Keberhasilan menyusui sangat bergantung pada nutrisi dan keseimbangan hormon ibu.
Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi paling sempurna bagi bayi, terutama pada enam bulan pertama kehidupan. Produksi ASI yang optimal adalah kunci keberhasilan menyusui eksklusif. Meskipun sebagian besar ibu mampu memproduksi ASI dalam jumlah yang memadai, beberapa faktor—terutama yang berkaitan dengan asupan makanan, minuman, dan gaya hidup—dapat secara signifikan mengganggu keseimbangan hormonal yang mengatur laktasi, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan suplai ASI.
Istilah yang digunakan untuk zat atau makanan yang mampu menurunkan produksi ASI adalah anti-galaktogogus. Pemahaman mengenai zat-zat ini sangat penting agar ibu dapat mengambil keputusan diet yang tepat, meminimalkan risiko, dan menjaga kelancaran perjalanan menyusui.
Produksi ASI dikontrol oleh sistem hormon yang kompleks. Gangguan pada sistem ini, baik melalui pengaruh zat kimia dari luar maupun melalui stres fisik atau diet ekstrem, adalah akar dari masalah suplai yang berkurang. Dua hormon utama yang terlibat adalah Prolaktin dan Oksitosin.
Prolaktin bertanggung jawab atas pembuatan ASI di dalam kelenjar payudara. Semakin sering payudara dikosongkan (melalui isapan bayi atau pompa), semakin tinggi kadar Prolaktin yang dilepaskan, memberikan sinyal pada tubuh untuk memproduksi lebih banyak susu. Zat anti-galaktogogus sering kali bekerja dengan menekan pelepasan Prolaktin atau menghalangi reseptornya di payudara.
Oksitosin bertanggung jawab untuk refleks pengeluaran ASI (LDR atau Let-Down Reflex), yaitu kontraksi otot-otot kecil di sekitar alveoli (tempat ASI diproduksi) yang mendorong susu keluar melalui saluran. Gangguan pada Oksitosin sering kali disebabkan oleh stres, kecemasan, atau zat seperti alkohol dan kafein dosis tinggi, membuat bayi sulit mendapatkan susu meskipun produksi sebenarnya cukup.
Makanan dapat memengaruhi suplai ASI melalui tiga cara utama:
Sektor herbal adalah sumber anti-galaktogogus yang paling sering dibicarakan. Meskipun banyak herbal digunakan untuk meningkatkan ASI (galaktogogus), beberapa lainnya secara tradisional digunakan untuk mengeringkan atau mengurangi susu, terutama saat proses penyapihan. Ibu menyusui harus sangat berhati-hati terhadap asupan herbal dalam dosis tinggi, bahkan jika digunakan dalam bentuk teh atau suplemen kesehatan.
Sage, atau daun Salbei, adalah herbal yang paling sering dikaitkan dengan penurunan suplai ASI. Ia telah digunakan secara historis untuk membantu mengeringkan susu pada ibu yang memilih untuk tidak menyusui atau pada akhir periode menyusui.
Mekanisme pastinya tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diyakini Sage bekerja karena kandungan minyak volatilnya, termasuk thujone. Thujone memiliki sifat neurotoksik dalam dosis tinggi dan diperkirakan dapat menghambat reseptor Prolaktin atau mengganggu sinyal saraf yang dibutuhkan untuk produksi susu. Meskipun jumlah kecil Sage dalam masakan (seperti bumbu) mungkin aman, mengonsumsi teh Sage kental atau suplemen yang mengandung Sage sangat dilarang bagi ibu yang ingin menjaga suplai ASI mereka.
Meskipun Peppermint sering dianggap aman dan menyegarkan, minyak esensial yang sangat terkonsentrasi di dalamnya, terutama mentol, telah dilaporkan oleh banyak konsultan laktasi dapat menurunkan suplai. Efek ini tampaknya terkait dengan dosis.
Konsumsi Peppermint dalam jumlah kecil (misalnya, permen karet mint atau pasta gigi rasa mint) umumnya tidak masalah. Namun, jika ibu minum teh Peppermint yang sangat kuat secara teratur atau menggunakan minyak esensial Peppermint secara topikal di dada, konsentrasi mentol yang masuk ke dalam sistem dapat memicu penurunan suplai, terutama pada ibu yang sudah memiliki suplai ASI marginal. Ibu disarankan untuk membatasi konsumsi teh herbal yang didominasi Peppermint.
Parsley adalah diuretik alami yang kuat. Sama seperti Sage, Parsley juga secara tradisional digunakan untuk mengeringkan ASI, terutama dalam dosis besar.
Parsley mengandung zat kimia yang merangsang ginjal untuk membuang kelebihan cairan dan garam dari tubuh, meningkatkan volume urin. Ketika ibu menyusui mengalami peningkatan pengeluaran cairan (diuresis) tanpa penggantian hidrasi yang memadai, volume plasma darah dan cairan yang tersedia untuk produksi susu dapat berkurang drastis, menyebabkan penurunan suplai. Penggunaan Parsley sebagai bumbu dalam porsi normal umumnya aman, tetapi jus Parsley atau konsumsi dalam bentuk suplemen harus dihindari.
Sama seperti herbal di atas, Oregano dan Thyme, ketika dikonsumsi dalam bentuk teh herbal atau minyak esensial, dapat memiliki sifat anti-laktogenik. Meskipun penggunaannya dalam masakan Italia atau bumbu kering dianggap aman, ibu yang sedang berusaha membangun atau mempertahankan suplai yang stabil sebaiknya menghindari suplemen herbal yang mengandung konsentrasi tinggi dari rempah-rempah ini, karena potensi mereka mengganggu hormon laktasi.
Konsultasikan penggunaan herbal dalam dosis besar dengan konsultan laktasi atau ahli kesehatan.
Zat-zat stimulatif dan adiktif memiliki efek ganda: mereka tidak hanya memengaruhi ibu secara fisiologis (menyebabkan dehidrasi atau stres), tetapi juga dapat mengganggu jadwal menyusui secara tidak langsung.
Kafein, dalam jumlah moderat (sekitar 200-300 mg per hari, setara dengan 2-3 cangkir kopi), umumnya dianggap aman dan tidak memengaruhi suplai ASI secara langsung. Namun, konsumsi kafein berlebihan (lebih dari 500-750 mg) dapat menimbulkan masalah suplai ASI melalui beberapa jalur.
Kafein adalah diuretik yang dikenal. Konsumsi dalam jumlah besar meningkatkan frekuensi buang air kecil. Mengingat bahwa produksi ASI membutuhkan sejumlah besar cairan tubuh, dehidrasi akibat diuresis berlebihan dapat secara fisik mengurangi volume total ASI yang diproduksi.
Kafein dosis tinggi dapat memperburuk kecemasan dan mengganggu kualitas tidur ibu. Kurang tidur kronis dan stres adalah faktor non-makanan utama yang menekan produksi Oksitosin dan Prolaktin, yang pada akhirnya menurunkan suplai. Ibu menyusui sangat membutuhkan istirahat untuk menjaga keseimbangan hormon.
Meskipun ini tidak secara langsung mengurangi suplai, kafein dapat masuk ke ASI. Jika bayi mengonsumsi terlalu banyak kafein, ia bisa menjadi rewel, gelisah, dan sulit tidur. Bayi yang sering rewel dan kurang tidur mungkin menunjukkan pola menyusu yang tidak efektif atau kurang sering, yang secara tidak langsung menurunkan sinyal permintaan (supply and demand), yang selanjutnya menurunkan produksi ASI.
Alkohol adalah zat anti-galaktogogus yang telah dipelajari secara ekstensif. Meskipun ada mitos lama bahwa bir atau alkohol dapat meningkatkan ASI, penelitian modern menunjukkan sebaliknya.
Alkohol mengganggu pelepasan Oksitosin. Studi menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi alkohol memiliki refleks pengeluaran ASI yang tertunda atau terhambat. Bayi mungkin menghisap, tetapi aliran susu melambat atau terhenti, menyebabkan bayi frustrasi dan mungkin menolak menyusu. Karena pengeluaran ASI yang tidak efektif, payudara tidak dikosongkan dengan baik, dan tubuh mendapat sinyal untuk mengurangi produksi.
Bayi yang menyusu setelah ibu mengonsumsi alkohol mungkin hanya mengonsumsi 20% lebih sedikit susu dalam sesi tersebut dibandingkan biasanya. Penurunan asupan ini mengurangi permintaan payudara, menyebabkan penurunan suplai dalam jangka panjang.
Merokok atau penggunaan produk nikotin secara drastis dapat memengaruhi laktasi. Nikotin dikenal dapat menurunkan kadar Prolaktin dalam darah. Ibu yang merokok cenderung memiliki kadar Prolaktin lebih rendah, yang berhubungan langsung dengan penurunan volume total ASI yang diproduksi setiap hari. Selain itu, merokok juga dapat memengaruhi bau dan rasa ASI, yang kadang-kadang menyebabkan penolakan menyusu oleh bayi.
Laktasi adalah proses yang sangat intensif energi. Tubuh ibu menyusui membutuhkan rata-rata tambahan 400 hingga 500 kalori per hari di atas kebutuhan normal pra-kehamilan untuk memproduksi ASI secara efisien. Diet yang terlalu ketat atau defisit kalori yang ekstrem adalah salah satu penyebab utama penurunan suplai ASI non-patologis.
Ketika seorang ibu menyusui mencoba menurunkan berat badan dengan sangat cepat (sering disebut 'crash diet') dan membatasi asupan kalori di bawah 1500-1800 kalori per hari, tubuh akan merespons dengan memprioritaskan fungsi vital lainnya di atas laktasi. Tubuh menganggap produksi ASI sebagai fungsi sekunder dalam kondisi kelaparan, dan energi yang tersedia untuk sel-sel penghasil susu (laktosit) akan berkurang.
Konsensus medis menyarankan ibu menyusui menargetkan penurunan berat badan yang lambat, sekitar 0,5 hingga 1 kg per bulan, yang dapat dicapai tanpa mengorbankan nutrisi atau suplai ASI. Diet yang memungkinkan defisit kalori ringan (tetapi tidak ekstrem) dapat dilakukan dengan aman, asalkan asupan nutrisi makro dan mikro terpenuhi.
Meskipun diet rendah karbohidrat bisa efektif untuk penurunan berat badan, diet ini harus dilakukan dengan hati-hati saat menyusui. Karbohidrat adalah sumber energi utama tubuh, dan kurangnya karbohidrat dapat menyebabkan penumpukan keton yang berlebihan (ketosis). Meskipun ketosis ringan tidak selalu mengurangi suplai ASI secara langsung, beberapa ibu melaporkan penurunan suplai yang signifikan ketika mereka memasuki tingkat ketosis yang dalam.
Selain itu, diet yang sangat ketat sering kali sulit dipertahankan dan dapat menyebabkan dehidrasi awal (karena karbohidrat mengikat air), yang kembali memengaruhi volume ASI.
Lemak adalah komponen penting dari ASI. Diet yang terlalu rendah lemak—bahkan jika kalori totalnya cukup—dapat memengaruhi kualitas, meskipun mungkin tidak selalu memengaruhi kuantitas. ASI yang kaya nutrisi membutuhkan asam lemak esensial, seperti DHA dan EPA, yang harus didapatkan dari diet ibu (misalnya, dari ikan berlemak, biji-bijian, dan alpukat). Pembatasan lemak yang berlebihan dapat mengubah komposisi lemak dalam ASI, membuat bayi merasa kurang kenyang, sehingga meningkatkan frekuensi menyusu yang tidak efektif.
Bukan hanya kekurangan nutrisi yang dapat merusak suplai, tetapi juga kualitas dari makanan yang dikonsumsi.
Makanan tinggi garam (seperti makanan cepat saji, makanan ringan kemasan, dan makanan kaleng) menyebabkan retensi air dalam tubuh, yang secara paradoks dapat memicu mekanisme dehidrasi intraseluler. Selain itu, asupan natrium yang sangat tinggi dapat mengganggu keseimbangan elektrolit. Keseimbangan elektrolit yang buruk dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur volume cairan yang digunakan untuk laktasi.
Meskipun pemanis buatan seperti aspartam dan sukralosa umumnya dianggap aman untuk ibu menyusui, beberapa ibu melaporkan bahwa konsumsi minuman atau makanan yang sangat bergantung pada pemanis buatan (seperti minuman diet) dapat memperburuk hidrasi atau menyebabkan respons metabolisme yang tidak optimal. Dalam beberapa kasus, minuman diet menggantikan asupan air murni, yang merupakan sumber hidrasi terbaik untuk laktasi.
Beberapa literatur menyarankan bahwa konsumsi alergen umum (seperti produk susu sapi, kedelai, atau gandum) secara berlebihan oleh ibu dapat menyebabkan reaksi pada bayi. Meskipun ini tidak mengurangi suplai secara langsung, jika bayi sangat rewel, kolik, atau mengalami reaksi gastrointestinal terhadap komponen ASI, ia mungkin menolak menyusu atau menyusu dengan tidak efektif. Penolakan menyusu ini pada akhirnya menurunkan permintaan payudara dan, akibatnya, suplai ASI.
Banyak ibu merasa cemas karena mitos diet yang tidak berdasar. Memisahkan fakta dari fiksi sangat penting untuk memastikan ibu makan dengan santai dan cukup.
Fakta: Makanan pedas hampir selalu aman untuk ibu menyusui. Molekul rasa pedas (kapsaisin) hanya masuk ke ASI dalam jumlah yang sangat kecil dan biasanya tidak cukup untuk menyebabkan ketidaknyamanan pada bayi. Budaya di seluruh dunia, yang dikenal dengan makanan pedas, telah berhasil menyusui selama berabad-abad. Kekhawatiran bahwa makanan pedas menyebabkan penurunan suplai adalah mitos.
Fakta: Jeruk, tomat, dan buah-buahan asam lainnya juga aman. Makanan ini kaya akan vitamin C dan sangat bermanfaat. Meskipun beberapa ibu mungkin memperhatikan bahwa bayi mereka menjadi sedikit rewel setelah ibu mengonsumsi banyak jeruk, ini lebih sering disebabkan oleh gas daripada oleh penurunan suplai. Tidak ada bukti bahwa makanan asam dapat "merusak" ASI atau mengurangi produksinya.
Fakta: Ada mitos bahwa sayuran seperti kubis, brokoli, atau kembang kol harus dihindari karena menyebabkan gas pada bayi. Meskipun sayuran ini dapat menyebabkan gas pada ibu, molekul gas tidak masuk ke ASI dan tidak memengaruhi bayi. Kecuali kubis digunakan secara topikal (sebagai kompres dingin untuk membantu mengurangi bengkak payudara), konsumsi normal sayuran ini tidak memengaruhi suplai.
Seringkali, ketika ibu mencurigai adanya masalah makanan, penyebab sebenarnya adalah faktor non-diet. Penting untuk mengevaluasi faktor gaya hidup ini secara bersamaan, karena dampaknya jauh lebih besar daripada sebagian besar anti-galaktogogus diet.
Stres fisik maupun emosional adalah penghambat Oksitosin yang paling kuat. Ketika ibu cemas atau tegang, tubuh melepaskan adrenalin (epinefrin) dan kortisol. Hormon stres ini secara langsung menghambat pelepasan Oksitosin, mencegah refleks let-down yang efektif. Jika susu tidak dikeluarkan dengan baik, payudara tidak dikosongkan, yang menipu tubuh untuk berpikir bahwa ASI tidak dibutuhkan, sehingga suplai berkurang. Manajemen stres (seperti istirahat yang cukup, bantuan, dan meditasi singkat) adalah galaktogogus yang sangat efektif.
Air adalah komponen utama ASI. Ibu menyusui membutuhkan setidaknya 8 hingga 12 gelas air per hari, dan mungkin lebih saat cuaca panas atau setelah berolahraga. Dehidrasi akut (misalnya, karena sakit, muntah, atau lupa minum) dapat menyebabkan penurunan suplai dalam hitungan jam.
Salah satu penyebab penurunan suplai yang paling umum namun sering terlewatkan adalah penggunaan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen. Estrogen diketahui menekan Prolaktin dan dapat secara signifikan mengurangi suplai ASI. Kontrasepsi yang mengandung estrogen sebaiknya dihindari selama enam minggu pertama postpartum, dan bagi banyak ibu, harus dihindari sepenuhnya selama mereka berjuang untuk mempertahankan suplai. Pilihan yang lebih aman adalah kontrasepsi yang hanya mengandung progestin (seperti suntikan depo atau pil mini).
Jika bayi memiliki pelekatan (latch) yang buruk, atau jika ibu membatasi frekuensi atau durasi menyusu, payudara tidak mendapatkan sinyal yang cukup kuat untuk mempertahankan suplai yang tinggi. Tidak ada diet yang bisa mengatasi suplai yang buruk jika mekanisme 'permintaan dan suplai' tidak berjalan dengan baik. Menyusui sering (minimal 8-12 kali dalam 24 jam) dan memastikan pengosongan payudara adalah prasyarat utama sebelum menyalahkan makanan.
Untuk melengkapi pemahaman, penting untuk menganalisis beberapa bahan pangan yang sering disalahpahami dalam konteks laktasi, dan bagaimana dosis dapat mengubah efeknya.
Beras ragi merah sering digunakan sebagai suplemen alami untuk menurunkan kolesterol. Namun, zat aktif di dalamnya, monacolin K, memiliki struktur yang mirip dengan lovastatin, obat penurun kolesterol resep. Karena obat statin umumnya dikontraindikasikan selama menyusui (kekhawatiran tentang efek pada bayi dan potensi untuk menghambat metabolisme lemak yang diperlukan untuk ASI), beras ragi merah juga harus dihindari sepenuhnya. Meskipun tidak secara langsung anti-galaktogogus, penggunaan obat atau suplemen yang dapat memengaruhi metabolisme lipid harus dipertimbangkan sebagai faktor risiko.
Minyak ikan kod adalah sumber vitamin A dan D yang baik. Namun, Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Konsumsi dosis sangat tinggi secara teratur dapat menyebabkan hipervitaminosis A, yang dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Meskipun asupan vitamin A tidak secara langsung mengurangi suplai, memaksakan suplemen dosis tinggi dapat mengganggu keseimbangan nutrisi keseluruhan yang dibutuhkan untuk produksi susu sehat. Selalu utamakan sumber makanan alami dan multivitamin prenatal standar, daripada suplemen dosis ekstrem.
Teh hijau mengandung kafein dan katekin. Sama seperti kopi, kafein dapat menyebabkan dehidrasi jika dikonsumsi berlebihan. Lebih lanjut, beberapa penelitian menunjukkan bahwa katekin dalam teh hijau dapat mengganggu penyerapan zat besi. Defisiensi zat besi pada ibu menyusui (anemia) sering kali dikaitkan dengan kelelahan yang ekstrem, yang secara tidak langsung menekan produksi ASI karena kelelahan kronis mengganggu ritme hormonal yang dibutuhkan.
Jika ibu curiga bahwa suplai ASI-nya berkurang karena makanan atau gaya hidup, ada langkah-langkah proaktif yang dapat diambil untuk membalikkan kondisi tersebut tanpa panik.
Jika Anda mengonsumsi herbal diuretik atau kafein dosis tinggi, segera tingkatkan asupan air, kaldu, dan minuman elektrolit non-gula. Pastikan urin Anda berwarna kuning pucat. Hidrasi adalah perbaikan tercepat untuk penurunan suplai yang disebabkan oleh dehidrasi.
Jika Anda mencurigai herbal tertentu (seperti Sage atau Peppermint) sebagai penyebab, eliminasi total zat tersebut selama minimal 72 jam. Amati respons payudara dan perilaku bayi. Jika suplai mulai meningkat, Anda telah mengidentifikasi pelakunya. Hindari mencoba mengeliminasi terlalu banyak hal sekaligus, karena ini dapat menyebabkan stres yang tidak perlu.
Imbangi potensi efek negatif dengan fokus pada makanan yang dikenal dapat mendukung produksi ASI (galaktogogus):
Lakukan pijat payudara dan kompres hangat sebelum menyusui. Lakukan sesi memompa ekstra setelah atau di antara sesi menyusu (power pumping) untuk meningkatkan sinyal permintaan Prolaktin. Ingat, payudara bekerja berdasarkan sistem permintaan dan penawaran; semakin sering ASI dikeluarkan, semakin banyak yang akan diproduksi.
Meskipun ada daftar makanan dan zat yang dapat memengaruhi suplai ASI, penting untuk diingat bahwa kebanyakan kasus penurunan suplai disebabkan oleh faktor hormonal (kontrasepsi, stres) atau mekanis (pola menyusu yang tidak efektif), bukan sekadar seporsi kecil bumbu dapur.
Ibu menyusui harus selalu mengutamakan diet seimbang, kaya nutrisi, dan cukup kalori. Rasa takut berlebihan terhadap setiap jenis makanan dapat menyebabkan stres yang justru lebih merugikan daripada makanan itu sendiri.
Jika Anda mengalami penurunan suplai ASI yang signifikan atau berkelanjutan, jangan tunda untuk mencari bantuan profesional. Konsultan laktasi bersertifikat (IBCLC) dapat mengevaluasi penyebab sebenarnya, yang mungkin melibatkan pelekatan bayi, masalah medis yang mendasari, atau interaksi obat/suplemen yang kompleks, memberikan solusi yang terpersonalisasi dan berbasis bukti.
Jaga asupan cairan Anda tetap tinggi untuk mendukung volume ASI.
Untuk memperdalam pemahaman tentang bagaimana zat anti-galaktogogus bekerja, kita perlu melihat lebih jauh ke tingkat seluler dan interaksi endokrin. Ini membantu ibu membedakan antara mitos sepele dan risiko nyata.
Thujone, senyawa utama yang ditemukan dalam minyak esensial Sage, tidak hanya diduga mengganggu Prolaktin, tetapi juga merupakan antagonis GABA (Gamma-Aminobutyric Acid). GABA adalah neurotransmitter penghambat utama dalam sistem saraf pusat. Gangguan terhadap sistem GABA dapat menyebabkan efek stimulasi saraf berlebihan dan dalam dosis tinggi, bahkan kejang. Laktasi, seperti tidur, sangat bergantung pada ritme hormonal yang tenang dan teratur. Setiap zat yang mengganggu homeostasis saraf, seperti Thujone dosis tinggi, secara tidak langsung dapat menekan pelepasan Oksitosin dan Prolaktin yang membutuhkan suasana tenang untuk dilepaskan secara optimal. Oleh karena itu, Sage dianggap sangat berisiko bukan hanya karena efeknya pada payudara, tetapi juga karena efeknya yang luas pada sistem endokrin yang sensitif selama laktasi.
Penting untuk ditekankan bahwa jumlah Sage yang digunakan untuk membumbui ayam panggang adalah sangat kecil, biasanya kurang dari satu gram daun kering. Dosis ini jauh berbeda dengan mengonsumsi tiga cangkir teh Sage kental setiap hari. Efek anti-galaktogogus hanya terlihat ketika herbal tersebut dikonsumsi dalam dosis terapeutik, yaitu dosis yang dimaksudkan untuk menghasilkan efek farmakologis pada tubuh.
Ibu yang menyusui sering mengalami 'haus kronis' karena kebutuhan cairan yang tinggi. Ketika seorang ibu mengganti air dengan kopi atau minuman energi (yang mengandung kafein tinggi), efeknya menjadi sinergis (berlipat ganda).
Produksi ASI melibatkan proses osmotik dan transport aktif. Komponen-komponen utama ASI, termasuk laktosa dan garam (natrium, kalium), dipindahkan dari darah ibu ke dalam ASI. Keseimbangan natrium dan kalium dalam darah ibu harus dipertahankan. Konsumsi natrium yang sangat tinggi (misalnya, dari makanan olahan yang berlebihan) dapat mengganggu gradien osmotik ini. Meskipun ASI memiliki kemampuan buffer yang luar biasa, gangguan elektrolit pada tubuh ibu—yang diperburuk oleh diuretik seperti kafein atau Parsley—membuat produksi volume yang stabil menjadi tantangan fisiologis yang lebih besar.
Ibu yang menjalani diet ketat seperti veganisme atau vegetarianisme masih dapat menyusui dengan sukses, namun mereka harus sangat waspada terhadap nutrisi yang sering terlewatkan, yang kekurangan zatnya dapat secara tidak langsung mengurangi kualitas dan kuantitas ASI.
Zat besi seringkali lebih sulit diserap dari sumber nabati (besi non-heme). Anemia defisiensi besi sangat umum terjadi pada ibu postpartum karena kehilangan darah saat melahirkan. Anemia menyebabkan kelelahan yang parah. Kelelahan ini mengurangi kemampuan ibu untuk merawat diri, mengganggu pola tidur, dan yang paling penting, mengurangi frekuensi dan efektivitas menyusui (ibu mungkin terlalu lelah untuk memompa atau menawarkan payudara). Oleh karena itu, defisiensi zat besi adalah penyebab tidak langsung yang kuat dari kegagalan laktasi.
Vitamin B12 hanya ditemukan secara alami dalam produk hewani. Ibu vegan harus mengonsumsi suplemen B12. Kekurangan B12 pada ibu tidak hanya memengaruhi kesehatan ibu, tetapi juga kesehatan bayi yang menyusu. Meskipun B12 mungkin tidak memengaruhi kuantitas ASI, kualitas nutrisinya sangat penting. Selain itu, defisiensi B12 pada ibu dapat menyebabkan depresi dan kelelahan, yang kembali menekan fungsi hormonal laktasi.
Latihan fisik adalah bagian penting dari pemulihan postpartum, tetapi olahraga berat dapat menjadi anti-galaktogogus tidak langsung jika tidak dikelola dengan baik.
Latihan intensif (seperti lari jarak jauh atau HIIT) menyebabkan ibu kehilangan cairan tubuh dalam jumlah besar melalui keringat. Jika cairan ini tidak segera diganti, penurunan volume darah dan dehidrasi dapat terjadi, yang langsung memengaruhi suplai ASI. Ibu yang berolahraga keras harus meningkatkan asupan cairan jauh di atas kebutuhan normal, seringkali hingga 1,5 liter ekstra per jam latihan.
Selama latihan anaerobik (latihan intensitas tinggi), tubuh memproduksi asam laktat. Asam laktat dapat menumpuk sementara dalam ASI, membuat rasa susu sedikit lebih asam. Meskipun ini tidak mengurangi suplai, beberapa bayi mungkin menolak menyusu segera setelah sesi latihan yang sangat intensif. Solusinya adalah menyusui atau memompa sebelum berolahraga, atau mandi dan memerah sedikit susu setelah berolahraga sebelum menawarkan payudara.
Jika seorang ibu menghabiskan terlalu banyak kalori melalui latihan (misalnya, membakar 500-800 kalori tambahan per hari) tanpa meningkatkan asupan makanan yang sesuai, ia menciptakan defisit energi yang sama dengan 'crash diet'. Tubuh merespons dengan mengurangi produksi ASI untuk menghemat energi. Keseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi sangat penting untuk laktasi yang berhasil.
Selain makanan dan minuman sehari-hari, suplemen yang tidak diresepkan oleh dokter harus ditinjau ulang karena berpotensi mengandung zat anti-galaktogogus yang tersembunyi.
Suplemen penurun berat badan sering mengandung stimulan tinggi (seperti ekstrak efedrin atau yohimbine), diuretik (seperti dandelion atau bearberry), atau penekan nafsu makan. Zat-zat ini sangat dilarang selama menyusui karena risiko yang parah pada bayi dan efek anti-galaktogogus yang kuat (dehidrasi, stimulasi hormonal yang mengganggu Prolaktin).
Penggunaan minyak esensial, terutama yang mengandung mentol (Peppermint) atau zat anti-laktasi lainnya (seperti Eucalyptus atau Sage), harus dihindari di area dada, terutama jika digunakan dalam dosis tinggi atau tanpa pengenceran. Zat ini dapat diserap melalui kulit dan berpotensi memengaruhi suplai.
Teh detoks sering mengandung diuretik dan laksatif yang kuat (misalnya Senna atau Dandelion dosis tinggi). Zat-zat ini menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit secara cepat, menimbulkan risiko dehidrasi yang sangat tinggi, yang merupakan anti-galaktogogus cepat dan efektif.
Untuk memastikan produksi ASI yang maksimal dan stabil, ibu menyusui harus selalu mengutamakan hierarki kebutuhan berikut, karena makanan anti-galaktogogus hanya memainkan peran minor jika faktor utama sudah dioptimalkan:
Memahami bahwa makanan yang menyebabkan ASI berkurang sebagian besar berada di bawah kategori 'dosis tinggi' atau 'penggunaan terapi' daripada 'penggunaan kuliner' dapat membantu ibu menjalani masa menyusui dengan lebih tenang dan percaya diri, memastikan nutrisi terbaik bagi buah hati mereka.