Atmosfer Bumi, selimut gas yang vital bagi kehidupan, bukanlah struktur homogen. Ia tersusun atas serangkaian lapisan yang sangat dinamis, masing-masing dicirikan oleh komposisi kimia, kepadatan, dan yang paling penting, profil temperatur vertikalnya. Klasifikasi lapisan atmosfer berdasarkan kriteria suhu menawarkan pemahaman fundamental mengenai bagaimana energi Matahari diserap, didistribusikan, dan dipancarkan kembali, menentukan dinamika cuaca, iklim, dan interaksi Bumi dengan ruang angkasa.
Perubahan suhu seiring ketinggian adalah parameter kunci yang membagi atmosfer menjadi lima lapisan utama: Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Termosfer, dan Eksosfer. Transisi termal yang khas ini dikendalikan oleh proses fisika spesifik—mulai dari konveksi di lapisan bawah hingga interaksi fotokimia radiasi energi tinggi di lapisan atas—yang secara kolektif membentuk mesin iklim planet kita.
Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan Bumi, membentang dari permukaan laut hingga ketinggian rata-rata sekitar 8 hingga 15 kilometer. Batas atasnya bervariasi; lebih tebal di atas ekuator (sekitar 18 km) karena pemanasan intensif dan lebih tipis di kutub (sekitar 8 km).
Secara termal, Troposfer dicirikan oleh penurunan suhu yang hampir seragam seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dikenal sebagai Laju Penurunan Lingkungan (Environmental Lapse Rate—ELR). Rata-rata global ELR adalah sekitar 6,5°C per kilometer. Penurunan suhu ini terjadi karena Troposfer dipanaskan secara dominan dari bawah, yaitu oleh radiasi gelombang panjang (inframerah) yang dipancarkan dari permukaan Bumi yang telah menyerap energi Matahari.
Proses pemanasan ini melibatkan mekanisme konveksi dan adveksi. Udara hangat di permukaan cenderung naik (konveksi), mendingin saat mengembang secara adiabatik karena tekanan yang lebih rendah di ketinggian. Pendinginan adiabatik ini adalah mekanisme kunci yang memastikan suhu terus menurun hingga mencapai batas atas lapisan, Tropopause. Jika udara jenuh air (basah), laju penurunan suhu sedikit lebih lambat (Laju Penurunan Adiabatik Basah) dibandingkan dengan udara kering (Laju Penurunan Adiabatik Kering).
Lapisan ini mengandung hampir 75% dari total massa gas atmosfer dan hampir seluruh uap air (sekitar 99%). Kandungan uap air inilah yang mendominasi seluruh aktivitas cuaca dan iklim, termasuk pembentukan awan, presipitasi, badai, dan sirkulasi jet stream. Uap air dan karbon dioksida bertindak sebagai gas rumah kaca utama dalam lapisan ini, menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah, menjaga suhu permukaan Bumi tetap hangat—sebuah proses esensial yang memungkinkan adanya air cair dan kehidupan.
Dinamika sirkulasi di Troposfer sangat kompleks, didorong oleh ketidakseimbangan energi antara ekuator dan kutub, menghasilkan sel-sel sirkulasi global (Sel Hadley, Sel Ferrel, dan Sel Polar). Pergerakan massa udara vertikal yang kuat, yang merupakan ciri khas lapisan ini, berfungsi mendistribusikan energi termal secara lateral maupun vertikal, mempengaruhi pola tekanan atmosfer dan kecepatan angin.
Batas antara Troposfer dan lapisan di atasnya, Stratosfer, disebut Tropopause. Di Tropopause, laju penurunan suhu vertikal tiba-tiba melambat atau bahkan berhenti, menandakan dimulainya inversi suhu. Secara termal, Tropopause adalah wilayah terdingin di atmosfer bawah, dengan suhu berkisar antara -50°C hingga -80°C, bergantung pada lintang geografis dan musim. Stabilitas termal di Tropopause bertindak sebagai "tutup" (lid) yang efektif, mencegah konveksi skala besar (seperti awan kumulonimbus) menembus lapisan di atasnya, sehingga memisahkan sistem cuaca Troposfer dari Stratosfer yang jauh lebih tenang.
Meluas dari Tropopause (sekitar 10–15 km) hingga Stratopause (sekitar 50 km), Stratosfer menunjukkan profil suhu yang secara drastis berbeda dari Troposfer. Di lapisan ini, terjadi inversi suhu yang jelas: suhu meningkat seiring dengan peningkatan ketinggian.
Peningkatan suhu vertikal ini disebabkan oleh keberadaan Lapisan Ozon (O₃), yang terkonsentrasi di Stratosfer tengah hingga atas, terutama pada ketinggian 20–30 km. Molekul ozon memiliki kemampuan unik untuk menyerap radiasi ultraviolet (UV) energi tinggi (terutama UV-B dan UV-C) dari Matahari.
Proses penyerapan ini adalah proses fotokimia, di mana energi radiasi dikonversi menjadi energi termal. Semakin tinggi di Stratosfer, semakin tinggi konsentrasi radiasi UV yang tersedia untuk diserap, meskipun konsentrasi gas ozonnya mungkin sedikit lebih rendah daripada puncak Lapisan Ozon. Oleh karena itu, suhu tertinggi di Stratosfer ditemukan di puncaknya, dekat Stratopause, mencapai sekitar 0°C (sekitar 273 K). Perlu dicatat bahwa meskipun suhunya "hangat" (dibandingkan dengan Mesosfer), kepadatannya sangat rendah.
Karena suhunya meningkat seiring ketinggian, Stratosfer secara termal sangat stabil. Udara dingin berada di bawah udara hangat, yang menghambat pergerakan vertikal dan konveksi. Inilah sebabnya mengapa Stratosfer dikenal sebagai lapisan yang tenang; tidak ada turbulensi atau badai cuaca yang signifikan. Penerbangan komersial jarak jauh sering memilih untuk terbang di Stratosfer bawah untuk menghindari turbulensi Troposfer.
Sirkulasi Stratosfer didominasi oleh pergerakan horizontal dan vortisitas polar. Salah satu fenomena penting adalah sirkulasi Dobson–Brewer, sebuah pergerakan lambat yang mengangkat udara dari Troposfer tropis, membawanya ke kutub, dan menurunkannya kembali di lintang tinggi. Sirkulasi ini bertanggung jawab mendistribusikan ozon dari daerah tropis ke kutub.
Stratopause, pada ketinggian sekitar 50 km, menandai titik maksimum suhu dalam Stratosfer dan batas antara Stratosfer yang hangat dengan Mesosfer yang dingin di atasnya. Di sini, penyerapan radiasi UV oleh ozon mencapai puncaknya, menghasilkan suhu rata-rata yang mendekati titik beku air (sekitar 0°C). Kestabilan termal di titik ini sangat tinggi, berfungsi sebagai penghalang energi radiatif dan mencegah transfer panas vertikal skala besar dari Mesosfer ke Stratosfer.
Mesosfer, yang membentang dari Stratopause (50 km) hingga Mesopause (sekitar 85–90 km), sering disebut sebagai "lapisan tengah" atmosfer. Ini adalah wilayah atmosfer yang paling sedikit dipahami secara langsung karena terlalu tinggi bagi pesawat atau balon cuaca, namun terlalu rendah bagi orbit satelit.
Karakteristik termal utama Mesosfer adalah penurunan suhu yang sangat tajam seiring peningkatan ketinggian. Penyebab penurunan ini adalah dua kali lipat:
Akibatnya, udara di Mesosfer kehilangan panas melalui radiasi ke ruang angkasa, tetapi tidak ada sumber pemanasan internal yang signifikan. Suhu mencapai titik minimum atmosfer di batas atas lapisan ini, Mesopause.
Mesopause, pada ketinggian sekitar 85–90 km, adalah batas termal terdingin dari seluruh atmosfer Bumi yang dapat diukur. Suhu di Mesopause dapat turun hingga serendah -100°C (-148°F) hingga -140°C, terutama di wilayah kutub selama musim panas. Suhu ekstrem ini memungkinkan fenomena unik: pembentukan awan noktilusen (Noctilucent Clouds—NLCs).
Awan noktilusen adalah awan tertinggi di atmosfer, terdiri dari kristal es mikroskopis yang terbentuk ketika uap air dari lapisan bawah berdifusi naik dan bertemu dengan suhu Mesopause yang sangat dingin. Mereka hanya terlihat saat senja, diterangi oleh Matahari yang berada di bawah cakrawala.
Meskipun kepadatannya sangat rendah, Mesosfer cukup padat untuk menciptakan gesekan yang signifikan. Hampir semua meteoroid (batu-batu kecil dari ruang angkasa) yang memasuki atmosfer Bumi mulai terbakar dan terdisintegrasi di lapisan ini akibat pemanasan gesekan. Jejak cahaya yang kita lihat sebagai bintang jatuh sebenarnya adalah fenomena pembakaran di Mesosfer.
Aeronomi Mesosfer juga melibatkan gelombang gravitasi atmosfer, yang membawa energi dan momentum ke atas dari lapisan bawah. Gelombang ini pecah di Mesosfer, menghasilkan turbulensi dan pergerakan gas yang memengaruhi sirkulasi Mesosfer dan Termosfer di atasnya.
Termosfer, yang berarti "lapisan panas," membentang dari Mesopause (sekitar 85 km) hingga batas yang tidak jelas, biasanya dianggap sekitar 500–1000 km, di mana ia bertransisi ke Eksosfer. Lapisan ini dicirikan oleh kenaikan suhu vertikal yang luar biasa dan dramatis.
Peningkatan suhu di Termosfer adalah hasil langsung dari penyerapan radiasi Matahari berenergi sangat tinggi, terutama sinar-X dan radiasi ultraviolet ekstrem (EUV), oleh atom oksigen (O) dan molekul nitrogen (N₂). Radiasi ini menyebabkan fotoionisasi dan fotodisosiasi gas, proses yang mengubah energi radiasi menjadi energi kinetik partikel.
Suhu di Termosfer dapat mencapai 500°C hingga 2000°C atau lebih, sangat tergantung pada aktivitas Matahari. Namun, penting untuk membedakan antara suhu kinetik (kecepatan pergerakan partikel) dan suhu termodinamika yang kita rasakan. Karena kepadatan gas di Termosfer sangat rendah, meskipun setiap molekul bergerak sangat cepat (suhu tinggi), jumlah total energi panas yang dapat ditransfer ke objek (seperti astronot) sangat kecil. Sentuhan di Termosfer terasa dingin, bukan panas, karena tidak ada cukup molekul untuk melakukan konduksi panas secara efektif.
Sebagian besar Termosfer tumpang tindih dengan Ionosfer, sebuah sub-lapisan fungsional yang didefinisikan berdasarkan tingkat ionisasi. Ionosfer terbagi menjadi beberapa wilayah (D, E, F1, F2), yang dibentuk oleh pemisahan elektron dari atom netral akibat radiasi Matahari berenergi tinggi.
Kepadatan ion dan elektron di Ionosfer sangat fluktuatif, dipengaruhi oleh siklus harian dan aktivitas Matahari (badai Matahari dapat menyebabkannya mengembang dan menyusut), yang secara langsung memengaruhi sistem komunikasi global, termasuk GPS.
Termosfer adalah rumah bagi fenomena Aurora Borealis (Utara) dan Australis (Selatan). Aurora terjadi ketika partikel bermuatan (elektron dan proton) dari angin Matahari, yang terperangkap oleh medan magnet Bumi, bertabrakan dengan atom oksigen dan nitrogen di Termosfer atas. Tabrakan ini merangsang atom, yang kemudian melepaskan energi sebagai cahaya tampak. Warna yang dihasilkan bergantung pada jenis atom dan ketinggian tabrakan—misalnya, oksigen sering menghasilkan warna merah dan hijau, sementara nitrogen menghasilkan warna biru atau ungu.
Kepadatan yang sangat rendah dan suhu yang tinggi memungkinkan satelit orbit rendah Bumi (Low Earth Orbit—LEO), termasuk Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), untuk mengorbit di Termosfer, meskipun mereka masih mengalami sedikit gaya hambat atmosfer (drag).
Eksosfer adalah lapisan terluar atmosfer Bumi, yang merupakan zona transisi antara Termosfer dan vakum ruang angkasa. Batas bawah Eksosfer adalah Exobase (atau Thermopause), yang terletak pada ketinggian sekitar 500 hingga 1000 km, tergantung pada definisi dan kondisi termal Matahari. Secara definisi, Exobase adalah ketinggian di mana atom dan molekul yang bergerak bebas memiliki probabilitas yang sama untuk bertabrakan dengan atom lain atau melarikan diri ke ruang angkasa.
Di Eksosfer, kepadatan gas sangat ekstrem, mendekati vakum. Molekul-molekul gas bergerak mengikuti jalur balistik dan tidak lagi berperilaku sebagai fluida. Proses utama yang terjadi di sini adalah difusi: gas ringan seperti hidrogen dan helium berdifusi ke atas, menjauhi tarikan gravitasi Bumi.
Suhu di Eksosfer dianggap hampir sama dengan Termosfer atas, tetapi konsep suhu menjadi hampir tidak relevan karena partikel sangat jarang dan jarang bertabrakan. Energi kinetik partikel sangat tinggi, memungkinkan beberapa atom, terutama hidrogen yang ringan, mencapai kecepatan pelarian (escape velocity) dan hilang secara permanen ke ruang antariksa.
Fenomena yang terkait dengan Eksosfer adalah Geocorona, yaitu awan hidrogen netral yang sangat besar dan lemah bercahaya yang mengelilingi Bumi. Geocorona dapat memanjang hingga puluhan ribu kilometer, bahkan melebihi orbit Bulan. Cahaya ini terlihat dalam panjang gelombang ultraviolet ekstrem (Lyman-alpha) dan merupakan manifestasi visual dari atom-atom yang bergerak bebas di batas atmosfer.
Eksosfer menandai akhir dari atmosfer Bumi. Di luar Eksosfer, lingkungan didominasi oleh Medan Magnet Bumi (Magnetosfer), yang melindungi Bumi dari badai Matahari dan radiasi kosmik, tetapi secara teknis, bukan lagi bagian dari lapisan termal atmosfer gas.
Pemahaman mendalam tentang atmosfer memerlukan analisis mekanisme spesifik yang mendorong perubahan suhu yang tiba-tiba di setiap batas (pause).
Pengaturan suhu di setiap lapisan atmosfer dikontrol oleh keseimbangan energi radiatif. Di lapisan bawah (Troposfer), panas dikendalikan oleh radiasi gelombang panjang dari Bumi dan konveksi. Di Stratosfer, panas dikendalikan oleh penyerapan UV oleh Ozon. Di Mesosfer, pendinginan radiatif oleh karbon dioksida ke ruang angkasa menjadi sangat dominan. Sementara di Termosfer, pemanasan oleh radiasi EUV dan sinar-X adalah kunci.
Proses pendinginan yang efisien di Mesosfer terutama dilakukan oleh emisi inframerah 15µm dari molekul CO₂. Meskipun konsentrasi CO₂ sangat rendah di Mesosfer, mekanisme tumbukan antar molekul di sana menyebabkan transfer energi termal ke CO₂, yang kemudian dengan efisien memancarkan energi ke ruang angkasa. Efek pendinginan ini adalah faktor utama mengapa Mesopause bisa menjadi sangat dingin.
Transfer energi antara lapisan tidak hanya terjadi melalui radiasi. Mekanisme dinamis, seperti gelombang gravitasi dan gelombang planet, juga memainkan peran penting. Gelombang gravitasi dihasilkan di Troposfer (misalnya, saat udara mengalir melewati pegunungan) dan membawa energi dan momentum ke atas. Ketika gelombang ini mencapai Mesosfer yang lebih tipis, mereka pecah seperti gelombang laut di pantai. Pemecahan ini menciptakan turbulensi yang signifikan dan secara efektif mengaduk atmosfer, serta menghasilkan pemanasan residu di Stratosfer dan pendinginan di Mesosfer.
Interaksi antara dinamika gelombang ini dan sirkulasi termal adalah elemen kunci dalam memahami variasi suhu regional dan musiman di atmosfer tengah, terutama di kutub di mana terjadi pemanasan stratosfer tiba-tiba (Sudden Stratospheric Warming—SSW).
Lapisan atmosfer atas (Termosfer dan Eksosfer) sangat sensitif terhadap siklus dan aktivitas Matahari. Selama periode aktivitas Matahari maksimum (solar max), peningkatan emisi sinar-X dan EUV menyebabkan peningkatan dramatis dalam penyerapan energi di Termosfer. Ini menyebabkan Termosfer "mengembang" (memuai), meningkatkan kepadatan atmosfer di ketinggian orbit LEO, yang pada gilirannya meningkatkan gaya hambat (drag) pada satelit dan puing-puing ruang angkasa. Pemahaman tentang dinamika termal Termosfer sangat penting untuk manajemen orbit satelit.
Perlu ditekankan bahwa klasifikasi termal ini tidak sama dengan klasifikasi berdasarkan komposisi (Homosfer dan Heterosfer) atau ionisasi (Ionosfer dan Magnetosfer), meskipun mereka tumpang tindih. Lapisan Troposfer hingga Mesosfer (Homosfer) memiliki komposisi gas yang relatif konstan. Di atas Mesopause, di wilayah Termosfer dan Eksosfer (Heterosfer), difusi molekul mendominasi, menyebabkan pemisahan gravitasi gas; gas yang lebih berat tenggelam dan gas yang lebih ringan (H dan He) mendominasi di ketinggian tertinggi. Perubahan komposisi ini secara inheren memengaruhi bagaimana energi Matahari diserap, yang kemudian menentukan profil suhu Termosfer yang tinggi.