Menggali Hikmah: Quran An Nahl Ayat 125

Al-Qur'anul Karim merupakan petunjuk hidup yang komprehensif bagi umat manusia. Di antara ribuan ayat yang termuat di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang secara spesifik memberikan panduan tentang metode dakwah dan cara menyampaikan ajaran Islam. Salah satu ayat yang sangat penting dalam konteks ini adalah Surah An-Nahl ayat 125. Ayat ini adalah sebuah instruksi ilahiah yang jelas mengenai bagaimana seorang Muslim seharusnya mengajak orang lain kepada jalan kebenaran.

Representasi visual dari Kitab Suci dan petunjuk.

Teks dan Terjemahan An-Nahl Ayat 125

Arab (QS. An-Nahl: 125):

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

Tiga Pilar Dakwah dalam An-Nahl 125

Ayat ini sering disebut sebagai kaidah emas dalam berdakwah. Allah SWT memberikan tiga metodologi utama yang harus dipegang teguh oleh para penyampai risalah-Nya:

1. Al-Hikmah (Kebijaksanaan)

Hikmah adalah landasan utama. Ini berarti menyampaikan kebenaran harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang, sesuai dengan kondisi, kapasitas akal, dan latar belakang audiens. Hikmah menuntut seorang dai (pendakwah) untuk memahami siapa yang diajak bicara. Tidak semua orang siap menerima kebenaran dengan cara yang sama. Pendekatan yang lembut, logis, dan sesuai konteks adalah manifestasi dari hikmah. Menyampaikan pesan dengan kasar atau tanpa pertimbangan dapat justru menjauhkan orang dari Islam, padahal tujuan dakwah adalah mendekatkan.

2. Al-Maw’izhatul Hasanah (Nasihat yang Baik)

Nasihat yang baik melibatkan penggunaan tutur kata yang santun, menyentuh hati, dan menggunakan contoh-contoh yang relevan serta menyegarkan. Ini adalah pendekatan emosional yang dibalut dengan kebaikan. Jika hikmah lebih mengarah pada akal, maka nasihat yang baik menyasar nurani. Kata-kata harus dipenuhi empati, menunjukkan ketulusan, dan kasih sayang, bukan penghakiman.

3. Al-Jadalu Billati Hiya Ahsan (Berdebat dengan Cara Terbaik)

Dalam kondisi di mana dialog atau perdebatan intelektual diperlukan, Allah memerintahkan agar hal itu dilakukan dengan cara yang paling baik. Ini berarti menghindari caci maki, penghinaan, atau argumentasi yang bersifat menyerang pribadi. Perdebatan harus fokus pada substansi argumen, dilakukan dengan tenang, menghormati lawan bicara, dan selalu berpegang teguh pada dalil yang sahih.

Pentingnya Kesadaran akan Ilmu Tuhan

Ayat 125 An-Nahl diakhiri dengan penegasan bahwa segala usaha dakwah harus disertai dengan kesadaran penuh bahwa hasil akhir berada di tangan Allah SWT: “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

Kesadaran ini sangat penting karena dua alasan. Pertama, ia menumbuhkan kerendahan hati pada dai. Kita hanya bertugas menyampaikan, bukan memaksa hidayah. Kegagalan dalam dakwah secara kasat mata bukanlah kegagalan total, selama kita telah berusaha menyampaikan dengan cara terbaik sesuai perintah ayat ini. Kedua, ia menumbuhkan harapan yang tidak pernah padam. Karena Allah Maha Mengetahui niat dan keadaan hamba-Nya, tidak ada satu pun upaya kebaikan yang luput dari perhitungan-Nya. Seseorang mungkin tampak keras kepala hari ini, namun Allah Maha Mengetahui potensi tersembunyi dalam dirinya untuk menerima kebenaran di masa depan.

Aplikasi Modern dalam Era Digital

Dalam konteks kekinian, di mana informasi menyebar cepat melalui media digital, pesan An-Nahl 125 menjadi semakin relevan. Media sosial seringkali menjadi arena perdebatan yang panas dan penuh emosi. Menerapkan hikmah, nasihat yang baik, dan cara berdiskusi yang paling indah (ahsan) menjadi tantangan sekaligus kewajiban. Menggunakan bahasa yang positif, memverifikasi informasi, dan tidak terjebak dalam adu komentar yang tidak produktif adalah wujud nyata dari menjalankan perintah ayat ini di era informasi.

Pada akhirnya, Surah An-Nahl ayat 125 mengajarkan bahwa dakwah adalah seni sekaligus ilmu. Ia menuntut kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi, penguasaan materi (knowledge), dan ketulusan hati. Dengan memegang teguh tiga pilar ini, seorang Muslim dapat berdakwah dengan elegan, efektif, dan sesuai dengan tuntunan Ilahi.

🏠 Homepage