang matang dan studi kelayakan yang mendalam. Nama proyek ini sendiri, Ampera, merupakan singkatan dari "Amanat Penderitaan Rakyat," sebuah nama yang sarat makna historis dan perjuangan. Dana pembangunan jembatan ini sebagian besar berasal dari reparasi perang yang dibayarkan oleh Jepang kepada Indonesia.
Pembangunan fisik dilakukan melalui kerja sama dengan beberapa perusahaan asing, menunjukkan skala proyek ini yang merupakan proyek nasional yang penting. Setelah melalui proses tender dan persiapan yang panjang, konstruksi fisik dimulai. Tantangan terbesar adalah membangun dua menara kembar yang sangat tinggi—masing-masing mencapai 79,5 meter di atas permukaan laut—serta mekanisme hidrolik yang kompleks untuk mengangkat bentangan tengah jembatan.
Konstruksi Jembatan Ampera memakan waktu beberapa tahun. Desainnya mengadopsi model jembatan angkat seperti Tower Bridge di London, meskipun dengan mekanisme yang sedikit berbeda. Ketika bentangan tengahnya terangkat—sebuah pemandangan spektakuler—ruang gerak bagi kapal-kapal laut menuju pelabuhan di pedalaman terbuka lebar. Awalnya, jembatan ini dirancang dengan tiga pilar penyangga, namun seiring perkembangan teknologi dan untuk mengurangi hambatan lalu lintas air, desain akhirnya dimodifikasi menjadi dua menara utama saja, sehingga bentangan tengah dapat terangkat sepenuhnya.
Peresmian Jembatan Ampera menandai babak baru dalam sejarah Palembang. Ia langsung menjadi ikon visual kota, menggantikan peran perahu tambang tradisional yang sebelumnya mendominasi penyeberangan. Jembatan ini menghubungkan kawasan utama dan mempercepat laju perkembangan kota seiring dengan tumbuhnya industri di sekitarnya.
Meskipun mekanisme pengangkatan bentangan tengahnya kini jarang diaktifkan karena perkembangan lalu lintas darat yang padat dan kapal-kapal modern yang kini lebih tinggi, Jembatan Ampera tetap berfungsi sebagai jembatan jalan raya biasa. Fungsi historisnya sebagai jembatan angkat tetap dipertahankan sebagai warisan dan daya tarik utama.
Hingga kini, setiap kali lampu-lampu malam mulai menyala, Jembatan Ampera memancarkan pesona yang tiada tara. Ia menjadi latar belakang sempurna untuk berbagai acara budaya dan menjadi titik kumpul utama masyarakat Palembang. Asal mula pembangunan Ampera adalah bukti visi besar para pendahulu bangsa yang ingin meninggalkan warisan monumental yang melayani kebutuhan rakyat dari masa ke masa, menjadikannya lebih dari sekadar baja dan beton, melainkan denyut nadi Kota Palembang.