QS. An-Nisa 4:19 Ayah Anak Ibu

QS. An-Nisa Ayat 4 & 19: Fondasi Keluarga dan Perlakuan yang Adil

Dalam ajaran Islam, keluarga memegang peranan sentral. Keharmonisan dan kesejahteraan sebuah rumah tangga menjadi prioritas yang diajarkan. Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup umat Muslim, telah menyediakan prinsip-prinsip luhur untuk membangun dan menjaga tatanan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dua ayat yang sering menjadi rujukan dalam pembahasan ini adalah Surah An-Nisa ayat 4 dan ayat 19. Kedua ayat ini, meskipun membahas aspek yang sedikit berbeda, saling melengkapi dalam memberikan panduan tentang hak dan kewajiban serta etika dalam kehidupan berkeluarga.

Surah An-Nisa Ayat 4: Kewajiban Memberikan Mahar dan Pengelolaan Harta

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نُفْلًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

"Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai suatu pemberian dari Allah. Jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka terimalah dan makanlah (seabiknya) sebagai makanan yang sedap lagi baik."

Ayat keempat dari Surah An-Nisa ini secara tegas memerintahkan kaum laki-laki untuk memberikan mahar atau maskawin kepada istri mereka. Mahar bukan sekadar tradisi atau adat, melainkan sebuah kewajiban syar'i yang merupakan hak mutlak bagi perempuan yang dinikahi. Pemberian mahar ini diserupakan dengan "nihlah", yang berarti pemberian atau anugerah dari Allah, menunjukkan betapa penting dan mulianya kedudukan pemberian ini. Mahar adalah bentuk penghormatan, penghargaan, dan bukti keseriusan seorang laki-laki dalam meminang pasangannya.

Lebih lanjut, ayat ini juga memberikan fleksibilitas. Jika sang istri dengan kerelaan hatinya menghibahkan sebagian atau seluruh mahar yang telah diterimanya kembali kepada suaminya, maka suaminya berhak menerimanya dengan senang hati dan memanfaatkannya. Hal ini menekankan pentingnya komunikasi yang baik, rasa saling percaya, dan kerelaan dalam rumah tangga. Hubungan yang didasari cinta dan pengertian akan membuat transaksi semacam ini menjadi sesuatu yang ringan dan membahagiakan, bukan beban. Pengelolaan harta dalam rumah tangga, termasuk mahar, haruslah dilakukan dengan prinsip keadilan dan kerelaan dari kedua belah pihak.

Surah An-Nisa Ayat 19: Perintah Bergaul dengan Baik dan Larangan Menyakiti

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mewarisi perempuan dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena kamu hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan pekerjaan nyata yang keji. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Berbeda dengan ayat 4 yang fokus pada pemberian mahar, ayat 19 Surah An-Nisa ini memberikan instruksi yang lebih luas mengenai etika berinteraksi dengan perempuan, khususnya dalam konteks pernikahan. Ayat ini secara spesifik melarang praktik mewarisi perempuan secara paksa. Di masa lalu, ada kebiasaan jahiliyah di mana seorang ahli waris laki-laki berhak atas istri almarhum ayahnya, dan bisa menikahinya tanpa mahar baru atau bahkan memaksanya. Islam datang untuk menghapus praktik zalim ini, menegaskan bahwa seorang perempuan memiliki hak untuk memilih pasangannya sendiri.

Selanjutnya, ayat ini juga melarang suami untuk menyakiti atau menzalimi istrinya demi mendapatkan kembali sebagian dari mahar atau nafkah yang telah diberikan. Ini adalah pengingat keras bahwa apa yang telah diberikan kepada istri adalah haknya, dan tidak boleh diambil kembali dengan cara-cara yang tidak terpuji.

Puncak dari instruksi dalam ayat ini adalah perintah untuk "wa'ashiruhunna bil ma'ruf", yaitu bergaullah dengan mereka (istri) secara baik atau patut. Pergaulan yang baik ini mencakup seluruh aspek kehidupan rumah tangga: perkataan yang lembut, perlakuan yang sopan, memberikan hak-haknya, melindungi kehormatannya, dan menjaga perasaan serta martabatnya.

Ayat ini juga memberikan hikmah yang mendalam ketika seorang suami mungkin merasa tidak suka atau benci terhadap istrinya. Dikatakan, "maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." Ini mengajarkan pentingnya kesabaran, tawakal, dan husnuzan (berbaik sangka) kepada Allah. Terkadang, ujian atau ketidakcocokan yang dialami justru dapat menjadi pintu untuk kebaikan yang lebih besar di masa depan, baik dalam bentuk kedewasaan diri, perbaikan hubungan, atau bahkan pemahaman spiritual yang lebih dalam.

Kesimpulan: Membangun Keluarga yang Berlandaskan Keadilan dan Kasih Sayang

QS. An-Nisa ayat 4 dan 19 memberikan pilar-pilar fundamental dalam membangun kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam. Ayat 4 menekankan pentingnya pemberian mahar sebagai bentuk penghormatan dan pemenuhan hak istri. Sementara ayat 19 secara komprehensif mengatur tentang larangan memperlakukan perempuan secara zalim, hak mereka untuk tidak diwarisi paksa, dan yang terpenting, perintah untuk bergaul dengan mereka secara baik dan patut.

Kedua ayat ini secara kolektif menggarisbawahi bahwa keluarga adalah sebuah institusi yang dibangun di atas dasar keadilan, rasa hormat, kasih sayang, dan kerelaan. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam kedua ayat ini, diharapkan setiap Muslim dapat mewujudkan rumah tangga yang harmonis, damai, dan diridhai oleh Allah SWT. Kehidupan bersama yang dijalani dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab dan penghargaan terhadap pasangan akan melahirkan generasi yang baik dan masyarakat yang tentram.

🏠 Homepage