Menyusui adalah amanah suci dan ibadah yang mulia. Dalam Islam, Air Susu Ibu (ASI) diakui sebagai nutrisi terbaik, dan upaya untuk memperbanyak serta mempertahankan kualitasnya adalah bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.
Islam menempatkan peran seorang ibu menyusui pada kedudukan yang sangat tinggi. Proses menyusui, atau *radha'ah*, bukan hanya sekadar pemberian nutrisi biologis, tetapi merupakan pondasi spiritual dan sosial dalam membentuk generasi yang kuat. Kewajiban memberikan ASI bukan hanya anjuran kesehatan, melainkan perintah langsung yang tertuang dalam Al-Qur'an, menetapkan durasi optimal dan hak anak untuk mendapatkan nutrisi terbaik dari ibunya.
Al-Qur'an secara eksplisit menyebutkan hak anak untuk mendapatkan ASI selama dua tahun penuh. Ini menunjukkan perhatian detail syariat terhadap tumbuh kembang anak sejak dini. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..." (Q.S. Al-Baqarah: 233). Ayat ini menjadi landasan utama yang mendorong setiap ibu yang mampu untuk berikhtiar semaksimal mungkin dalam menyediakan ASI.
Para ulama menjelaskan bahwa menyusui adalah salah satu bentuk jihad seorang ibu, perjuangan yang pahalanya sangat besar. Setiap tetes ASI yang diberikan membawa berkah, tidak hanya bagi kesehatan fisik bayi tetapi juga bagi pembentukan karakternya. Anak yang disusui penuh oleh ibunya cenderung memiliki ikatan emosional yang lebih kuat, yang pada gilirannya mempermudah proses pendidikan agama dan moral di masa mendatang. Keutamaan ini menjadi motivasi spiritual bagi ibu yang sedang berjuang meningkatkan produksi ASI.
Dalam konteks memperbanyak ASI, prinsip utama dalam Islam adalah *tawakkal*, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal (*ikhtiar*). Seorang ibu mungkin merasa cemas atau frustrasi jika produksi ASI menurun. Namun, perspektif Islam mengajarkan bahwa rezeki anak, termasuk ASI, datang dari Allah. Kecemasan adalah penghalang terbesar produksi ASI, dan obat terbaik untuk kecemasan adalah memperkuat tawakkal. Ibu harus yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang berikhtiar dengan sungguh-sungguh.
Keyakinan ini akan menenangkan hati dan pikiran, secara langsung memengaruhi hormon oksitosin dan prolaktin yang bertanggung jawab atas produksi dan pengeluaran ASI. Oleh karena itu, langkah pertama dalam memperbanyak ASI secara Islami bukanlah pada makanan atau suplemen, melainkan pada pembenahan hati dan peningkatan keimanan.
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh kondisi mental dan spiritual ibu. Dalam Islam, ketika aspek fisik telah diupayakan, kekuatan doa dan dzikir menjadi penentu utama. Merutinkan amalan spiritual bukan hanya menenangkan jiwa, tetapi juga secara ilmiah dapat menurunkan hormon stres (kortisol) yang menghambat produksi ASI.
Setiap ibu perlu mengkhususkan doa untuk kelancaran ASI. Doa adalah jembatan komunikasi langsung dengan Sang Pencipta. Ada beberapa jenis doa yang dapat diamalkan:
Istighfar (memohon ampunan) adalah kunci pembuka rezeki. Ketika seorang hamba banyak beristighfar, Allah menjanjikan kemudahan dalam urusan dan rezeki yang tidak disangka-sangka. Semangat istighfar harus dibarengi dengan praktik sedekah. Sedekah tidak hanya berupa harta, tetapi juga senyum, pelayanan terbaik kepada suami dan anak, serta memberikan manfaat kepada orang lain.
Niatkan sedekah tersebut sebagai upaya untuk mendapatkan berkah, termasuk berkah dalam kelancaran ASI. Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menekankan bahwa sedekah memiliki kekuatan luar biasa dalam menolak bala’ dan menarik rezeki. Seorang ibu yang bersedekah dengan tulus akan merasakan ketenangan, yang menjadi faktor krusial dalam menstimulasi produksi ASI.
Meskipun berat bagi ibu yang baru melahirkan untuk bangun malam, berupaya menjaga shalat malam walau hanya dua rakaat, dapat menjadi sumber kekuatan spiritual yang luar biasa. Waktu sepertiga malam terakhir adalah waktu terkabulnya doa. Mengadu kepada Allah tentang kesulitan dalam menyusui dan memohon bantuan-Nya di saat orang lain terlelap akan mendatangkan ketenangan dan keajaiban rezeki, termasuk rezeki ASI yang berlimpah.
Kekuatan spiritual yang diperoleh dari Qiyamul Lail akan membentuk ketahanan mental yang diperlukan untuk menghadapi tantangan menyusui, seperti mastitis, payudara bengkak, atau kelelahan. Ini adalah investasi spiritual jangka panjang.
Saat proses menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyia-nyiakan waktu emas tersebut. Gunakan waktu ini untuk berdzikir, yang dapat membantu menenangkan bayi dan ibu:
Islam sangat memperhatikan kesehatan dan kebersihan. Pola makan ibu menyusui harus diatur sedemikian rupa agar memberikan energi optimal untuk tubuh dan produksi ASI. Konsep makanan dalam Islam menekankan pada halalan thayyiban (halal dan baik). Selain memastikan kehalalan, ibu dianjurkan mengonsumsi makanan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW (*ghidza' nabawi*) yang terbukti memiliki manfaat besar bagi kesehatan ibu dan kelancaran produksi susu.
Beberapa jenis makanan yang dicintai dan dikonsumsi Nabi Muhammad SAW memiliki sifat galaktogog (peningkat ASI) alami:
Kurma adalah makanan super yang dianjurkan dalam Islam, terutama bagi wanita yang baru melahirkan. Allah SWT memerintahkan Maryam AS untuk memakan kurma saat melahirkan Nabi Isa AS. Kurma kaya akan zat besi, kalsium, dan serat. Yang paling penting, kurma mengandung gula alami yang memberikan energi cepat dan memicu pelepasan oksitosin, hormon yang krusial untuk "let-down reflex" (aliran ASI).
Mengonsumsi kurma secara rutin, misalnya 3-7 butir setiap hari, tidak hanya menambah energi ibu, tetapi juga meningkatkan kadar nutrisi dalam ASI.
Madu disebut dalam Al-Qur'an sebagai obat bagi manusia. Madu memiliki sifat antibakteri dan anti-inflamasi, membantu pemulihan ibu pasca melahirkan, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Meskipun madu tidak secara langsung meningkatkan volume ASI, kandungan nutrisinya yang kompleks membantu ibu tetap sehat, yang merupakan prasyarat utama produksi ASI yang optimal. Campuran madu dengan air hangat di pagi hari adalah praktik Sunnah yang sangat dianjurkan.
Habbatus Sauda, yang disebut Nabi sebagai "obat bagi segala penyakit kecuali kematian", merupakan galaktogog tradisional yang sangat populer di dunia Islam. Studi modern menunjukkan bahwa Habbatus Sauda dapat meningkatkan produksi ASI secara signifikan karena kandungan fitokimia dan lemak esensialnya. Ibu menyusui dapat mengonsumsinya dalam bentuk minyak atau kapsul, dengan dosis yang disesuaikan.
Zaitun adalah pohon yang diberkahi. Minyak zaitun mengandung lemak tak jenuh tunggal yang sangat sehat, penting untuk perkembangan otak bayi (DHA/ARA). Lemak yang sehat juga esensial dalam memastikan kualitas dan jumlah ASI. Menambahkan minyak zaitun dalam salad atau masakan sehari-hari adalah cara mudah untuk meniru pola makan Sunnah yang berkah.
Islam mengajarkan prinsip moderasi (*wasathiyyah*) dalam segala hal, termasuk makan. Ibu menyusui harus menghindari ekstrem, baik makan berlebihan maupun diet ketat yang dapat mengganggu produksi ASI.
Selain makanan Sunnah, ibu harus memastikan asupan protein (daging halal, telur, kacang-kacangan) dan sayuran hijau. Sayuran hijau, seperti bayam dan daun katuk, telah lama dikenal secara empiris sebagai galaktogog yang efektif. Kebutuhan kalori ibu menyusui meningkat drastis, dan memenuhi kebutuhan ini dengan sumber yang bersih adalah kewajiban.
ASI terdiri dari hampir 90% air. Kekurangan cairan adalah penyebab utama penurunan drastis produksi ASI. Syariat Islam mendorong kebersihan dan hidrasi. Membiasakan diri minum setiap kali menyusui atau setiap kali merasa haus adalah kunci. Minumlah air putih yang cukup dan hindari minuman manis berlebihan. Sebaiknya minum dengan adab, yaitu dalam posisi duduk dan membaca Basmalah.
Konsep thaharah (kesucian) sangat penting. Ibu menyusui harus memastikan kebersihan diri dan lingkungan menyusui. Hal ini tidak hanya mencegah infeksi, tetapi juga memberikan ketenangan mental. Mandi secara teratur, menjaga kebersihan payudara, dan memastikan pakaian yang dikenakan bersih adalah praktik yang sejalan dengan ajaran Islam tentang kebersihan yang merupakan separuh dari iman.
Faktor psikologis adalah penentu utama keberhasilan menyusui. Stres, kelelahan, dan rasa terisolasi adalah musuh utama hormon prolaktin dan oksitosin. Islam memberikan kerangka komprehensif untuk menciptakan lingkungan yang mendukung psikologis ibu, yang melibatkan peran suami, keluarga, dan manajemen emosi.
Sabar (*shabr*) dan syukur (*syukr*) adalah dua pilar utama dalam menghadapi kesulitan, termasuk tantangan menyusui. Ketika ASI terasa sedikit, ibu dianjurkan untuk bersabar atas ujian tersebut dan bersyukur atas setiap tetes ASI yang telah keluar. Sikap syukur secara psikologis memicu perasaan positif, yang merangsang pelepasan hormon bahagia. Hormon ini secara langsung mendukung produksi ASI.
Menghindari perbandingan diri dengan ibu lain dan menjauhi media sosial yang memicu rasa tidak mampu adalah bentuk sabar dalam menjaga kesehatan mental. Ingatlah bahwa Allah menilai usaha (*ikhtiar*) dan keikhlasan, bukan hasil semata.
Dalam bingkai pernikahan Islami, suami memiliki kewajiban untuk menyediakan dukungan emosional dan fisik bagi istrinya, terutama saat menyusui. Dukungan suami adalah salah satu galaktogog psikologis terkuat. Suami harus:
Dukungan emosional yang kuat dari suami akan memastikan ibu merasa aman dan dicintai, yang penting untuk pelepasan oksitosin. Oksitosin, sering disebut "hormon cinta", adalah hormon utama yang membuat ASI mengalir.
Meskipun Islam menganjurkan bangun malam untuk ibadah, ia juga menganjurkan hak tubuh untuk mendapatkan istirahat. Rasulullah SAW mengajarkan prinsip pertengahan, yaitu memberikan hak kepada Allah dan memberikan hak kepada tubuh. Tidur yang cukup sangat penting bagi regenerasi hormon, termasuk prolaktin yang bekerja paling aktif saat ibu tidur. Ibu menyusui perlu memanfaatkan waktu tidur bayi untuk ikut beristirahat.
Tidurlah di siang hari jika perlu (*qailulah*), dan jangan memaksakan diri menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang tidak mendesak jika itu mengorbankan waktu istirahat yang vital untuk produksi ASI.
Islam melarang *ghibah* (gosip) dan *namimah* (adu domba). Lingkungan yang penuh dengan energi negatif, kritik, dan perbandingan sosial dapat menyebabkan stres berat bagi ibu baru. Ibu dianjurkan mencari komunitas yang saleh dan mendukung, di mana ia bisa berbagi keluh kesah tanpa dihakimi. Lingkungan yang positif, penuh dengan kata-kata baik (*qaulan layyinan*), akan memelihara ketenangan jiwa ibu.
Selain aspek spiritual dan nutrisi, praktik menyusui yang benar adalah penentu fisik utama. Islam menghormati fitrah (kodrat) manusia, dan cara terbaik untuk memperbanyak ASI adalah dengan mengikuti hukum permintaan dan penawaran tubuh, yang dipicu oleh stimulasi yang tepat.
Prinsip terpenting dalam memperbanyak ASI adalah menyusui sesering mungkin, segera setelah bayi menunjukkan tanda-tanda lapar, bukan hanya berdasarkan jadwal jam. Dalam syariat, tidak ada batasan kapan bayi boleh menyusu; yang ada adalah batasan durasi total (dua tahun). Menyusui yang sering mengirimkan sinyal kuat ke otak ibu untuk memproduksi lebih banyak prolaktin.
Jika perlekatan bayi tidak sempurna, payudara tidak akan terkuras dengan efektif, dan ini akan menyebabkan otak menyimpulkan bahwa ASI tidak dibutuhkan (menurunkan produksi). Ibu perlu belajar memastikan mulut bayi terbuka lebar, bibir mencucu keluar, dan sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Jika terjadi luka atau lecet pada puting, itu adalah indikasi perlekatan yang kurang tepat.
Memerah ASI adalah ikhtiar yang sangat dianjurkan jika bayi tidak dapat menyusu langsung atau jika ibu harus kembali bekerja. Memerah ASI setelah selesai menyusui bayi (power pumping) dapat membantu menstimulasi payudara untuk memproduksi ASI lebih banyak. Dalam Islam, upaya ini dianggap sebagai bentuk ikhtiar maksimal seorang ibu dalam memenuhi hak anaknya.
Penggunaan dot dan susu formula dapat menyebabkan bingung puting (*nipple confusion*) dan mengurangi frekuensi bayi menyusu langsung ke payudara. Dari sudut pandang syar'i, susu formula hanya boleh diberikan jika ASI ibu benar-benar tidak mencukupi atau jika ada alasan medis yang kuat, karena ASI adalah hak utama bayi.
Memperbanyak ASI juga harus dipahami dalam konteks hukum syariat yang lebih luas terkait menyusui. Memahami fiqih *radha'ah* akan meningkatkan kesadaran ibu akan pentingnya kualitas dan durasi menyusui, serta implikasinya dalam kehidupan sosial.
Al-Qur'an menetapkan dua tahun penuh sebagai durasi ideal. Para ulama menafsirkan bahwa dua tahun ini adalah batas maksimal untuk mendapatkan manfaat mahram persusuan, dan ini merupakan hak anak. Meskipun ada keringanan jika ada kesepakatan antara kedua orang tua untuk menyapih lebih awal, menyempurnakan dua tahun adalah yang paling utama, kecuali ada kondisi darurat.
Jika seorang ibu menghadapi tantangan untuk mencapai dua tahun, ikhtiar yang dilakukan harus maksimal, karena memenuhi durasi ini adalah menjalankan sunnah yang diberkahi.
Penyusuan yang memenuhi syarat (biasanya minimal lima kali susuan yang mengenyangkan sebelum bayi berusia dua tahun, menurut Mazhab Syafi'i) menciptakan hubungan mahram (persaudaraan sesusuan). Ini adalah dimensi unik dalam Islam yang menunjukkan betapa sucinya ASI. Ibu harus memahami bahwa setiap upaya memperbanyak ASI adalah juga upaya memperkuat ikatan persaudaraan yang diakui oleh syariat.
Kesadaran akan hukum mahram ini harus menjadi pengingat bagi ibu yang sedang memerah ASI. ASI yang diberikan kepada bayi lain juga menciptakan mahram, dan ini perlu dicatat untuk menghindari pernikahan yang tidak sah di masa depan.
Sebuah amal ibadah hanya diterima jika didasari niat yang ikhlas karena Allah. Ibu harus meniatkan menyusui sebagai ibadah dan ketaatan kepada perintah Allah, bukan hanya kewajiban biologis atau sosial. Niat yang ikhlas akan mengubah kesulitan menjadi pahala, dan keikhlasan ini akan menarik keberkahan, termasuk kelancaran rezeki ASI.
Dalam menghadapi masalah produksi ASI yang rendah tanpa sebab medis yang jelas, pendekatan spiritual dalam Islam mengajarkan kita untuk mencari perlindungan dari segala gangguan, termasuk pandangan dengki (*‘ain*) atau pengaruh negatif lainnya, melalui ruqyah syar'iyyah dan dzikir perlindungan.
Ruqyah adalah praktik membaca ayat-ayat Al-Qur'an dan doa-doa Nabi untuk memohon kesembuhan dan perlindungan. ASI yang tidak lancar terkadang dapat dikaitkan dengan kondisi psikologis atau spiritual yang terganggu.
Kesinambungan dalam berdzikir ini tidak memerlukan biaya dan dapat dilakukan kapan saja, menanamkan keyakinan penuh bahwa kesembuhan dan kelancaran hanya datang dari Allah.
Setiap tindakan berkah dalam Islam dimulai dengan menyebut nama Allah. Sebelum memulai sesi menyusui, ibu disunnahkan membaca "Bismillahirrahmanirrahim" dan berdoa agar ASI yang diberikan menjadi berkah, menyehatkan, dan menumbuhkan anak menjadi hamba yang saleh. Ini adalah ritual sederhana namun memiliki dampak spiritual yang mendalam, mengingatkan ibu bahwa ASI adalah karunia ilahi.
Terkadang, kesulitan dalam hidup, termasuk masalah ASI, dapat menjadi pengingat bagi seorang Muslim untuk melakukan muhasabah (introspeksi). Apakah ada hak Allah atau hak sesama yang terabaikan? Melakukan perbaikan diri, menjauhi maksiat, dan memperkuat hubungan vertikal dengan Allah sering kali menjadi kunci pembuka rezeki yang tertutup. Kelancaran ASI adalah rezeki yang terkadang tergantung pada ketaatan hamba.
Selain makanan Sunnah utama, banyak budaya Muslim tradisional menggunakan rempah-rempah dan biji-bijian tertentu yang telah terbukti membantu meningkatkan produksi ASI. Penggunaan rempah ini sejalan dengan prinsip *thayyiban*—memilih yang terbaik dari alam untuk kesehatan.
Berbagai jenis biji-bijian telah diintegrasikan dalam masakan tradisional Islam untuk ibu menyusui:
Seorang ibu menyusui kehilangan banyak kalsium, zat besi, dan vitamin D. Kekurangan nutrisi ini tidak hanya menurunkan kualitas ASI tetapi juga membuat ibu mudah lelah, yang secara otomatis menurunkan hormon produksi ASI. Islam menganjurkan pemeliharaan tubuh yang prima. Pastikan konsumsi sayuran hijau gelap, produk susu yang halal, dan, jika perlu, suplemen zat besi atas saran ahli gizi yang dapat menjaga energi dan vitalitas ibu.
Masa nifas adalah periode pemulihan yang harus ditangani dengan hati-hati. Makanan yang dikonsumsi harus mudah dicerna, bergizi tinggi, dan bersifat menghangatkan. Di banyak tradisi Muslim, sup ayam atau domba yang kaya kaldu dan rempah-rempah sering disajikan untuk mempercepat penyembuhan dan merangsang ASI.
Memperbanyak ASI menurut perspektif Islam adalah perjalanan holistik yang menyatukan tubuh, jiwa, dan iman. Ini adalah perpaduan harmonis antara upaya fisik yang didasarkan pada Sunnah (makanan sehat, istirahat cukup, teknik menyusui yang benar) dan penguatan spiritual yang didasarkan pada Tauhid (doa, dzikir, sabar, dan tawakkal).
Keberhasilan dalam menyusui hingga dua tahun penuh bukan hanya tentang volume ASI, tetapi juga tentang pembentukan karakter ibu dan anak. Ibu yang berjuang menyusui sedang menunaikan amanah terbesar, dan setiap tetes usahanya dicatat sebagai pahala yang besar di sisi Allah SWT.
Ingatlah bahwa setiap ibu memiliki takdir rezeki ASI yang berbeda. Yang terpenting adalah konsistensi dalam melakukan ikhtiar terbaik dengan penuh keikhlasan. Jika semua usaha fisik dan spiritual telah dilakukan dan ASI masih terasa kurang, maka terimalah itu sebagai ketetapan Allah dengan sabar dan lapang dada, tanpa menyalahkan diri sendiri.
Jadikan proses menyusui ini sebagai momen kedekatan spiritual, bukan hanya kedekatan fisik. Dengan mempraktikkan ajaran Islam secara kaffah dalam upaya memperbanyak ASI, seorang ibu tidak hanya memberikan nutrisi terbaik, tetapi juga menanamkan keberkahan dan ketaatan dalam setiap serat kehidupan anaknya.