Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah surat Madaniyah yang membahas berbagai aspek kehidupan sosial, terutama yang berkaitan dengan perempuan dan keluarga. Di penghujung surat ini, terdapat ayat ke-176 yang menjadi penutup pembahasan mengenai hukum waris. Ayat ini memiliki kedalaman makna dan hikmah yang sangat luas, memberikan panduan terakhir bagi umat Islam dalam mendistribusikan harta peninggalan dan menegaskan kembali keagungan hukum Allah SWT.
Ayat 176 Surat An-Nisa ini turun pada saat para sahabat Nabi Muhammad SAW bertanya mengenai pembagian harta rampasan perang, khususnya pasca pertempuran Badar. Pertanyaan ini muncul karena adanya perbedaan pandangan dan keinginan di antara para sahabat mengenai bagaimana harta tersebut seharusnya dibagikan. Ada yang ingin membaginya secara merata, ada pula yang berpendapat bahwa harta tersebut harus diberikan kepada Rasulullah SAW untuk kemudian dibagikan sesuai kebijakan beliau.
Pertanyaan ini menunjukkan adanya kebutuhan akan kejelasan hukum dan pedoman dari Allah SWT. Allah SWT melalui firman-Nya menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan prinsip dasar mengenai kepemilikan dan pembagian harta rampasan perang. Ayat ini tidak hanya menjawab persoalan spesifik tentang harta rampasan perang, tetapi juga memberikan kaidah umum yang lebih luas mengenai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dalam segala urusan.
"Katakanlah, 'Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul'..." Bagian ini menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk harta rampasan perang, adalah milik Allah SWT sebagai sumbernya. Rasulullah SAW berperan sebagai pengelola atau yang diberi wewenang untuk mendistribusikannya sesuai dengan perintah dan hikmah dari Allah. Ini mengajarkan pentingnya mengakui kekuasaan mutlak Allah atas segala sesuatu dan bahwa setiap rezeki yang diperoleh harus disyukuri dan dikelola sesuai syariat.
"...maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara kamu..." Setelah menegaskan kepemilikan, ayat ini menyeru kepada dua hal krusial: takwa dan perbaikan hubungan. Takwa kepada Allah adalah fondasi utama dalam menjalankan perintah-Nya, termasuk dalam urusan pembagian harta. Dengan bertakwa, seseorang akan lebih berhati-hati agar tidak melakukan kecurangan atau ketidakadilan. Perbaikan hubungan antar sesama juga ditekankan karena perselisihan dan permusuhan dapat merusak tatanan masyarakat. Dalam konteks pembagian harta, menjaga keharmonisan dan menghindari konflik adalah hal yang sangat penting.
"...serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar orang mukmin." Puncak dari tuntunan ayat ini adalah kewajiban untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan ini menjadi tolok ukur keimanan seseorang. Jika seseorang benar-benar beriman, maka ia akan tunduk pada hukum dan perintah yang diberikan oleh Allah melalui Rasul-Nya. Ini mencakup ketaatan dalam hal ibadah, muamalah (interaksi sosial dan ekonomi), dan segala aspek kehidupan lainnya. Ayat ini secara implisit mengingatkan bahwa perselisihan mengenai harta bisa menjadi ujian keimanan.
QS An Nisa ayat 176 memberikan beberapa hikmah penting bagi umat Islam:
Sebagai penutup dari pembahasan hukum waris dalam surat An-Nisa, ayat 176 ini menegaskan bahwa seluruh aspek kehidupan, termasuk urusan duniawi yang seringkali menjadi sumber perselisihan, harus diserahkan kepada petunjuk Allah SWT. Kebijaksanaan Ilahi dalam menetapkan hukum senantiasa mengarah pada kemaslahatan umat, keadilan, dan kedamaian. Dengan memahami dan mengamalkan isi ayat ini, umat Islam diharapkan dapat menjalani kehidupan yang harmonis, penuh berkah, dan senantiasa dalam keridhaan Allah SWT.