Surah At-Taubah, atau yang juga dikenal dengan nama Al-Bara'ah, merupakan surah ke-9 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surah ini memiliki kekhasan yang membedakannya secara fundamental dari 113 surah lainnya: ia adalah satu-satunya surah yang tidak diawali dengan lafaz بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim).
Kekhususan ini bukan sekadar pengecualian tata letak, melainkan mengandung hukum tajwid, fiqh, dan tafsir yang mendalam. Oleh karena itu, bagi setiap muslim yang ingin membaca Al-Qur'an dengan benar, memahami tata cara pembacaan Surah At-Taubah—terutama saat memulainya atau menyambungkannya dari surah sebelumnya—adalah suatu keharusan yang krusial.
Alt Text: Ilustrasi gulungan Al-Qur'an terbuka, melambangkan Wahyu dan Surah At-Taubah.
I. Hukum Khusus Memulai Surah At-Taubah: Ketiadaan Basmalah
Pembahasan utama dalam tata cara membaca Surah At-Taubah adalah terkait dengan hukum memulai (ibtida') surah tersebut. Berdasarkan ijma' (konsensus) ulama, Basmalah tidak dibaca di awal Surah At-Taubah. Hal ini berlaku baik dalam bacaan di luar salat, di dalam salat, maupun saat memulai hafalan.
1. Dalil dan Alasan Otoritatif
Para ulama tafsir dan qira'ah menjelaskan bahwa tidak adanya Basmalah di awal surah ini bukan karena kelalaian atau kesalahan penyalinan, melainkan merupakan ketetapan ilahiah dan sunnah nabawi. Terdapat beberapa pendapat otoritatif yang menjadi dasar hukum ini:
A. Surah At-Taubah sebagai Kelanjutan Al-Anfal
Salah satu pandangan terkuat, yang didukung oleh sebagian besar Sahabat, termasuk Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, adalah bahwa Surah At-Taubah pada dasarnya merupakan kelanjutan atau pelengkap (tammah) dari Surah Al-Anfal (Surah ke-8). Basmalah berfungsi sebagai pemisah antar surah. Karena konteks dan tema Surah At-Taubah sangat berkaitan erat, pemisah ini ditiadakan. Hudzaifah ibnul Yaman berkata, “Kalian (para sahabat) menamainya surah At-Taubah, padahal itu adalah surah Al-Anfal.”
B. Makna "Al-Bara'ah" (Pernyataan Pemutusan Hubungan)
Alasan teologis yang paling masyhur di kalangan mufasir, seperti Imam Al-Qurthubi dan Imam Ar-Razi, adalah bahwa Surah At-Taubah dikenal juga sebagai Surah Al-Bara'ah. Al-Bara'ah berarti pemutusan hubungan, pernyataan perang, dan ancaman keras terhadap kaum musyrikin dan munafikin. Basmalah (Ar-Rahman Ar-Rahim) membawa makna kasih sayang, rahmat, dan kedamaian.
Jelas terdapat kontradiksi antara makna rahmat dan makna ancaman perang. Oleh karena itu, menghilangkan Basmalah di awal surah ini sejalan dengan substansi ayat-ayat awalnya yang keras, yang dimulai dengan firman Allah:
بَرَاءَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Artinya: "(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka." (Q.S. At-Taubah: 1)
Kesimpulan Hukum: Jika seorang qari' (pembaca) memulai bacaannya langsung dari awal Surah At-Taubah (Ayat 1), ia tidak diperkenankan membaca Basmalah. Ia hanya membaca Ta'awwudz (A'udzu billahi minasy-syaithani r-rajim) lalu langsung membaca ayat pertama surah tersebut.
II. Hukum Menyambungkan Bacaan (Washal) ke Surah At-Taubah
Hukum ini muncul ketika seorang pembaca menyelesaikan Surah Al-Anfal (Surah ke-8) dan ingin melanjutkan ke Surah At-Taubah. Karena Basmalah adalah pemisah, ketiadaan Basmalah menciptakan tiga cara (wajah) penyambungan yang sah menurut ilmu Qira'ah dan Tajwid:
1. Wajah Pertama: Washl (Sambung Penuh)
Ini adalah menyambungkan akhir ayat terakhir Surah Al-Anfal dengan awal ayat pertama Surah At-Taubah tanpa jeda napas sedikit pun.
- Akhir Al-Anfal: إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
- Awal At-Taubah: بَرَاءَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ
Cara Baca: Pembaca menyambung kata علِيمٌ (akhir Al-Anfal) langsung ke بَرَاءَةٌ (awal At-Taubah). Perlu diperhatikan bahwa tanwin pada kata علِيمٌ akan dibaca sesuai kaidah *idgham bighunnah* (dilebur dengan dengung) karena bertemu dengan huruf ب (Ba) dalam kata بَرَاءَةٌ. Secara teknis, tanwin (Nun Sakinah) bertemu huruf Ba, yang dalam riwayat Hafs 'an Ashim dikenal sebagai hukum *Iqlab* (tanwin berubah menjadi Mim kecil).
Namun, dalam konteks penyambungan ini, sebagian besar qira'ah menggunakan *Idgham* atau *Iqlab* yang lembut, memastikan transisi bunyi yang lancar.
2. Wajah Kedua: Saktah (Jeda Pendek)
Saktah adalah berhenti sejenak tanpa mengambil napas, dengan niat melanjutkan bacaan. Ini merupakan pilihan yang paling banyak direkomendasikan karena menjaga kejelasan batas antara dua surah tanpa melanggar hukum Basmalah.
- Bacaan Al-Anfal berakhir.
- Jeda (Saktah) sejenak (sekitar 1-2 detik) tanpa mengambil napas.
- Langsung membaca awal At-Taubah.
3. Wajah Ketiga: Waqf (Berhenti Penuh)
Waqf adalah berhenti penuh, mengambil napas, dan kemudian memulai Surah At-Taubah.
- Membaca akhir Al-Anfal: إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ (Berhenti, mematikan nun tanwin).
- Mengambil napas.
- Membaca Ta'awwudz (sunnah, tapi tidak wajib di tengah bacaan) dan langsung memulai At-Taubah.
III. Tajwid Khusus dalam Surah At-Taubah
Meskipun hukum Basmalah adalah yang paling mencolok, Surah At-Taubah, sebagai surah Madaniyah yang panjang dan kaya akan hukum, mengandung banyak titik kritis tajwid yang memerlukan perhatian ekstra. Pembacaan yang benar harus memperhatikan hukum Nun Sakinah dan Tanwin, Mim Sakinah, dan Madd.
1. Hukum Nun Sakinah dan Tanwin dalam At-Taubah
Hukum ini sangat sering muncul, terutama mengingat fokus surah ini pada perjanjian dan kelompok masyarakat (musyrikin, mukminin, munafikin). Contoh-contoh spesifik dalam At-Taubah:
A. Izhar Halqi (Jelas)
Terjadi ketika Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf halqi (tenggorokan): ء, هـ, ع, ح, غ, خ. Pembacaan harus jelas, tanpa dengung (ghunnah).
- Contoh: Ayat 1. مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ (مِنَ dibaca jelas, meskipun dalam waqf di sini terjadi penyambungan yang unik, tetapi prinsip Izhar berlaku jika Nun Sakinah bertemu huruf Halqi).
- Contoh lain: Ayat 7. مُسْتَقِيمٌ إِلَّا (Tanwin مٌ bertemu إ).
B. Idgham (Melebur)
Peleburan Nun Sakinah/Tanwin ke huruf YARMLUN (ي, ر, م, ل, و, ن). Terbagi menjadi Idgham Bighunnah (dengan dengung) dan Idgham Bilaghunnah (tanpa dengung).
- Bighunnah (ي, م, و, ن): Contoh: Ayat 4. شَيْءٍ وَٱتَّقَوْا (Tanwin ءٍ bertemu و). Dengung wajib 2 harakat.
- Bilaghunnah (ل, ر): Contoh: Ayat 19. ءَامَنَ لِٱللَّهِ (Tanwin نَ bertemu ل). Tidak ada dengung, langsung lebur.
C. Ikhfa' Hakiki (Menyamarkan)
Terjadi ketika Nun Sakinah/Tanwin bertemu 15 huruf sisa. Suara disamarkan antara Izhar dan Idgham, disertai dengung 2 harakat. Ini adalah hukum yang paling sering muncul dalam At-Taubah.
- Contoh: Ayat 2. أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَٱعْلَمُوٓا (Nun pada أَرْبَعَةَ disamarkan karena bertemu أ). Perhatikan juga kata شُهُورًا ثُمَّ.
- Contoh: Ayat 11. فَإِن تَابُوٓا۟ (Nun Sakinah pada إِن bertemu ت).
D. Iqlab (Mengubah)
Nun Sakinah/Tanwin bertemu huruf Ba (ب). Bunyi Nun/Tanwin diubah menjadi Mim (م), disertai ghunnah 2 harakat. Meskipun jarang, hukum ini harus dicermati.
- Contoh: Ayat 40. مِنۢ بَعْدِ (Nun pada مِن berubah menjadi mim kecil sebelum بَعْدِ).
2. Hukum Madd (Pemanjangan) yang Kritis
Surah At-Taubah mencakup banyak dialog dan penetapan hukum, sehingga sering kali mengandung Madd Munfashil (terpisah) dan Madd Muttashil (bersambung).
- Madd Wajib Muttashil: Huruf madd dan hamzah berada dalam satu kata. Wajib dibaca 4 atau 5 harakat (riwayat Hafs). Contoh: سَوَآءٌ (Ayat 7), جَآءَكُمْ (Ayat 128).
- Madd Jaiz Munfashil: Huruf madd dan hamzah berada di dua kata terpisah. Dibolehkan dibaca 2, 4, atau 5 harakat (umumnya 4/5 harakat dalam metode Tarteel). Contoh: قَالُوٓا۟ إِنَّآ (Ayat 3).
- Madd Lazim Kalimi Muthaqqal: Terjadi pada ayat-ayat yang memuat sumpah atau penekanan yang diikuti tasydid. Wajib 6 harakat. Contoh: ٱلضَّآلِّينَ (tidak ada di At-Taubah, tapi perlu diingat), dan contoh yang lebih khas dalam At-Taubah adalah pada ayat yang menyebut azab.
Alt Text: Diagram hukum Tajwid Nun Sakinah, kunci pembacaan Al-Qur'an (Izhar, Idgham, Iqlab, Ikhfa').
IV. Konteks Tafsir dan Pengaruhnya terhadap Irama Bacaan (Tilawah)
Membaca Al-Qur'an bukan hanya tentang ketepatan fonetik, tetapi juga tentang penghayatan makna (tadabbur). Surah At-Taubah memiliki tema yang sangat tegas, yang secara alami akan memengaruhi irama dan intonasi (tilawah) seorang qari'.
1. Dominasi Nada Tegas dan Peringatan
Sebagian besar Surah At-Taubah berisikan hukum-hukum perang (jihad), pemutusan perjanjian dengan kaum musyrikin yang melanggar janji (Ayat 1-6), celaan terhadap kaum munafikin (Ayat 42-99), dan ancaman azab. Ketika membaca ayat-ayat ini, suara harus menunjukkan kekuatan, ketegasan, dan rasa takut (khauf) terhadap ancaman Allah.
Contoh Ayat Ancaman (Membutuhkan irama tinggi/tegas):
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ قَاتِلُوا۟ ٱلَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ ٱلْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا۟ فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa." (Q.S. At-Taubah: 123)
2. Nada Lembut dalam Ayat Rahmat dan Taubat
Meskipun dominan keras, surah ini dinamakan At-Taubah (Taubat) karena ia juga memberikan kesempatan yang luas bagi mereka yang menyesal. Ayat-ayat mengenai taubat, keutamaan orang beriman, dan sifat Allah yang Maha Penerima Taubat harus dibaca dengan nada rendah, lembut, dan penuh harap (raja').
Contoh Ayat Rahmat (Membutuhkan irama rendah/penuh harap):
وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِى ٱلصَّدَقَٰتِ فَإِنْ أُعْطُوا۟ مِنْهَا رَضُوا۟ وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا۟ مِنْهَآ إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ (58) وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا۟ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ سَيُؤْتِينَا ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ وَرَسُولُهُۥٓ إِنَّآ إِلَى ٱللَّهِ رَٰغِبُونَ (59)
Ayat 58 dan 59, meskipun mengkritik munafik, mengakhiri dengan pintu harapan bagi orang beriman: "...Sungguh, kami berharap kepada Allah." Bagian penutup ini harus dibaca dengan kelembutan. Demikian pula Ayat 118, yang menceritakan taubat tiga sahabat yang ditinggalkan, harus dibaca dengan keharuan mendalam.
3. Puncak Irama: Penutup Surah (Ayat 128-129)
Surah At-Taubah ditutup dengan dua ayat yang sangat indah dan penuh makna, yang sering dibaca sebagai penenang setelah serangkaian peringatan keras. Ayat ini fokus pada sifat Rasulullah ﷺ yang sangat penyayang dan kembali pada Tawakkal kepada Allah.
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ (128) فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُلْ حَسْبِىَ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ (129)
Pembacaan kedua ayat ini memerlukan intonasi yang memadukan kehangatan (saat memuji Rasulullah ﷺ) dan kekokohan iman (saat menyatakan Tawakkal kepada Allah).
V. Analisis Mendalam Mengenai Waqf dan Ibtida' (Berhenti dan Memulai)
Dalam surah yang sangat panjang seperti At-Taubah (129 ayat), penguasaan tempat berhenti (waqf) dan tempat memulai (ibtida') sangat vital untuk menghindari perubahan makna. Waqf harus dicari pada akhir kalimat yang memiliki makna sempurna.
1. Waqf Pada Ayat-Ayat Hukum
Surah ini mengandung banyak perintah dan larangan. Berhenti di tengah-tengah perintah atau kondisi dapat merusak hukum yang disampaikan. Misalnya, dalam ayat tentang Zakat (Ayat 60), yang menjelaskan delapan golongan penerima Zakat, waqf harus dilakukan setelah menyebutkan setiap golongan agar maknanya tetap utuh, atau setidaknya di titik yang disepakati oleh ulama.
Contoh Ayat 60: إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Titik waqf yang disarankan (Waqf Jaiz) dapat ditemukan setelah setiap golongan (وَلِلْمَسَاكِينِ) untuk memisahkan kategori, meskipun waqf yang paling sempurna adalah di akhir ayat (tanda ج atau م).
2. Menghindari Waqf Qabih (Berhenti Buruk)
Waqf Qabih terjadi ketika berhenti di suatu tempat yang mengubah atau merusak makna. Dalam At-Taubah, kesalahan ini sering terjadi saat membaca ayat tentang munafikin atau kekafiran.
- Contoh Kritis: Ayat 127: وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ نَّظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ هَلْ يَرَىٰكُم مِّنْ أَحَدٍ ثُمَّ ٱنصَرَفُوا۟ ۚ صَرَفَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُم بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ. Dilarang keras berhenti di ثُمَّ ٱنصَرَفُوا۟ dan kemudian memulai dengan صَرَفَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُم (Allah memalingkan hati mereka), karena ayat ini masih satu kesatuan konteks perilaku munafik.
3. Konsep Waqf Mu'anaqah (Titik Tiga)
Waqf Mu'anaqah (titik tiga seperti ۛ) mengizinkan pembaca untuk berhenti di salah satu dari dua titik tersebut, tetapi tidak di keduanya, untuk menjaga makna. Surah At-Taubah memiliki beberapa titik mu'anaqah yang penting, memastikan bahwa konteks predikat dan subjek tidak terpisah.
VI. Perbedaan Qira'ah dan Implikasinya dalam At-Taubah
Meskipun kita fokus pada riwayat Hafs 'an Ashim yang paling umum digunakan, perlu diketahui bahwa Surah At-Taubah memiliki variasi bacaan yang signifikan di antara sepuluh qira'ah mutawatir yang diakui, terutama yang berkaitan dengan hukum Basmalah dan beberapa kata kunci.
1. Pandangan Riwayat Qalun dan Warsh (Qira'ah Nafi')
Para qari' yang membaca dengan riwayat Qalun atau Warsh dari Imam Nafi' juga sepakat menghilangkan Basmalah di awal At-Taubah. Namun, hukum madd (pemanjangan) mereka berbeda, misalnya dalam riwayat Warsh, mereka memanjangkan Madd Munfashil hingga 6 harakat. Ini memengaruhi irama keseluruhan surah.
2. Isyarat dan Imalah
Beberapa qira'ah menggunakan Imalah (pembacaan miring/tipis) pada kata-kata tertentu. Meskipun riwayat Hafs hanya memiliki satu Imalah (pada Surah Hud), riwayat lain seperti Hamzah atau Al-Kisa'i memiliki Imalah yang memengaruhi pembacaan beberapa kata di At-Taubah, mengubah fonetik dan keindahan tilawah, tetapi tidak mengubah hukum Basmalah yang mutlak.
Pemahaman mengenai keragaman ini penting agar seorang pembaca tidak kaget ketika mendengar pembacaan Surah At-Taubah dengan metode yang berbeda, yang mungkin terdengar asing dari riwayat Hafs, namun tetap sah secara syar'i.
VII. Teknik Praktis untuk Menghafal Surah At-Taubah
Karena panjangnya dan beratnya materi hukum di dalamnya, menghafal Surah At-Taubah memerlukan strategi yang terstruktur, terutama untuk mengingat detail hukum Basmalah dan hukum tajwid yang kompleks.
1. Pembagian Tematik (Ayat Blok)
Metode terbaik adalah membagi surah berdasarkan tema. Surah At-Taubah memiliki blok tema yang jelas:
- Blok I (Ayat 1–15): Pemutusan hubungan (Bara’ah) dan perintah perang terhadap musyrikin.
- Blok II (Ayat 16–37): Keutamaan Jihad, kritik terhadap orang yang lebih mencintai dunia, dan hukum Ahli Kitab (Jizyah).
- Blok III (Ayat 38–72): Perintah Tabuk, celaan keras terhadap munafikin, dan kisah Hijrah Nabi.
- Blok IV (Ayat 73–99): Gambaran detail sifat munafikin (yang mencemooh sedekah), hukum Zakat (Ayat 60), dan pengampunan bagi yang bertaubat.
- Blok V (Ayat 100–129): Keutamaan Muhajirin dan Anshar, kisah taubat Ka’b bin Malik (dll), dan penutup yang penuh kasih sayang.
Menghafal per blok ini membantu menjaga kesinambungan makna dan menghindari kekeliruan urutan ayat.
2. Menguatkan Hafalan dengan Tafsir
Hafalan At-Taubah akan mudah pudar jika tidak disertai pemahaman. Ketika seorang hafiz menyadari bahwa Ayat 40 sedang membicarakan kisah Nabi Muhammad ﷺ bersembunyi di Gua Tsur (saat Basmalah ditiadakan, yang dikaitkan dengan makna Bara'ah dan Hijrah), ia akan lebih mudah mengikat hafalannya.
Contoh lain: Mengingat hukum Iqlab dalam Ayat 40 مِنۢ بَعْدِ karena Ayat tersebut menggambarkan pertolongan yang datang *setelah* kesulitan, yang memerlukan penekanan khusus dalam bacaan.
VIII. Rangkuman Teknis Praktis Cara Membaca
Untuk memastikan pembacaan Surah At-Taubah dilakukan dengan sempurna, berikut adalah langkah-langkah praktis dan ringkas yang harus diikuti oleh setiap qari':
Skenario 1: Memulai Bacaan dari Awal Surah At-Taubah (Ayat 1)
- Ta'awwudz Wajib: Ucapkan A'udzu billahi minasy-syaithani r-rajim dengan jelas.
- Basmalah Dilarang: JANGAN mengucapkan Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim.
- Langsung Baca: Langsung sambung Ta'awwudz dengan Ayat 1: بَرَاءَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ...
Skenario 2: Menyambung dari Akhir Surah Al-Anfal (Ayat 75) ke At-Taubah (Ayat 1)
Pilih salah satu dari tiga wajah berikut:
- A. Washl (Sambung): Akhir Al-Anfal disambung Iqlab/Idgham langsung ke awal At-Taubah tanpa Basmalah, tanpa jeda napas.
- B. Saktah (Jeda Pendek): Akhir Al-Anfal (mati) -> Jeda tanpa napas -> Awal At-Taubah.
- C. Waqf (Berhenti Penuh): Akhir Al-Anfal (mati, ambil napas) -> Awal At-Taubah (mulai dengan Ta'awwudz atau langsung).
Skenario 3: Membaca dari Tengah Surah At-Taubah
Ketika memulai bacaan dari tengah Surah At-Taubah (misalnya Ayat 60 tentang Zakat), terdapat dua pilihan, dan keduanya sah:
- Pilihan 1 (Lebih Utama): Membaca Ta'awwudz, dan TIDAK membaca Basmalah, langsung masuk ke ayat.
- Pilihan 2 (Dibolehkan): Membaca Ta'awwudz, dan MEMBACA Basmalah (sebagai tabarruk / mencari berkah), lalu masuk ke ayat.
Pilihan kedua ini dibolehkan di tengah surah karena Basmalah di sini berfungsi sebagai doa untuk memulai kebaikan, bukan sebagai pemisah resmi antar surah. Namun, banyak ulama tajwid tetap menyarankan untuk meninggalkan Basmalah di mana pun dalam At-Taubah untuk menghormati hukum awalnya.
Pembacaan Surah At-Taubah adalah ujian bagi penguasaan tajwid dan pemahaman akan keagungan Al-Qur'an. Dengan menaati hukum Basmalah yang unik dan memperhatikan irama yang sesuai dengan tema jihad, taubat, dan pengampunan, seorang qari' akan mencapai tilawah yang tidak hanya benar secara fonetik tetapi juga mendalam secara spiritual.