Kisah Nuh merupakan salah satu narasi paling terkenal dan penting dalam Alkitab, yang diceritakan secara detail dalam Kitab Kejadian. Cerita ini menggambarkan bagaimana Tuhan memutuskan untuk menghancurkan dunia yang penuh kejahatan dengan air bah besar, namun memilih satu orang saleh bernama Nuh dan keluarganya untuk diselamatkan.
Pada zaman Nuh, Alkitab menggambarkan bahwa umat manusia telah jatuh ke dalam kerusakan moral yang luar biasa. Kejahatan merajalela, dan kekerasan memenuhi bumi. Tuhan melihat hal ini dan menyesal bahwa Ia telah menciptakan manusia. Namun, di tengah kegelapan itu, Nuh ditemukan sebagai orang yang berkenan di mata Tuhan, seorang pria yang benar dan tanpa cacat di antara generasinya, yang berjalan bersama Tuhan.
Karena murka-Nya atas kejahatan manusia, Tuhan mengumumkan niat-Nya untuk mendatangkan air bah yang akan melenyapkan segala sesuatu yang bernyawa dari muka bumi. Namun, sebelum menghancurkan, Tuhan memberikan peringatan dan perintah kepada Nuh. Ia memerintahkan Nuh untuk membuat sebuah bahtera yang sangat besar. Spesifikasi bahtera tersebut diberikan secara rinci: panjang 300 hasta, lebar 50 hasta, dan tinggi 30 hasta. Bahtera itu harus dibuat dari kayu damar, dilapisi ter di dalam dan di luar, serta memiliki tiga tingkat dengan kamar-kamar di dalamnya.
Nuh melakukan persis seperti yang diperintahkan Tuhan. Ia bekerja keras selama bertahun-tahun untuk membangun bahtera raksasa tersebut. Selama proses pembangunan, Nuh juga diperintahkan untuk mengumpulkan berbagai jenis hewan. Tuhan berfirman bahwa Nuh harus membawa masuk ke dalam bahtera delapan orang dari keluarganya: dirinya sendiri, istrinya, ketiga putranya (Sem, Ham, dan Yafet), serta menantu perempuan mereka. Selain itu, Nuh juga diperintahkan untuk membawa masuk sepasang dari setiap jenis binatang, jantan dan betinanya, agar kehidupan di bumi dapat dilestarikan.
Untuk binatang yang haram, Nuh diperintahkan membawa tujuh pasang, sementara untuk binatang yang halal, satu pasang. Ia juga harus membawa semua jenis makanan yang dapat dimakan untuk dirinya, keluarganya, dan semua hewan di dalam bahtera. Ini menunjukkan betapa besar skala proyek penyelamatan ini.
Ketika bahtera itu selesai dibangun dan semua makhluk telah masuk, Tuhan menutup pintu bahtera. Kemudian, air bah itu datang. Alkitab menggambarkan bahwa "sumber-sumber air yang samudera raya terbuka dan tingkap-tingkap langit terbuka." Hujan turun dengan dahsyat selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Air terus naik hingga menutupi gunung-gunung tertinggi sekalipun. Segala sesuatu yang bernyawa di luar bahtera mati. Air bah itu bertahan selama seratus lima puluh hari, dan kapal bahtera itu mengapung di atas air.
Di dalam bahtera, Nuh, keluarganya, dan semua hewan berada dalam perlindungan Tuhan. Setelah seratus lima puluh hari berlalu, Tuhan teringat akan Nuh dan semua makhluk hidup bersamanya. Tuhan mendatangkan angin ke atas bumi, dan air mulai surut. Bahtera itu akhirnya beristirahat di atas pegunungan Ararat.
Nuh terus menunggu hingga air benar-benar surut. Ia mengirim burung gagak dan merpati keluar dari bahtera untuk memeriksa kondisi daratan. Akhirnya, setelah lebih dari setahun berada di dalam bahtera, Tuhan memerintahkan Nuh dan keluarganya untuk keluar bersama semua hewan. Saat mereka keluar, Nuh mendirikan mezbah dan mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan sebagai ucapan syukur.
Tuhan kemudian membuat perjanjian dengan Nuh dan seluruh makhluk hidup. Sebagai tanda perjanjian itu, Tuhan menetapkan pelangi sebagai janji-Nya bahwa Ia tidak akan lagi memusnahkan seluruh bumi dengan air bah. Kisah Nuh tidak hanya menceritakan peristiwa dahsyat, tetapi juga tentang kesetiaan, ketaatan, dan janji penebusan ilahi. Cerita ini menjadi dasar teologis yang penting dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam, mengajarkan tentang keadilan Tuhan, belas kasih-Nya, dan harapan bagi umat manusia.