Ilustrasi Keadilan dan Ketaatan
Al-Qur'an adalah kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam di seluruh dunia. Setiap ayatnya mengandung hikmah dan petunjuk yang mendalam, relevan untuk segala zaman dan kondisi. Salah satu ayat yang sangat fundamental dan sering dibahas adalah Surat An-Nisa ayat 36. Ayat ini bukan sekadar perintah, melainkan sebuah fondasi kokoh yang mengatur hubungan vertikal seorang hamba dengan Sang Pencipta, serta hubungan horizontal antar sesama manusia.
Ayat 36 dari Surat An-Nisa ini dapat dibagi menjadi dua bagian pokok yang saling terkait erat. Bagian pertama menekankan kewajiban utama seorang Muslim, yaitu ibadah murni hanya kepada Allah semata. Frasa "وَاعْبُدُوا اللَّهَ" (Sembahlah Allah) adalah perintah langsung yang mengandung makna ketundukan, kepatuhan, dan pengakuan total terhadap keesaan-Nya. Ibadah ini mencakup segala bentuk ketaatan, baik yang bersifat ritual seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, maupun yang bersifat muamalah atau interaksi sosial sehari-hari yang diniatkan karena Allah.
Larangan yang menyertainya, "وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا" (dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia), menegaskan inti dari tauhid. Syirik, yaitu menyekutukan Allah, adalah dosa terbesar dalam Islam yang tidak akan diampuni jika pelakunya meninggal dunia tanpa bertaubat. Ini berarti tidak boleh ada satu pun makhluk, objek, atau keinginan duniawi yang diagungkan melebihi Allah, atau diserahkan kepadanya urusan yang hanya menjadi hak Allah.
Bagian kedua dari ayat ini adalah penjabaran bagaimana manifestasi ibadah kepada Allah diwujudkan dalam bentuk muamalah dan kepedulian sosial. Perintah "وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا" (dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) menempatkan posisi orang tua pada kedudukan yang sangat istimewa setelah Allah. Mereka adalah perantara datangnya kita ke dunia, maka berbakti kepada mereka adalah bentuk syukur kepada Allah. Keutamaan berbakti kepada orang tua ini bahkan disejajarkan dengan keutamaan berbakti kepada Allah.
Selanjutnya, ayat ini secara sistematis menyebutkan berbagai golongan masyarakat yang berhak mendapatkan kebaikan dan perhatian kita:
Semua golongan ini diajak untuk diperlakukan dengan penuh kebaikan, kasih sayang, dan empati. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga mengajarkan sebuah sistem sosial yang harmonis, berkeadilan, dan penuh kepedulian.
Di akhir ayat, Allah memberikan peringatan keras terhadap sifat tercela: "إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا" (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri). Kesombongan dan kebanggaan diri adalah penyakit hati yang dapat merusak seluruh amal kebaikan. Orang yang sombong merasa dirinya lebih baik dari orang lain, menolak kebenaran, dan meremehkan orang lain. Sifat ini bertentangan dengan nilai-nilai ketundukan kepada Allah dan kepedulian kepada sesama.
Surat An-Nisa ayat 36 ini adalah inti ajaran Islam yang universal. Ia memerintahkan untuk mengesakan Allah sebagai satu-satunya tujuan dan sumber segala kebaikan. Kemudian, ia mengarahkan energi kebaikan itu untuk berinteraksi dengan seluruh lapisan masyarakat, dari yang terdekat hingga yang terjauh, dari yang memiliki hubungan darah hingga yang hanya sekadar bertetangga atau bersua. Pesan ini relevan bagi setiap Muslim, di mana pun ia berada, dalam membangun pribadi yang bertakwa dan masyarakat yang beradab.
Dengan memahami dan mengamalkan isi kandungan QS An-Nisa ayat 36, seorang Muslim diharapkan mampu menyeimbangkan antara hak Allah dan hak sesama manusia, serta senantiasa menjaga diri dari sifat-sifat yang dibenci oleh-Nya. Ini adalah manifestasi nyata dari keimanan yang benar, yang tercermin dalam akhlak mulia dan tindakan nyata.