Dalam Islam, keluarga dipandang sebagai unit fundamental masyarakat yang memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter individu dan kelangsungan peradaban. Al-Qur'an, sebagai kitab suci panduan hidup umat Islam, tidak hanya mengatur aspek spiritual dan hukum, tetapi juga memberikan petunjuk-petunjuk berharga mengenai cara membangun dan memelihara keharmonisan dalam rumah tangga. Salah satu ayat yang secara lugas membahas pentingnya saling menghargai dan melengkapi antaranggota keluarga adalah Surat An-Nisa ayat 4:32. Ayat ini menegaskan sebuah prinsip ilahi yang menjadi kunci kebahagiaan dan keberkahan dalam sebuah pernikahan dan keluarga.
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Bagi) laki-laki ada bahagian dari pada apa (harta) yang mereka usahakan, dan bagi perempuanpun ada bahagian dari apa (harta) yang mereka usahakan, dan bertanyalah kepada Allah akan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Ayat ini secara eksplisit melarang perasaan iri hati atau dengki terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain, khususnya dalam konteks keluarga. Allah SWT telah menetapkan rezeki dan karunia-Nya secara berbeda-beda kepada setiap individu. Upaya dan kerja keras yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan akan mendapatkan balasan dan bagiannya masing-masing. Ini adalah prinsip keadilan ilahi yang mengajarkan bahwa setiap usaha memiliki nilai dan konsekuensi.
Lebih jauh lagi, ayat ini menekankan pentingnya mengakui dan menghargai kontribusi setiap anggota keluarga. Baik suami maupun istri, memiliki peran dan tanggung jawabnya dalam mencari nafkah dan mengelola rumah tangga. Al-Qur'an tidak membatasi peran gender secara kaku, melainkan memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Suami memiliki kewajiban dan hak dalam usahanya, begitu pula dengan istri. Penegasan ini penting untuk menciptakan kesetaraan dan rasa saling menghargai di antara pasangan.
Frasa "bertanyalah kepada Allah akan karunia-Nya" mengandung makna yang sangat dalam. Ini bukan hanya sekadar doa, tetapi juga mencakup rasa syukur atas apa yang telah diberikan dan tawakal kepada-Nya atas apa yang akan diberikan. Ketika seseorang merasa kurang atau iri, anjuran untuk berdoa dan memohon kepada Allah SWT adalah pengingat bahwa sumber segala karunia adalah Dia. Dengan memohon kepada-Nya, seorang hamba diajak untuk mengalihkan fokus dari perbandingan dengan makhluk lain kepada ketergantungan pada Sang Pencipta. Ini akan menumbuhkan rasa qana'ah (menerima apa adanya) dan mengurangi potensi perselisihan yang timbul dari ketidakpuasan.
Di era modern ini, di mana tuntutan ekonomi semakin kompleks dan peran gender semakin fleksibel, pemahaman terhadap QS An-Nisa ayat 4:32 menjadi semakin relevan. Beberapa poin penting yang dapat diaplikasikan antara lain:
Dengan mengamalkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam QS An-Nisa ayat 4:32, diharapkan setiap keluarga dapat membangun fondasi yang kuat, penuh kasih sayang, saling menghargai, dan senantiasa berada dalam naungan rahmat Allah SWT. Keharmonisan keluarga bukan hanya tentang kesamaan, tetapi lebih kepada kemampuan untuk menghargai perbedaan dan saling melengkapi demi mencapai tujuan bersama dalam menggapai ridha-Nya.