Bayangkan tekstur khasnya...
Bagi generasi yang tumbuh besar di era 90-an, alat tulis bukan sekadar fungsi, melainkan bagian integral dari identitas sekolah. Di antara pensil kayu berujung runcing dan buku tulis bersampul karton, ada satu benda yang memiliki kekuatan magis: penghapus jaman 90an. Benda ini jauh lebih dari sekadar karet penolak grafit; ia adalah simbol kesempatan kedua di atas lembar ujian.
Kita berbicara tentang penghapus yang seringkali memiliki tekstur agak kasar, berwarna putih susu, merah muda pucat, atau bahkan biru terang. Penghapus ini datang dalam berbagai bentuk, dari persegi panjang klasik hingga kreasi unik berbentuk buah-buahan atau karakter kartun yang seringkali terlalu sayang untuk digunakan karena takut cepat habis.
Ada beberapa ciri yang langsung membedakan penghapus dekade itu dari produk modern yang lebih lembut dan bebas debu. Pertama, bau. Penghapus jaman itu seringkali meninggalkan aroma khas karet sintetis yang samar-samar tercium saat buku dibuka. Bau ini langsung membangkitkan ingatan akan aroma tumpukan buku pelajaran di dalam tas ransel.
Kedua, tekstur dan residu. Menggunakan penghapus ini memerlukan teknik. Jika dilakukan terlalu cepat atau terlalu keras, ia akan meninggalkan remah-remah karet yang berserakan di atas kertas, seringkali menyerupai serpihan putih yang harus ditiup hati-hati agar tidak mengotori tulisan di sebelahnya. Jika penggesekan dilakukan salah, bukannya terhapus, tinta pensil justru melebar atau kertasnya malah mengkerut dan robek. Momen ini seringkali menimbulkan kepanikan sesaat sebelum ulangan.
Penghapus ikonik lainnya adalah yang memiliki dua sisi. Sisi putih biasanya untuk menghapus grafit (pensil), sementara sisi merah atau biru konon dirancang untuk menghapus tinta pulpen. Meskipun klaim sisi merah/biru itu seringkali mitos belaka—karena nyatanya ia hanya akan merobek kertas jika digunakan pada tinta—banyak dari kita yang tetap mencobanya dengan penuh harapan di bawah tekanan waktu.
Di lingkungan sekolah dasar dan menengah pertama, penghapus juga bisa menjadi alat tukar atau koleksi. Penghapus kecil berbentuk makanan ringan, miniatur alat tulis, atau bahkan yang memiliki potongan-potongan kecil glitter di dalamnya, sangat dicari. Meminjamkan penghapus kepada teman sebangku seolah memberikan kepercayaan besar. Jika penghapus itu hilang atau rusak, rasa bersalah yang menyertainya bisa bertahan hingga sore hari.
Era 90-an adalah masa di mana kesempurnaan tulisan sangat dijunjung tinggi. Setiap coretan yang salah harus dihilangkan secara "bersih" agar guru tidak memberikan nilai kurang karena kerapian. Penghapus yang baik adalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam perjuangan mencapai nilai A.
Seiring berjalannya waktu, teknologi material membuat penghapus menjadi lebih efektif, lebih lembut, dan menghasilkan debu yang minim. Penghapus modern memang unggul dalam performa. Namun, mereka kehilangan aura ritual yang melekat pada penghapus jaman 90an.
Kini, saat kita melihat kembali foto-foto lama atau mendengar istilah "penghapus karet," ingatan itu kembali menyeruak: sensasi memegang kotak pensil usang, bau buku baru, dan ketenangan sesaat saat berhasil menaklukkan kesalahan ketik dengan sepotong karet ajaib. Penghapus jaman 90an mengajarkan kita bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar, asalkan kita memiliki alat yang tepat untuk membersihkannya dan memulai kembali.