Atletik, sebagai fondasi olahraga modern, memuat serangkaian disiplin yang menguji batas kemampuan fisik dan teknis manusia. Di antara berbagai cabang yang ada, disiplin lompat (jumping events) menonjol sebagai perpaduan sempurna antara kekuatan eksplosif, kecepatan akselerasi, dan presisi biomekanik. Empat pilar utama dalam atletik lompat—Lompat Jauh, Lompat Jangkit (Triple Jump), Lompat Tinggi (High Jump), dan Lompat Galah (Pole Vault)—masing-masing menuntut spesialisasi unik, namun semuanya berakar pada prinsip fisika dasar: memanfaatkan kecepatan horizontal untuk mencapai proyeksi vertikal atau jarak maksimal.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluruh aspek dari empat disiplin tersebut. Mulai dari evolusi teknik yang mengubah rekor dunia, analisis mendalam tentang biomekanika di setiap fase, hingga strategi pelatihan yang diperlukan untuk mencapai performa elit. Memahami lompatan bukan hanya soal berlari kencang atau melompat tinggi; ini adalah ilmu terapan yang memerlukan koordinasi sempurna antara pikiran, otot, dan momentum.
1. Biomekanika Universal Lompatan: Fondasi Ilmu Proyeksi
Setiap cabang lompat, terlepas dari tujuannya (jarak atau ketinggian), tunduk pada hukum fisika yang mengatur gerakan proyektil. Keberhasilan lompatan ditentukan oleh tiga variabel kunci pada saat atlet meninggalkan tanah (momen lepas landas): kecepatan lepas landas, sudut lepas landas, dan ketinggian pusat massa (center of mass) saat lepas landas.
1.1. Kecepatan dan Sudut Lepas Landas (Takeoff Velocity and Angle)
Kecepatan lepas landas adalah hasil dari kecepatan horizontal yang dibawa dari ancang-ancang (run-up) dikombinasikan dengan dorongan vertikal yang dihasilkan oleh tolakan kaki. Dalam Lompat Jauh dan Lompat Jangkit, tujuannya adalah memaksimalkan kecepatan horizontal. Sudut idealnya berkisar antara 18 hingga 25 derajat, sebuah kompromi antara mempertahankan momentum ke depan dan mendapatkan ketinggian yang cukup untuk durasi penerbangan yang panjang.
Sebaliknya, pada Lompat Tinggi, atlet berusaha mengubah momentum horizontal menjadi momentum vertikal seefisien mungkin. Meskipun kecepatan ancang-ancang sangat tinggi, sudut tolakan di Lompat Tinggi cenderung lebih kecil (sekitar 40-50 derajat relatif terhadap punggung atlet yang miring), memungkinkan lintasan yang lebih tegak lurus ke atas.
1.2. Kontak Kaki dan Gaya Reaksi Tanah
Fase kontak kaki (ground contact phase) adalah yang paling krusial. Ini adalah momen singkat (biasanya 0.10 hingga 0.15 detik) di mana atlet harus menyerap gaya pengereman (braking force) dari kecepatan horizontal dan segera mengubahnya menjadi gaya pendorong (propulsion force). Gaya reaksi tanah (Ground Reaction Force - GRF) yang dialami atlet lompat dapat mencapai 8 hingga 12 kali berat badan mereka, menuntut kekuatan eksentrik dan elastisitas tendon yang luar biasa.
Proses mekanis tolakan melibatkan:
- Fase Penyerapan (Eccentric/Braking): Otot kaki, terutama hamstring dan quadriceps, memanjang sambil berkontraksi untuk menyerap benturan. Kecepatan horizontal sedikit menurun.
- Fase Amortisasi (Transition): Titik terendah pusat massa. Transisi yang sangat cepat (isometrik) antara penyerapan dan dorongan.
- Fase Dorongan (Concentric/Propulsion): Otot betis, paha belakang, dan gluteus berkontraksi kuat, mendorong tubuh menjauhi tanah, memberikan dorongan vertikal yang maksimal.
2. Disiplin Jarak: Lompat Jauh dan Lompat Jangkit
Lompat Jauh dan Lompat Jangkit berfokus pada perpindahan pusat massa tubuh sejauh mungkin secara horizontal. Keduanya memerlukan kecepatan lari sprint yang ekstrem, namun strategi tolakan dan ritme penerbangan membedakan keduanya secara signifikan.
2.1. Lompat Jauh (Long Jump): Seni Penerbangan
Lompat Jauh adalah perlombaan kecepatan dan ketepatan. Kecepatan ancang-ancang yang optimal mendekati kecepatan maksimal atlet, karena setiap hilangnya kecepatan horizontal akan berdampak langsung pada jarak tempuh.
2.1.1. Fase Ancang-ancang dan Presisi Papan
Ancang-ancang biasanya terdiri dari 18 hingga 22 langkah, harus dilakukan dengan ritme yang konsisten. Masalah terbesar adalah menginjak papan tolakan (takeoff board) tanpa melebihi batas (fouling). Atlet profesional menggunakan teknik check marks dan menyesuaikan ritme mereka pada beberapa langkah terakhir untuk memastikan ketepatan absolut, bahkan ketika menghadapi tekanan kompetisi atau variasi angin.
2.1.2. Teknik Penerbangan (Flight Techniques)
Tujuan utama selama penerbangan adalah menyeimbangkan tubuh dan menghentikan rotasi maju (forward rotation) yang tak terhindarkan yang dihasilkan dari tolakan. Ada tiga teknik utama:
- Sail (Gaya Jongkok): Teknik paling sederhana, di mana kaki ditekuk ke belakang. Cocok untuk pemula, tetapi kurang efektif dalam mengoreksi rotasi.
- Hang (Gaya Gantungan): Setelah tolakan, tubuh membentuk posisi 'C' terbalik, dengan kaki menggantung, dan lengan diangkat. Ini secara efektif menunda rotasi, memberikan ilusi penerbangan yang lebih lama.
- Hitch-Kick (Gaya Berjalan di Udara): Teknik yang paling canggih dan biomekanis paling efisien. Atlet melakukan gerakan mengayuh di udara (seperti berlari), yang mengayunkan momentum rotasi ke lengan dan kaki. Gerakan ini dapat menahan rotasi maju hingga 40-50% lebih lama, memungkinkan atlet untuk membawa kaki sejauh mungkin ke depan saat mendarat. Atlet top biasanya melakukan 2,5 hingga 3,5 langkah di udara.
2.1.3. Pendaratan (Landing)
Pendaratan harus dilakukan dengan kedua kaki dilempar ke depan sejauh mungkin. Lengan harus diayunkan ke depan dan kemudian cepat ditarik ke belakang, menyebabkan pinggul terdorong maju, membantu tubuh jatuh di depan jejak kaki, memaksimalkan pengukuran jarak.
2.2. Lompat Jangkit (Triple Jump): Ritme Tiga Kali Lipat
Lompat Jangkit sering disebut sebagai lompatan paling sulit secara teknis karena memerlukan retensi kecepatan horizontal yang ekstrem melalui tiga kontak kaki yang terpisah: Hop (Jangkit), Step (Langkah), dan Jump (Lompat).
2.2.1. Pembagian Jarak dan Kecepatan
Tidak seperti Lompat Jauh yang memiliki satu transisi, Lompat Jangkit memiliki tiga transisi yang semuanya berpotensi menghilangkan kecepatan. Distribusi jarak yang ideal secara historis adalah 35% (Hop), 30% (Step), dan 35% (Jump). Namun, atlet modern yang sangat cepat cenderung memiliki Hop yang lebih panjang (mendekati 40%), karena mempertahankan momentum horizontal melalui Hop adalah kunci.
2.2.2. Fase Hop (Jangkit)
Hop adalah lompatan pertama dan biasanya yang terpanjang. Atlet lepas landas dan mendarat pada kaki yang sama (kaki tolakan). Kaki tolakan harus tetap aktif dan kaku (rigid) saat mendarat. Jika kaki terlalu lunak, energi akan hilang.
2.2.3. Fase Step (Langkah)
Step adalah transisi dari kaki tolakan ke kaki ayunan (landing pada kaki yang berlawanan). Ini adalah fase terpendek, karena tujuannya adalah meminimalkan waktu di tanah sambil mempersiapkan dorongan Lompat akhir. Postur tubuh harus tetap tegak, meminimalkan penurunan pusat massa.
2.2.4. Fase Jump (Lompat)
Fase terakhir mirip dengan Lompat Jauh, di mana atlet menggunakan kaki ayunan yang sekarang menjadi kaki tolakan untuk dorongan vertikal maksimal. Teknik penerbangan (biasanya Hang atau Hitch-kick) digunakan untuk mencapai jarak maksimal ke bak pasir.
3. Disiplin Ketinggian: Lompat Tinggi dan Lompat Galah
Berbeda dengan disiplin jarak, Lompat Tinggi dan Lompat Galah berorientasi vertikal, menuntut atlet untuk mengangkat pusat massa mereka setinggi mungkin di atas palang horizontal (bar).
3.1. Lompat Tinggi (High Jump): Mengakali Gravitasi
Tujuan utama Lompat Tinggi adalah melewati palang dengan pusat massa serendah mungkin relatif terhadap palang, sebuah paradoks yang dipecahkan oleh teknik modern.
3.1.1. Evolusi Gaya: Dari Gunting ke Fosbury Flop
Evolusi teknik Lompat Tinggi adalah kisah tentang inovasi yang melanggar intuisi:
- Scissors (Gunting): Gaya awal di mana atlet mengayunkan kaki secara bergantian, tubuh tegak lurus terhadap palang. Tidak efisien karena pusat massa harus diangkat setinggi palang.
- Straddle (Guling Perut): Atlet melewati palang dengan perut menghadap ke bawah. Lebih efisien, memungkinkan pusat massa melewati palang di bawah palang saat atlet berputar di atasnya.
- Fosbury Flop (Gaya Telentang): Diperkenalkan oleh Dick Fosbury. Atlet mendekati palang dengan lintasan 'J-curve' dan melompat mundur, mendarat dengan punggung menghadap matras. Ini adalah terobosan karena memungkinkan pusat massa atlet melengkung di bawah palang, menciptakan ilusi bahwa atlet melompat lebih tinggi dari yang seharusnya secara fisik.
3.1.2. Teknik J-Curve dan Tolakan
Ancang-ancang Lompat Tinggi modern selalu berbentuk 'J' untuk menciptakan gaya sentripetal (gaya ke dalam). Langkah-langkah awal lurus, membangun kecepatan. Langkah-langkah terakhir melengkung. Kurva ini memaksa atlet untuk memiringkan tubuh ke dalam, menyiapkan panggul untuk berputar cepat dan mengubah momentum horizontal menjadi vertikal yang optimal saat tolakan. Tolakan dilakukan dari kaki terdekat dengan palang, sambil mengayunkan lutut kaki ayunan dan kedua lengan ke atas.
3.2. Lompat Galah (Pole Vault): Kombinasi Fisika dan Akrobatik
Lompat Galah adalah disiplin paling teknis dan paling berbahaya dalam atletik. Ini adalah satu-satunya disiplin yang melibatkan penggunaan alat eksternal (galah) untuk meningkatkan potensi lompatan. Ini adalah konversi energi kinetik horizontal (kecepatan lari) menjadi energi potensial (ketinggian) melalui energi elastis yang tersimpan dalam galah.
3.2.1. Dinamika Galah (The Pole)
Galah modern terbuat dari fiberglass atau karbon fiber. Sifat fleksibel galah memungkinkan galah membengkok, menyimpan energi. Kekakuan (stiffness) dan panjang galah dipilih berdasarkan berat atlet, kecepatan lari, dan ketinggian yang ingin dicapai. Semakin cepat lari atlet dan semakin tinggi pegangan (grip), semakin panjang dan kaku galah yang dibutuhkan.
3.2.2. Fase Ancang-ancang dan Pembawaan
Atlet berlari dengan galah yang dipegang erat, biasanya mencondongkan galah ke atas. Ancang-ancang harus sangat cepat dan teratur, seringkali melibatkan 18 hingga 20 langkah. Kecepatan di akhir lari sangat penting, karena ini adalah input energi kinetik utama.
3.2.3. Fase Tanam (Plant) dan Tolakan
Sekitar dua langkah terakhir, atlet memulai gerakan "tanam" galah ke dalam kotak penanaman (planting box). Tangan atas (dekat ujung galah) didorong ke atas. Tolakan harus kuat, mendorong pinggul ke depan dan ke atas, memanfaatkan momentum lari untuk membengkokkan galah secara maksimal.
3.2.4. Fase Ayunan dan Inversi
Saat galah melengkung, atlet harus segera berayun ke atas (swing-up). Ayunan kaki yang cepat dan posisi tubuh yang terbalik (inverted) sangat penting. Tujuannya adalah agar pusat massa atlet berada tepat di atas titik bengkok maksimum galah. Semakin efisien atlet dalam melakukan inversi, semakin banyak energi yang dapat dilepaskan oleh galah.
3.2.5. Pelepasan dan Lintasan Palang
Galah akan mulai meluruskan diri, melepaskan energi yang tersimpan, mendorong atlet ke ketinggian. Atlet harus mendorong galah menjauh dengan tangan sambil melintasi palang. Teknik pelintasan palang harus bersih, biasanya dengan memutar pinggul dan kaki ke belakang untuk menghindari palang saat galah lepas.
Lompat Galah bukan sekadar lompatan; ini adalah keterampilan yang menggabungkan kekuatan pesenam, kecepatan pelari, dan keberanian akrobatik, menjadikannya salah satu puncak pencapaian atletik.
4. Metodologi Pelatihan Khusus untuk Atletik Lompat
Pelatihan untuk disiplin lompat harus sangat terperinci dan periodik, membagi tahun menjadi fase-fase khusus untuk membangun kekuatan, kecepatan, dan daya ledak tanpa batas. Fokus utama selalu pada kecepatan sprint dan reactive strength (kekuatan yang dihasilkan saat kontak kaki sangat singkat).
4.1. Pengembangan Kekuatan Eksplosif dan Plyometrics
Kunci dari lompatan adalah seberapa cepat atlet dapat mengerahkan gaya. Ini membutuhkan latihan plyometrics yang ekstensif. Latihan ini melatih sistem saraf untuk bertransisi lebih cepat antara kontraksi eksentrik (memanjang) dan konsentrik (memendek).
Jenis Latihan Plyometric Esensial:
- Depth Jumps: Melompat dari platform dan segera melakukan lompatan vertikal atau horizontal setelah mendarat. Ini mengajarkan tubuh untuk mengurangi waktu kontak tanah.
- Bounding: Serangkaian langkah panjang dan kuat, sangat spesifik untuk Lompat Jauh dan Lompat Jangkit, melatih kemampuan retensi kecepatan.
- Hurdle Hops: Melompati serangkaian rintangan rendah dengan kontak tanah minimal.
- Box Jumps: Melompat ke platform tinggi untuk melatih dorongan vertikal murni (penting untuk Lompat Tinggi/Galah).
4.2. Pelatihan Kekuatan Maksimal dan Angkat Berat
Meskipun atlet lompat tidak perlu sebesar binaragawan, mereka memerlukan rasio kekuatan terhadap berat badan yang tinggi. Latihan angkat berat berfokus pada gerakan majemuk yang meniru fase tolakan.
- Squat (Berbagai Variasi): Membangun kekuatan kaki dasar. Versi 'box squat' atau 'quarter squat' dengan beban berat sering digunakan untuk menargetkan sudut persendian spesifik pada tolakan.
- Olympic Lifts (Clean, Jerk, Snatch): Latihan terbaik untuk mengembangkan kecepatan angkat (rate of force development - RFD). Gerakan ini memerlukan koordinasi kecepatan dan kekuatan penuh dari seluruh tubuh.
- Core Strength (Kekuatan Inti): Kekuatan inti yang stabil memastikan energi dari kaki ditransfer secara efisien ke tubuh bagian atas tanpa kebocoran, sangat penting dalam Lompat Galah dan Hitch-kick.
4.3. Periodisasi dan Spesifikasi Latihan
Sebagian besar program pelatihan mengikuti model periodisasi:
- Fase Persiapan Umum (General Prep): Fokus pada daya tahan, volume latihan angkat berat tinggi, dan lari dasar.
- Fase Persiapan Spesifik (Specific Prep): Volume angkat berat menurun, intensitas naik (lebih cepat, lebih eksplosif). Plyometrics ditingkatkan. Mulai fokus pada teknik spesifik ancang-ancang dan tolakan.
- Fase Kompetisi (Competition Phase): Volume rendah, intensitas sangat tinggi. Latihan difokuskan untuk menjaga kecepatan dan daya ledak, dengan waktu istirahat yang cukup untuk memaksimalkan performa pada hari perlombaan.
- Fase Transisi (Off-Season): Istirahat aktif dan pemulihan mental.
5. Pencegahan Cedera dan Pemulihan
Karena gaya reaksi tanah yang ekstrem dan sifat ledakan dari gerakan lompatan, atlet lompat sangat rentan terhadap cedera. Pencegahan berpusat pada penguatan otot stabilisator dan pemulihan yang cermat.
5.1. Cedera Umum Atlet Lompat
- Hamstring Strains: Sering terjadi pada fase akselerasi ancang-ancang atau saat mengayunkan kaki saat lompatan.
- Patellar Tendinopathy (Jumper's Knee): Peradangan pada tendon lutut akibat tekanan berulang dari pendaratan dan tolakan.
- Achilles Tendinopathy: Kelebihan beban pada tendon Achilles akibat plyometrics dan dorongan yang berulang.
- Lower Back Pain: Terutama pada Lompat Galah dan Lompat Tinggi karena posisi melengkung dan torsi yang ekstrem.
5.2. Strategi Pencegahan dan Pemulihan
Pencegahan meliputi penguatan eksentrik hamstring (misalnya, Nordic hamstring curls), latihan mobilitas sendi panggul, dan manajemen beban latihan yang ketat. Selain itu, pemulihan (recovery) harus menjadi komponen pelatihan yang integral.
Teknik pemulihan meliputi tidur yang cukup, nutrisi makro yang tepat untuk perbaikan otot, hidroterapi (mandi es atau kontras), dan penggunaan alat kompresi untuk mengurangi pembengkakan dan mempercepat pembuangan produk limbah metabolik seperti asam laktat.
6. Analisis Mendalam: Keterkaitan Kecepatan dan Jarak
Dalam Lompat Jauh dan Lompat Jangkit, ada hubungan yang hampir linear antara kecepatan maksimal atlet dan potensi lompatannya. Kecepatan lari adalah komponen terbesar dari kecepatan lepas landas. Namun, atlet tercepat di dunia seringkali bukan pelompat terbaik, karena ada faktor lain yang berperan: efisiensi tolakan.
6.1. Efisiensi Tolakan (Takeoff Efficiency)
Efisiensi tolakan adalah kemampuan atlet untuk meminimalkan hilangnya kecepatan horizontal saat mengubahnya menjadi kecepatan vertikal. Pelompat Jauh yang elit dapat mempertahankan 80-90% dari kecepatan lari mereka melalui fase tolakan. Sementara seorang pelari sprint yang sangat cepat mungkin kehilangan hingga 30% kecepatannya karena teknik tolakan yang buruk (misalnya, terlalu banyak gaya pengereman).
Melatih efisiensi tolakan memerlukan ribuan repetisi lompatan pendek di mana fokusnya adalah sentuhan kaki yang cepat, kuat, dan ke depan, bukan ke atas. Kaki tolakan harus mengenai papan dengan gerakan 'stomp' yang cepat dan aktif.
6.2. Ritme dan Konsistensi dalam Ancang-ancang
Kecepatan harus dicapai secara terkontrol. Lompat Jauh dan Lompat Jangkit membutuhkan konsistensi ritme yang luar biasa. Ritme yang stabil memungkinkan atlet untuk mencapai kecepatan maksimal mereka tepat pada langkah terakhir sebelum papan. Variasi angin, kelelahan, atau tekanan mental dapat mengganggu ritme, yang biasanya berujung pada pengereman terlalu dini atau, yang lebih umum, foul.
7. Psikologi Kompetisi dalam Lompatan
Disiplin lompat, terutama yang melibatkan ketinggian (Galah dan Tinggi), membutuhkan mentalitas yang sangat kuat. Setiap upaya adalah ‘all-or-nothing’, dan kegagalan yang berulang dapat mengikis kepercayaan diri.
7.1. Mengatasi Ketinggian (Lompat Galah dan Tinggi)
Pada Lompat Galah dan Lompat Tinggi, atlet dihadapkan pada rasa takut yang nyata terhadap ketinggian dan kegagalan. Strategi mental yang digunakan meliputi:
- Visualisasi: Atlet sering melakukan latihan visualisasi berulang-ulang, membayangkan seluruh rangkaian lompatan yang sempurna, dari langkah pertama hingga melintasi palang.
- Fokus pada Proses: Alih-alih berfokus pada hasil (apakah palang akan jatuh), atlet dilatih untuk fokus hanya pada elemen teknis dari lompatan—ritme, tanam galah, atau ayunan lutut.
- Rutin Pra-Lompatan: Setiap atlet memiliki rutinitas fisik dan mental yang ketat sebelum setiap upaya untuk memblokir gangguan eksternal dan mencapai kondisi performa puncak.
7.2. Manajemen Tekanan dalam Jarak (Lompat Jauh dan Jangkit)
Tekanan utama dalam Lompat Jauh dan Lompat Jangkit adalah mencapai papan tolakan dengan sempurna. Atlet memiliki sedikit margin kesalahan. Kegagalan melompat (foul) berarti kehilangan kesempatan yang berharga. Manajemen emosi sangat penting agar atlet tidak menjadi terlalu berhati-hati, yang akan menyebabkan hilangnya kecepatan dan jarak secara signifikan.
8. Dampak Inovasi Teknologi pada Rekor Lompatan
Perkembangan teknologi telah memainkan peran kunci dalam mendorong batas rekor dunia, terutama dalam Lompat Galah dan lingkungan kompetisi.
8.1. Evolusi Galah
Perubahan paling dramatis terjadi pada Lompat Galah. Ketika galah beralih dari kayu dan bambu ke logam (aluminium), dan kemudian ke fiberglass dan karbon komposit, ketinggian yang dicapai meningkat pesat. Fiberglass memungkinkan penyimpanan energi yang jauh lebih besar, mengubah event ini dari sekadar dorongan kekuatan menjadi pertunjukan fisika elastis.
8.2. Matras dan Lintasan
Penggunaan matras pendaratan yang tebal dan empuk (setelah Fosbury Flop menjadi standar) adalah inovasi keselamatan yang memungkinkan atlet Lompat Tinggi bereksperimen dengan teknik berisiko tinggi. Demikian pula, lintasan sintetis (Tartan/poliuretan) memberikan cengkeraman dan pantulan energi yang konsisten, memungkinkan atlet mencapai kecepatan ancang-ancang yang lebih tinggi dan tolakan yang lebih stabil daripada lintasan cinder atau tanah liat.
9. Peran Pelatih dan Analisis Video
Di tingkat elit, lompatan hanya dipisahkan oleh milimeter dan milidetik. Peran pelatih adalah menganalisis data ini dengan cermat.
9.1. Analisis Biomekanik Detail
Pelatih modern menggunakan sistem penangkapan gerak (motion capture) dan video berkecepatan tinggi untuk menganalisis setiap fase lompatan:
- Sudut Tolakan: Memastikan sudut takeoff optimal (misalnya, 22 derajat untuk Lompat Jauh).
- Waktu Kontak Tanah: Mengukur durasi kontak (misalnya, 0.12 detik untuk Lompat Jauh). Semakin pendek waktu kontak, semakin eksplosif atlet tersebut.
- Pusat Massa: Melacak jalur pusat massa melalui palang (High Jump/Pole Vault) untuk memastikan efisiensi dan clearance.
9.2. Koreksi Teknik
Teknik lompatan adalah hal yang sangat individual. Pelatih harus mampu mengidentifikasi kekurangan kecil, seperti posisi lengan saat pendaratan di Lompat Jauh, atau kurangnya rotasi di Langkah Lompat Jangkit, dan memberikan koreksi yang spesifik dan bertahap.
10. Prospek dan Masa Depan Atletik Lompat
Atletik lompat terus berkembang. Dengan peningkatan ilmu nutrisi, pelatihan kekuatan, dan analisis biomekanika yang semakin presisi, batas-batas fisik terus didorong lebih jauh. Atlet masa depan akan menggabungkan kecepatan sprint yang fenomenal dengan kekuatan relatif yang luar biasa, didukung oleh gizi dan teknologi pemulihan yang canggih.
Disiplin lompat adalah demonstrasi mendalam tentang bagaimana manusia dapat menaklukkan gaya paling mendasar di Bumi—gravitasi. Baik itu mengejar milimeter ekstra di bak pasir atau milimeter ekstra di atas palang, setiap lompatan adalah perwujudan dari bertahun-tahun dedikasi untuk menguasai fisika dan teknik tubuh manusia.