Gambar 1: Visualisasi bentuk dasar desain rumah pedesaan yang mengutamakan bentuk yang solid dan proporsional.
Desain rumah pedesaan, atau sering disebut sebagai desain *rural* atau *country style*, bukan sekadar gaya arsitektur; ia adalah manifestasi filosofi hidup yang mendamba ketenangan, kedekatan dengan alam, dan penghormatan terhadap tradisi lokal. Di tengah hiruk pikuk modernitas dan perkembangan desain urban yang cenderung futuristik dan minim sentuhan personal, desain rumah pedesaan menawarkan jeda, sebuah tempat berlindung yang jujur, hangat, dan berkelanjutan.
Konsep ini melampaui sekadar penggunaan kayu atau atap pelana. Ia mencakup perencanaan tapak yang cerdas, penggunaan material yang berasal dari sumber lokal, serta tata ruang yang mendorong interaksi keluarga dan komunitas. Rumah pedesaan modern berhasil memadukan kenyamanan teknologi abad ke-21 dengan keaslian material alami yang menenangkan. Tujuan utama dari desain ini adalah menciptakan lingkungan hunian yang terasa organik—seolah-olah rumah itu tumbuh dari tanah tempat ia berdiri, bukan sekadar diletakkan di atasnya.
Perbedaan mendasar antara desain urban dan pedesaan terletak pada prioritasnya. Desain urban seringkali menuntut efisiensi ruang vertikal, mengandalkan material industri (baja, kaca, beton ekspos yang halus), dan cenderung bersifat tertutup dari lingkungan luar (seperti apartemen atau rumah kota dengan pagar tinggi). Sebaliknya, desain pedesaan memprioritaskan ruang horizontal, menggunakan material yang belum diolah secara berlebihan (kayu, batu alam, bambu), dan sangat terbuka terhadap lanskap di sekitarnya. Jendela besar, teras luas, dan hubungan visual yang kuat dengan kebun atau ladang adalah ciri khasnya.
Awalnya, rumah pedesaan dibentuk murni oleh fungsi, iklim, dan ketersediaan material. Di Indonesia, ini menghasilkan rumah panggung untuk menghindari banjir dan binatang buas; di Eropa, menghasilkan pondok batu tebal untuk menahan musim dingin. Kini, desain pedesaan telah berevolusi menjadi gaya yang lebih fleksibel, mencakup estetika *farmhouse*, *rustic*, *shabby chic*, hingga *modern rustic*. Evolusi ini memungkinkan pemilik rumah untuk memilih tingkat formalitas dan sentuhan modern yang mereka inginkan, tanpa kehilangan inti dari kehangatan pedesaan.
Untuk mencapai desain rumah pedesaan yang autentik dan berkesan, terdapat beberapa pilar filosofis yang harus dipegang teguh. Pilar-pilar ini memastikan bahwa desain yang dihasilkan tidak hanya indah, tetapi juga fungsional, etis, dan berkelanjutan.
Rumah pedesaan yang baik selalu bersifat bioklimatik; ia dirancang merespons iklim setempat. Di daerah tropis Indonesia, ini berarti atap yang curam untuk menahan curah hujan tinggi, bukaan yang lebar untuk memaksimalkan ventilasi silang alami, dan orientasi bangunan yang menghindari paparan sinar matahari langsung (barat dan timur) pada area vital.
Prinsip kejujuran material menuntut bahwa material harus ditampilkan sebagaimana adanya, tanpa ditutupi atau disamarkan oleh finishing yang berlebihan. Kayu dibiarkan memperlihatkan seratnya, batu diperlihatkan teksturnya yang kasar, dan bahkan bata ekspos dibiarkan polos tanpa plester. Kejujuran ini memberikan kedalaman karakter dan menceritakan kisah tentang usia serta asal-usul material tersebut. Dalam konteks pedesaan, ini menciptakan suasana yang otentik dan bersahaja.
Arsitektur pedesaan jarang memiliki bentuk yang rumit atau hiasan yang berlebihan. Bentuk bangunan didominasi oleh garis-garis bersih dan bentuk dasar geometris (persegi, persegi panjang, atap pelana sederhana). Fungsionalitas selalu mendahului estetika murni. Setiap elemen—mulai dari teras hingga gudang—harus memiliki tujuan praktis yang jelas, selaras dengan kebutuhan penghuninya yang seringkali terlibat dalam kegiatan agraris atau bercocok tanam.
Pemilihan material adalah kunci utama yang membedakan rumah pedesaan dari gaya lainnya. Material tidak hanya berfungsi sebagai elemen struktural tetapi juga sebagai elemen dekoratif yang menghadirkan tekstur, aroma, dan nuansa alami ke dalam ruangan.
Kayu adalah material esensial. Kehangatannya, kemampuannya menyerap suara, dan pola seratnya yang unik memberikan kedalaman visual yang tak tertandingi. Penggunaannya bisa sangat bervariasi, mulai dari kayu struktural berat (kolom dan balok) hingga kayu daur ulang untuk dinding aksen dan lantai.
Batu alam, baik yang berasal dari sungai, gunung berapi, atau tambang lokal, memberikan kesan abadi dan soliditas. Penggunaannya biasanya terbatas pada fondasi, dinding penahan, atau perapian (fireplace)—meskipun di Indonesia perapian sering digantikan oleh area duduk komunal yang dilapisi batu.
Ketika digunakan pada dinding luar, batu tidak boleh dihaluskan secara berlebihan. Tekstur kasar (seperti batu candi atau andesit yang tidak dipoles) membantu menciptakan kontras visual yang menarik dengan kehalusan elemen kayu atau kain di sekitarnya. Pemasangan batu yang rapi namun tetap menampakkan kekasarannya adalah kunci untuk mencapai estetika *rustic* yang elegan.
Gambar 2: Representasi visual tekstur kasar kayu dan batu alam yang menjadi ciri khas rumah pedesaan.
Penggunaan bata merah ekspos memberikan sentuhan klasik pedesaan yang kental, terutama di Jawa dan Bali. Bata tidak hanya berfungsi sebagai dinding tetapi juga sebagai isolator termal yang efektif, menjaga rumah tetap sejuk di siang hari. Alternatif lain adalah plesteran kasar (stucco atau semen kasar) yang sengaja tidak dihaluskan, menampilkan ketidaksempurnaan alami yang justru disukai dalam gaya pedesaan.
Atap memainkan peran krusial, baik dari segi estetika maupun fungsionalitas bioklimatik.
Eksterior rumah pedesaan dirancang untuk berinteraksi secara mulus dengan lanskap, tidak seperti rumah urban yang seringkali memisahkan diri dari lingkungannya. Ada beberapa elemen desain yang hampir selalu hadir dalam arsitektur pedesaan yang efektif.
Teras adalah elemen terpenting dalam desain pedesaan, berfungsi sebagai zona transisi antara dunia luar dan interior rumah. Teras harus luas, tertutup (dilindungi atap), dan dilengkapi dengan tempat duduk yang nyaman. Di pedesaan tropis, teras sering menjadi ruang tamu kedua, tempat kegiatan sosial informal berlangsung.
Peran teras juga mencakup perlindungan fasad dari hujan lebat dan sinar matahari langsung, berkontribusi pada efisiensi energi secara keseluruhan.
Rumah pedesaan cenderung memiliki massa bangunan yang rendah dan memanjang. Ini membantu rumah "memeluk" tanah, membuatnya terasa lebih stabil dan menyatu dengan lingkungan. Jendela dan pintu harus proporsional dengan skala rumah, tidak terlalu besar (yang bisa merusak insulasi) dan tidak terlalu kecil (yang menghalangi pandangan).
Elemen vertikal seperti cerobong asap (jika ada) atau kolom penopang atap seringkali ditonjolkan dengan material yang lebih berat (batu atau kayu utuh) untuk menambah kesan kokoh.
Atap pelana (*gable roof*) dan atap limasan (*hip roof*) adalah bentuk atap yang paling umum. Atap pelana memberikan kesan klasik dan lebih sederhana, sementara limasan menawarkan perlindungan dari berbagai arah angin dan hujan. Di Indonesia, bentuk limasan (seperti pada arsitektur Jawa) sangat populer karena memungkinkan sirkulasi udara yang baik di bawah plafon tinggi.
Penting untuk memperhatikan overhang atap (tonjolan atap). Overhang yang lebar sangat penting di iklim tropis karena memberikan naungan maksimal, mencegah air hujan mengenai dinding secara langsung, dan melindungi jendela dari panas terik matahari tengah hari.
Interior rumah pedesaan berfokus pada kenyamanan, tekstur, dan penciptaan ruang yang mendorong relaksasi dan kebersamaan. Kebalikan dari minimalis yang steril, desain pedesaan merayakan barang-barang yang memiliki makna dan usia.
Warna didominasi oleh palet alami yang ditemukan di lingkungan sekitar: cokelat tua (kayu), krem, putih pucat (kapur), hijau lumut, dan abu-abu batu. Warna-warna ini memberikan suasana yang tenang dan tidak melelahkan mata. Warna aksen bisa berupa terakota (tanah liat) atau biru tua (indigo) yang biasanya ditemukan pada kain tradisional atau keramik.
Penggunaan warna putih yang bijaksana, terutama pada plafon dan beberapa dinding, dapat mencegah interior kayu yang dominan terasa terlalu gelap atau sempit. Putih membantu memantulkan cahaya alami secara maksimal.
Plafon yang tinggi adalah ciri khas yang memungkinkan udara panas naik, sangat vital untuk kenyamanan termal. Balok struktural yang diekspos (misalnya, balok kayu jati atau balok semen yang dibiarkan kasar) menambah kedalaman visual dan memperkuat nuansa *rustic* serta otentik. Balok-balok ini menceritakan struktur bangunan dan menjadi fokus arsitektural utama di ruang komunal.
Furnitur pedesaan bersifat substansial, kokoh, dan seringkali dibuat secara lokal. Hindari furnitur berlapis krom atau plastik. Pilihan yang tepat meliputi:
Di malam hari, pencahayaan harus meniru kehangatan alami. Hindari lampu fluorescent putih terang. Gunakan lampu pijar (atau LED berwarna hangat) dengan suhu warna sekitar 2700K hingga 3000K.
Pencahayaan berlapis sangat penting: lampu gantung di atas meja makan, lampu lantai untuk membaca, dan lampu dinding yang memberikan aksen lembut pada tekstur material (misalnya, menyorot dinding batu atau serat kayu).
Tata letak rumah pedesaan dirancang untuk mendukung gaya hidup yang seringkali melibatkan lebih banyak kegiatan luar ruangan, memasak dalam jumlah besar, dan interaksi sosial yang intens.
Berbeda dengan rumah urban yang mungkin menyembunyikan dapur, dapur pedesaan adalah pusat aktivitas. Dapur harus besar, fungsional, dan terbuka—seringkali langsung terhubung ke ruang makan dan teras. Di pedesaan tropis, dapur yang terbuka sebagian (*semi-outdoor*) sangat ideal, memungkinkan asap masakan segera hilang dan memanfaatkan udara segar.
Peralatan dapur tidak harus serba canggih, namun haruslah kokoh. Penggunaan *pantry* atau lumbung kecil untuk menyimpan hasil panen atau persediaan makanan adalah praktik umum yang harus diintegrasikan dalam desain.
Konsep ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan yang terbuka (open plan) sangat efektif. Aliran tanpa sekat ini mempromosikan komunikasi dan konektivitas, menghindari perasaan terisolasi. Namun, dalam desain pedesaan, penting untuk menggunakan perbedaan ketinggian lantai atau furnitur (misalnya, karpet besar atau rak buku pemisah) untuk mendefinisikan area tanpa memblokir cahaya atau udara.
Setiap ruang utama harus memiliki pandangan yang jelas dan tidak terhalang ke lanskap. Ini dapat dicapai melalui jendela yang besar, pintu geser kaca, atau penempatan furnitur yang menghadap ke pemandangan terbaik. Tujuannya adalah menghilangkan batasan psikologis antara interior dan eksterior, membawa ketenangan alam ke dalam rumah.
Dalam adaptasi modern, rumah pedesaan seringkali harus mengakomodasi pekerjaan jarak jauh. Ruang kerja harus tenang tetapi idealnya tetap terhubung dengan alam. Sebuah sudut di teras yang ditutup kaca atau sebuah pondok kecil terpisah (studi gazebo) bisa menjadi solusi yang menarik, memastikan pekerjaan tidak mengganggu suasana santai rumah utama.
Desain pedesaan di Indonesia memiliki kekayaan yang unik, memanfaatkan warisan arsitektur tradisional yang telah teruji iklim selama ratusan tahun. Mengintegrasikan elemen lokal tidak hanya menghormati budaya tetapi juga meningkatkan keberlanjutan fungsional.
Rumah panggung, ditemukan di hampir seluruh kepulauan Indonesia (Sunda, Minang, Bugis), adalah solusi arsitektur pedesaan terbaik untuk iklim tropis. Keuntungan utamanya:
Dalam desain modern, konsep panggung dapat diadaptasi dengan fondasi beton yang ditinggikan, bukan tiang kayu, untuk durabilitas yang lebih tinggi.
Gaya atap ini memiliki filosofi yang kuat. Atap Joglo, dengan struktur *tumpang sari* yang rumit, memberikan ruang internal yang megah. Atap Limasan lebih sederhana namun sama-sama efektif dalam iklim tropis. Desain atap ini seringkali dipertahankan, meskipun materialnya diganti dari sirap kayu menjadi genteng modern, demi menjaga estetika lokal.
Ketinggian atap yang dramatis menciptakan *void* besar di bawahnya, ruang yang secara otomatis menjaga suhu internal tetap stabil tanpa bantuan pendingin udara.
Bambu adalah material pedesaan yang paling berkelanjutan di Asia Tenggara. Pertumbuhannya cepat dan kekuatannya, jika diperlakukan dengan benar, setara dengan baja tarik. Bambu dapat digunakan untuk dinding non-struktural, plafon, lantai, atau bahkan seluruh struktur rumah (*bamboo architecture*). Desain bambu yang modern seringkali menunjukkan tekstur yang indah dan ringan, cocok untuk suasana santai pedesaan.
Keberlanjutan dalam desain pedesaan modern melampaui pemilihan material alami; ia mencakup integrasi sistem mandiri yang mengurangi ketergantungan pada infrastruktur publik.
Karena rumah pedesaan seringkali berada jauh dari jaringan listrik utama, integrasi sistem energi terbarukan menjadi logis. Panel surya (Photovoltaic/PV) di atap dapat menyediakan listrik yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Desain harus mengakomodasi penempatan panel agar mendapatkan paparan sinar matahari maksimal tanpa merusak integritas visual atap tradisional.
Sistem pengolahan air abu-abu (*greywater*, dari bak cuci dan kamar mandi) dapat diintegrasikan untuk irigasi kebun atau keperluan non-potable lainnya. Untuk air hitam (*blackwater*, dari toilet), sistem septic tank yang dirancang dengan baik atau sistem biofilter alami (seperti rawa buatan) adalah pilihan yang ramah lingkungan.
Lanskap pedesaan tidak hanya indah; ia harus produktif. Konsep *edible landscape* (lanskap yang dapat dimakan) melibatkan penanaman buah, sayuran, dan rempah di sekitar rumah yang tidak hanya berfungsi sebagai sumber makanan tetapi juga sebagai elemen desain yang menarik secara visual. Pohon peneduh yang besar juga harus dipertimbangkan dalam perencanaan tapak untuk mengurangi panas matahari pada dinding dan atap.
Meskipun desain pedesaan terlihat sederhana, ada beberapa jebakan yang sering membuat hasil akhir terasa palsu atau tidak nyaman di iklim tropis.
Beberapa orang terlalu banyak menggunakan ornamen *rustic* seperti roda gerobak, tanduk, atau aksesoris usang yang berlebihan, sehingga rumah terlihat seperti toko barang antik yang berantakan. Solusinya adalah menerapkan filosofi "kurang lebih": pilih satu atau dua elemen *rustic* yang kuat (misalnya, balok ekspos atau meja makan kayu solid) dan biarkan furnitur lain tetap bersih dan modern untuk keseimbangan. Ini menciptakan gaya *modern rustic* yang lebih elegan.
Mengadopsi tampilan pondok Eropa yang tertutup tanpa menyesuaikannya dengan iklim tropis Indonesia. Dinding batu yang tebal atau jendela kecil tanpa ventilasi silang akan membuat rumah menjadi sangat pengap dan panas. Solusinya adalah memastikan setiap ruangan memiliki minimal dua bukaan di sisi berlawanan (*cross-ventilation*) dan menggunakan jendela tipe jalusi atau krepyak yang memungkinkan udara masuk meskipun saat hujan.
Menggunakan material alami tetapi mengabaikan properti isolasinya. Misalnya, menggunakan atap seng tanpa lapisan insulasi termal di bawahnya. Meskipun materialnya terlihat "pedesaan", fungsinya gagal. Strateginya adalah investasi pada material insulasi yang baik di bawah atap (seperti foil reflektif atau ijuk) dan memastikan lantai rumah panggung memiliki celah udara yang memadai.
Mendesain ruang yang terlalu besar (megah) untuk lingkungan pedesaan, yang membuat rumah terasa asing di sekitarnya. Rumah pedesaan idealnya berskala manusiawi (*human scale*). Jika rumah harus besar, pisahkan menjadi beberapa massa bangunan kecil yang terhubung oleh teras atau lorong, agar rumah tampak seperti sebuah kompleks pedesaan, bukan satu bangunan besar yang mendominasi.
Proses mewujudkan desain rumah pedesaan memerlukan pertimbangan khusus, terutama dalam manajemen proyek dan pengadaan sumber daya.
Sebelum menggambar denah, habiskan waktu di lokasi. Catat pergerakan matahari, arah angin dominan, dan lokasi pohon atau fitur alam yang ada. Rumah harus dirancang untuk memanfaatkan naungan alami dan pandangan terbaik.
Integrasi lanskap dimulai sejak awal. Tentukan di mana *service area* (dapur, laundry) akan berada agar tersembunyi dari pandangan utama, dan di mana area privat (kamar tidur) akan terlindungi dari kebisingan jalan.
Membangun di pedesaan seringkali berarti mengandalkan keterampilan tukang lokal. Tukang lokal memiliki pengetahuan mendalam tentang material dan metode konstruksi tradisional (misalnya, sambungan kayu tanpa paku, penggunaan bambu yang benar). Namun, mereka mungkin kurang familiar dengan standar modern (pipa atau listrik). Solusinya adalah menggunakan kontraktor kota untuk perencanaan teknis dan pengawasan, sementara memberdayakan tukang lokal untuk pengerjaan detail dan penggunaan material tradisional.
Desain pedesaan memungkinkan pengurangan biaya signifikan melalui penggunaan material daur ulang atau bekas.
Detail kecil sangat memengaruhi nuansa pedesaan. Pintu dan jendela harus menggunakan engsel dan pegangan yang kokoh, seringkali dari besi tempa atau kuningan. Hindari *hardware* yang terlalu mengkilap atau modern. Kait jendela tradisional dan kunci pintu yang berat menambahkan sentuhan otentik *handcrafted*.
Gambar 3: Pentingnya orientasi bangunan dan ventilasi silang untuk desain bioklimatik di daerah pedesaan tropis.
Kesempurnaan desain pedesaan terletak pada ketidaksempurnaan. Menguasai bagaimana material terasa dan terlihat saat disentuh adalah elemen krusial yang sering diabaikan.
Dalam desain pedesaan, kayu jarang dicat dengan cat minyak atau dicat duco. Tujuannya adalah membiarkan serat kayu tetap terlihat dan terasa. Pilihan *finishing* terbaik meliputi:
Di area luar ruangan, seperti teras, kayu seringkali dibiarkan tanpa *finishing* sama sekali (jika menggunakan kayu keras seperti ulin) sehingga memungkinkan kayu mengalami proses penuaan alami (patina abu-abu keperakan) yang sangat estetis.
Tekstil adalah cara termudah untuk menambahkan kehangatan dan warna yang sesuai dengan konteks lokal. Di Indonesia, penggunaan kain ikat, songket, atau tenun dalam bentuk sarung bantal, taplak meja, atau karpet adalah cara terbaik untuk memperkenalkan warna-warna aksen yang kaya dan bermakna. Tekstil tebal, seperti wol atau goni (jute), cocok untuk tekstur lantai dan tirai, memberikan rasa bobot dan kenyamanan.
Filosofi Jepang *Wabi-Sabi*—menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan, ketidakabadian, dan ketidaklengkapan—sangat selaras dengan desain pedesaan. Ini berarti menerima bahwa lantai kayu akan tergores, dinding plesteran akan retak halus, dan perabot akan menua. Daripada berusaha mencapai kesempurnaan showroom, desain pedesaan merayakan proses penuaan ini, menjadikannya bagian dari narasi rumah.
Perabotan yang disengaja terlihat usang (*distressed furniture*) atau cat yang sengaja diampelas hingga terlihat lapisan dasarnya adalah aplikasi langsung dari prinsip *Wabi-Sabi*.
Penggunaan keramik tradisional yang tidak dihias secara berlebihan (terakota) untuk lantai, dinding dapur, atau dekorasi menambahkan tekstur tanah yang dibutuhkan. Tembikar yang dibuat tangan (hand-made pottery) sebagai vas, wadah penyimpanan, atau piring di dapur terbuka, memperkuat koneksi ke kerajinan lokal dan material dari bumi.
Desain pedesaan tidak statis. Tren ke depan menunjukkan perpaduan yang semakin erat antara estetika tradisional yang jujur dengan teknologi bangunan canggih untuk efisiensi energi dan kenyamanan.
Gaya *modern rustic* menjadi sangat dominan. Ini dicapai dengan menjaga bentuk bangunan tetap sederhana (garis lurus, tanpa ornamen berlebihan) dan membatasi palet warna menjadi netral (putih, abu-abu, cokelat tua). Sentuhan *rustic* hanya datang dari tekstur: satu dinding batu ekspos, lantai beton yang dipoles, dan balok kayu yang sangat kasar. Perabotan utama cenderung modern, tetapi dilapisi kain alami.
Gaya ini sangat menarik bagi mereka yang ingin menikmati ketenangan pedesaan tanpa meninggalkan kenyamanan dan kejelasan visual dari desain kontemporer.
Meskipun kontradiktif, integrasi teknologi rumah pintar (smart home) adalah tren yang berkembang. Termostat pintar (untuk sistem pemanas/pendingin yang digunakan minimal), kontrol pencahayaan otomatis, dan sistem keamanan tersembunyi dapat bekerja di balik dinding kayu atau batu tanpa merusak estetika. Kunci suksesnya adalah menyembunyikan teknologi tersebut; kabel harus tersembunyi, dan perangkat harus minimalis.
Merespons kebutuhan akan rumah yang lebih efisien dan terjangkau, konsep *tiny farmhouse* atau rumah kecil pedesaan menjadi populer. Rumah ini memaksimalkan setiap inci ruang dengan desain multifungsi (misalnya, tempat tidur Murphy, meja lipat) sambil mempertahankan semua elemen estetika pedesaan: teras kecil, atap pelana, dan dominasi kayu alami. Desain ini sangat cocok untuk hunian liburan atau sebagai rumah pensiun yang sederhana.
Di masa depan, setiap desain pedesaan harus melalui audit material untuk memastikan rantai pasok yang etis dan berkelanjutan. Audit energi pasif (misalnya, simulasi aliran udara dan panas) akan menjadi standar untuk menjamin bahwa rumah benar-benar bekerja secara bioklimatik, bukan hanya terlihat natural.
Inilah yang membedakan desain pedesaan yang jujur dari imitasi belaka: dedikasi terhadap performa termal dan keberlanjutan, seiring dengan keindahan visual yang membumi.
Desain rumah pedesaan adalah sebuah undangan untuk kembali ke akar, untuk merayakan kejujuran material, dan untuk hidup selaras dengan ritme alam. Ia menolak kepura-puraan yang sering terjadi pada arsitektur instan, memilih kehangatan yang mendalam dan karakter yang terbentuk dari waktu ke waktu.
Baik Anda membangun rumah baru dari nol di tengah sawah atau hanya mengadaptasi sebuah rumah tua di pinggiran kota dengan elemen *rustic*, fokusnya harus selalu pada menciptakan ruang yang jujur, fungsional, dan memberikan ketenangan batin. Rumah pedesaan adalah pengingat bahwa keindahan sejati seringkali ditemukan dalam kesederhanaan, dalam ketidaksempurnaan, dan dalam koneksi tak terputus antara hunian kita dengan bumi yang menjadi tempat berpijak.
Harmoni dengan alam, keberlanjutan yang terintegrasi, dan kehangatan tradisional adalah resep abadi untuk menciptakan hunian yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menyehatkan jiwa.