Kitab Habakuk, salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama, menawarkan sebuah narasi yang mendalam tentang perjuangan iman seorang nabi di tengah ketidakadilan dan kekacauan yang melanda bangsanya. Habakuk, sang nabi, tidak hanya menjadi penyampai pesan dari Tuhan, tetapi juga seorang teolog yang bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai keadilan ilahi dan kedaulatan Allah di tengah penderitaan.
Pembukaan kitab ini disajikan dalam bentuk dialog antara Habakuk dan Tuhan. Habakuk menyaksikan berbagai kejahatan dan penindasan yang merajalela di Yehuda. Ia melihat kekerasan, ketidakadilan, dan hukum yang tumpul. Dalam keputusasaan, ia berseru kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, ya TUHAN, aku berseru, tetapi tidak Kaudengarkan? Aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kauselamatkan." (Habakuk 1:2).
Pertanyaan Habakuk ini bukan sekadar keluhan biasa. Ia mencerminkan pergulatan teologis yang universal: bagaimana Allah yang Maha Kuasa dan Maha Adil dapat membiarkan kejahatan berlangsung begitu lama? Mengapa kejahatan orang fasik semakin jaya, sementara orang benar menderita? Ketidakpahaman ini menjadi titik tolak perjalanan spiritual Habakuk, memaksanya untuk mencari jawaban langsung dari sumbernya.
Jawaban Tuhan datang dalam bentuk yang mengejutkan dan menantang. Tuhan menyatakan bahwa Ia akan membangkitkan bangsa Kasdim (Babilonia) untuk menghukum Yehuda. Bangsa Kasdim digambarkan sebagai bangsa yang kejam, ganas, dan haus akan kekuasaan. Habakuk terkejut mendengar bahwa Tuhan akan menggunakan bangsa yang lebih jahat untuk menghukum umat-Nya sendiri. Ia bertanya lagi, "Mengapa Engkau membiarkan orang-orang curang itu berhasil? Mengapa Engkau diam saja, ketika orang fasik menelan orang yang lebih benar dari mereka?" (Habakuk 1:13).
Meskipun sulit dipahami, Habakuk belajar bahwa rencana Allah melampaui pemahaman manusia. Ia sadar bahwa Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, termasuk penggunaan bangsa-bangsa asing sebagai alat dalam rencana-Nya. Ini mengajarkan sebuah kebenaran penting: bahwa Allah tidak hanya menghukum kejahatan, tetapi juga memiliki tujuan yang lebih besar, bahkan ketika metode-Nya tampak membingungkan.
Bagian paling terkenal dari Kitab Habakuk terletak pada pasal 2. Setelah mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritisnya dan menerima jawaban yang menantang, Habakuk memutuskan untuk menunggu dan mengamati. Ia mengambil posisi yang teguh di menara jaga rohaninya, menunggu respons ilahi. Di sinilah wahyu kunci muncul, sebuah ayat yang akan memiliki resonansi luar biasa sepanjang sejarah teologi Kristen:
"Sesungguhnya, orang yang sombong tidak berhasil. Tetapi orang benar akan hidup oleh kesetiaannya." (Habakuk 2:4)
Ayat ini, yang kemudian dikutip berkali-kali dalam Perjanjian Baru (Roma 1:17, Galatia 3:11, Ibrani 10:38), menjadi fondasi ajaran tentang keselamatan melalui iman. Habakuk diajarkan bahwa dalam menghadapi ketidakpastian, krisis, dan ketidakadilan, kunci untuk bertahan adalah dengan hidup dalam kesetiaan dan kepercayaan kepada Allah, meskipun segala sesuatu di sekeliling tampak suram. Keadilan ilahi akan datang, dan orang benar akan teguh dalam iman mereka sampai saatnya tiba.
Bagian terakhir kitab ini adalah sebuah doa pujian yang luar biasa. Meskipun bencana akan segera datang dan situasi tampak mengerikan, Habakuk memproklamasikan imannya yang teguh kepada Allah. Ia mengingat perbuatan-perbuatan Allah di masa lalu, kuasa-Nya yang besar, dan kasih setia-Nya. Ia tidak hanya mengeluhkan penderitaan, tetapi juga memuji Allah bahkan dalam masa sulit.
Doa ini menekankan transformasi Habakuk dari keraguan menjadi keyakinan yang mendalam. Ia belajar untuk tidak hanya berseru, tetapi juga untuk percaya dan memuji. Perjalanannya menunjukkan bahwa iman bukanlah ketiadaan keraguan, melainkan kepercayaan yang terus tumbuh bahkan ketika kita tidak memahami segalanya. Ia mengakui bahwa meskipun pohon ara tidak berbunga, tidak ada buah di pohon anggur, hasil pekerjaan mengecewakan, dan ternak hilang, ia tetap akan bersukacita dalam TUHAN dan bergembira dalam Allah yang menyelamatkannya (Habakuk 3:17-18).
Kitab Habakuk tetap relevan hingga kini. Ia berbicara kepada setiap individu yang bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan tentang penderitaan, keadilan, dan peran Allah di dunia yang seringkali tampak kacau. Pesan Habakuk tentang pentingnya mempertanyakan, menunggu dengan sabar, dan akhirnya hidup oleh iman menjadi sumber kekuatan dan penghiburan. Ia mengajarkan bahwa di tengah badai kehidupan, iman yang teguh kepada Allah yang berdaulat adalah jangkar yang dapat diandalkan.