Simbol QS An Nisa ayat 159
Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Ayat 159 dari surah ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa dan sering menjadi topik kajian mendalam di kalangan umat Islam. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang hukum atau kisah, tetapi lebih jauh lagi menyentuh aspek spiritualitas, keimanan, dan pemahaman terhadap posisi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Memahami QS An Nisa 159 adalah langkah penting untuk memperdalam keyakinan dan memperbaiki interaksi kita dengan ajaran Islam.
Mari kita selami terjemahan dari ayat ini, yang seringkali menjadi titik awal perenungan.
وَاِنَّ مِنۡ اَهۡلِ الۡكِتٰبِ مَنۡ يُّؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَيۡكُمۡ وَمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَيۡهِمۡ خٰشِعِيۡنَ لِلّٰهِ ۙ لَا يَشۡتَرُوۡا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيۡلًا ؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ اَجۡرُهُمۡ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيۡعُ الۡحِسَابِ
"Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu sekalian dan apa yang diturunkan kepada mereka, sedang mereka berendah hati kepada Allah. Mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Maha Cepat perhitungan-Nya."
Inti dari QS An Nisa 159 terletak pada pengakuan terhadap keberadaan orang-orang dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang memiliki keimanan tulus. Ayat ini secara spesifik menyebutkan tiga hal yang mereka imani: pertama, keimanan kepada Allah SWT; kedua, keimanan terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur'an); dan ketiga, keimanan terhadap apa yang diturunkan kepada diri mereka sendiri (kitab-kitab suci terdahulu seperti Taurat dan Injil).
Ciri khas mereka adalah sikap "berendah hati kepada Allah" (khāshi‘īn lillāh). Ini menunjukkan ketundukan dan kekhusyukan dalam beribadah dan beriman, bukan karena paksaan atau mencari keuntungan duniawi. Mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Frasa ini mengindikasikan bahwa mereka tidak tergoda oleh godaan duniawi, seperti kekuasaan, harta, atau kedudukan, yang dapat membuat mereka menyimpang dari kebenaran atau mengubah ajaran agama.
Ayat ini memberikan kabar gembira bagi orang-orang beriman dari kalangan Ahli Kitab ini. Disebutkan bahwa mereka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Hal ini menekankan bahwa rahmat dan balasan Allah tidak terbatas pada golongan tertentu, melainkan berdasarkan keimanan yang tulus dan amal perbuatan yang saleh. Kecepatan Allah dalam perhitungan (sarī‘ al-ḥisāb) mengingatkan kita akan kedekatan Hari Kiamat dan perlunya kita senantiasa mempersiapkan diri.
Para mufasir menjelaskan bahwa ayat ini turun sebagai respons terhadap adanya sebagian umat Yahudi dan Nasrani yang menolak kebenaran Islam dan Nabi Muhammad SAW, meskipun mereka mengetahui kebenaran dari kitab-kitab mereka sendiri. Namun, ayat ini juga menyoroti bahwa ada pula dari kalangan mereka yang tetap teguh pada kebenaran, beriman kepada Allah, dan menerima wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu penafsiran penting dari ayat ini adalah tentang bagaimana Islam memandang umat beragama lain. Al-Qur'an tidak menutup pintu rahmat bagi mereka yang beriman kepada Allah sesuai dengan fitrahnya dan kemudian menerima kebenaran yang dibawa oleh Rasul terakhir. Keimanan yang diterima oleh Allah adalah keimanan yang murni, tidak dicampuradukkan dengan syirik, dan dibarengi dengan ketundukan serta tidak terpengaruh oleh materi.
Sikap "tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit" bisa dimaknai dalam berbagai bentuk. Bisa jadi itu adalah menolak suap agar tidak mengakui kebenaran Islam, atau menolak mengubah ajaran agama demi keuntungan pribadi. Di era modern, makna ini bisa diperluas, misalnya, tidak menggadaikan prinsip-prinsip agama demi popularitas, jabatan, atau keuntungan finansial semata.
QS An Nisa 159 mengajarkan beberapa pelajaran penting bagi umat Islam:
Memahami QS An Nisa 159 lebih dari sekadar membaca teks. Ini adalah undangan untuk merenungkan kedalaman rahmat Allah, pentingnya keikhlasan dalam beribadah, dan komitmen untuk senantiasa berada di jalan kebenaran, terlepas dari segala bentuk godaan duniawi. Ayat ini memberikan perspektif yang luas tentang keadilan ilahi dan bagaimana Allah menilai hamba-Nya berdasarkan ketulusan hati dan ketaatan pada ajaran-Nya.