Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Surah ini banyak membahas tentang hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita, anak yatim, serta berbagai aspek muamalah dalam masyarakat. Di tengah pembahasan mengenai hak dan kewajiban, terdapat sebuah ayat yang sangat penting, yaitu QS An Nisa ayat 21. Ayat ini memberikan petunjuk yang tegas mengenai bagaimana seharusnya seseorang bersikap terhadap istrinya, terutama dalam konteks perpisahan atau perceraian.
Ayat ini seringkali dirujuk dalam pembahasan fiqh munakahat (hukum pernikahan) dan menjadi dasar penting dalam memahami etika rumah tangga. Memahami QS An Nisa ayat 21 bukan hanya sekadar membaca terjemahannya, tetapi juga mendalami makna di baliknya agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, demi terciptanya hubungan yang harmonis dan penuh tanggung jawab.
Berikut adalah teks Arab dari QS An Nisa ayat 21 beserta terjemahannya:
QS An Nisa ayat 21 ini berbicara tentang larangan untuk mengambil kembali pemberian yang telah diberikan kepada istri, terutama mahar (maskawin) atau pemberian lainnya, ketika terjadi perceraian, kecuali ada sebab yang dibenarkan syariat. Kata "أخذونه" (mengambilnya kembali) merujuk pada tindakan mengambil kembali harta yang telah diberikan kepada istri, seperti mahar, nafkah, atau hadiah lainnya.
Frasa "وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ" (padahal sebagian kamu telah berjima' dengan sebagian yang lain sebagai suami istri) menekankan bahwa hubungan pernikahan sudah terjalin erat, melibatkan keintiman fisik dan batin. Hubungan ini adalah bukti dari adanya kesepakatan dan ikatan yang suci. Ketika ikatan itu telah terbentuk, dan keintiman telah terjadi, maka tindakan mengambil kembali pemberian menjadi tidak pantas dan melanggar hak istri.
Selanjutnya, ayat ini menegaskan dengan adanya "وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا" (dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat dari kamu). Perjanjian yang kuat di sini adalah akad nikah itu sendiri. Akad nikah adalah sebuah perjanjian yang sangat mulia dan mengikat, yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban timbal balik antara suami dan istri. Perjanjian ini disaksikan oleh Allah dan manusia, serta menjadi dasar legalitas hubungan suami istri. Dengan adanya perjanjian yang kuat ini, suami dilarang keras untuk berlaku dzalim, termasuk mengambil kembali apa yang telah menjadi hak istri secara sah.
QS An Nisa ayat 21 memberikan pelajaran berharga bagi setiap pasangan. Pertama, ayat ini mengajarkan tentang pentingnya menghargai hak-hak istri. Harta yang telah diberikan kepada istri, seperti mahar, adalah hak mutlaknya yang tidak boleh diganggu gugat kecuali dalam kondisi tertentu yang diizinkan syariat (misalnya, jika istri yang mengajukan cerai dan ada kesepakatan untuk mengembalikan mahar).
Kedua, ayat ini menyoroti kesakralan ikatan pernikahan. Pernikahan bukan sekadar kontrak sosial, melainkan sebuah perjanjian ilahi yang penuh berkah dan tanggung jawab. Keintiman dan kedekatan yang terjalin dalam pernikahan seharusnya dijaga dan dihargai, bukan dijadikan alasan untuk berbuat semena-mena.
Ketiga, ayat ini menjadi pengingat bagi para suami untuk senantiasa bersikap adil dan bertanggung jawab. Mengambil kembali pemberian dari istri setelah terjadi hubungan intim dan ikatan pernikahan yang kuat adalah bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap amanah. Hal ini dapat merusak keharmonisan rumah tangga dan menimbulkan luka batin yang mendalam.
Oleh karena itu, memahami dan mengamalkan ajaran dari QS An Nisa ayat 21 adalah kunci untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sikap menghargai, adil, dan bertanggung jawab akan menciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan keberkahan.
QS An Nisa ayat 21 adalah permata petunjuk dari Allah SWT yang mengatur hubungan suami istri dengan adab dan etika yang mulia. Dengan memahami makna mendalam di baliknya, kita dapat mengaplikasikan ajaran ini dalam kehidupan nyata, menjaga amanah pernikahan, dan membangun keluarga yang kokoh berdasarkan nilai-nilai Islam. Marilah kita selalu merujuk pada Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk utama dalam setiap aspek kehidupan kita.