Dalam Al-Qur'an, setiap ayat memiliki kedalaman makna dan petunjuk yang tak terhingga bagi umat manusia. Salah satu ayat yang seringkali dibahas dan direnungkan adalah Surah An Nisa ayat 76. Ayat ini bukanlah sekadar pengingat, melainkan sebuah perintah tegas yang mengandung esensi perjuangan dan keyakinan dalam menjalankan kehidupan beragama.
Mari kita simak terlebih dahulu teks ayat Surah An Nisa ayat 76 dalam bahasa Arab, beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
"Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Thagut. Maka, perangilah para wali (pengikut) setan; sesungguhnya tipu daya setan itu lemah."
Ayat ini secara gamblang membagi dua golongan manusia berdasarkan orientasi perjuangan mereka. Di satu sisi, ada orang-orang beriman yang mengabdikan diri dan berjuang di jalan Allah. Ini merujuk pada segala bentuk upaya, pengorbanan, dan pertempuran yang dilakukan semata-mata untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan syariat Allah di muka bumi. Perjuangan ini tidak selalu berarti perang fisik, namun bisa juga mencakup penyebaran dakwah, penegakan hukum yang adil, menolong sesama, serta melawan segala bentuk kemunkaran dengan cara yang diridhai Allah.
Di sisi lain, ayat ini menyebutkan orang-orang kafir yang berperang di jalan Thagut. Thagut adalah segala sesuatu yang disembah atau ditaati selain Allah, baik itu berupa berhala, hawa nafsu, kekuasaan zalim, ideologi sesat, atau segala bentuk penyimpangan dari ajaran Allah. Perjuangan mereka didorong oleh keinginan duniawi, kesombongan, kebencian, atau mengikuti kebatilan.
Puncak dari ayat ini adalah perintah tegas: "Maka, perangilah para wali (pengikut) setan; sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." Perintah ini menunjukkan bahwa sebagai orang beriman, kita memiliki kewajiban untuk secara aktif melawan segala bentuk pengaruh dan kekuatan yang dipimpin oleh setan. "Para wali setan" dapat diartikan sebagai orang-orang yang secara sadar atau tidak sadar menjadi agen-agen setan dalam menyebarkan kebatilan, menyesatkan manusia, dan merusak tatanan masyarakat.
Namun, di akhir ayat terdapat penegasan yang memberikan kekuatan dan keyakinan, yaitu "sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." Hal ini mengingatkan kita bahwa meskipun setan dan pengikutnya tampak kuat dan licik, sejatinya kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatan Allah. Keberhasilan mereka bersifat sementara dan penuh dengan kelemahan mendasar. Keyakinan inilah yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap mukmin dalam menghadapi segala tantangan dan musuh di jalan kebenaran.
Surah An Nisa ayat 76 memiliki relevansi yang sangat kuat di era modern ini. Perjuangan di jalan Allah tidak lagi terbatas pada medan perang fisik semata. Dalam konteks kekinian, "memerangi pengikut setan" bisa berarti:
Pada dasarnya, ayat ini adalah panggilan untuk menjadi agen kebaikan dan kebenaran, serta menjadi benteng pertahanan terhadap segala bentuk kebatilan. Dengan berpegang teguh pada ajaran Allah dan senantiasa memohon pertolongan-Nya, setiap mukmin akan mampu menghadapi segala bentuk tipu daya setan yang pada hakikatnya lemah.
Surah An Nisa ayat 76 mengajarkan kepada kita pentingnya membedakan orientasi perjuangan, kewajiban aktif melawan kebatilan, serta keyakinan akan kelemahan hakiki dari tipu daya setan. Ayat ini adalah sumber motivasi dan panduan bagi umat Islam untuk senantiasa berada di jalan Allah, membela kebenaran, dan melawan segala bentuk kejahatan dengan senjatakan iman dan tawakal.