Panduan Lengkap untuk Ibu Menyusui
Bagi banyak ibu menyusui, menemukan bahwa suplai Air Susu Ibu (ASI) tiba-tiba berkurang bisa menjadi sumber kecemasan yang signifikan. Kekhawatiran ini wajar, sebab ASI adalah nutrisi utama dan paling sempurna bagi bayi. Penurunan produksi ASI yang terjadi mendadak, seringkali tanpa alasan yang jelas, memerlukan identifikasi penyebab yang cepat dan tepat agar produksi dapat distimulasi kembali.
Fenomena ini dikenal sebagai penurunan sementara suplai, atau dalam kasus yang lebih parah, kegagalan laktasi sekunder. Pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme tubuh dan faktor eksternal yang memengaruhi hormon laktasi, seperti prolaktin dan oksitosin, adalah kunci untuk mengatasi masalah ini. Artikel komprehensif ini akan mengupas tuntas semua spektrum penyebab ASI berkurang tiba-tiba, membaginya ke dalam kategori yang mudah dipahami, serta menyediakan strategi penanganan yang efektif.
Penyebab penurunan ASI dapat diklasifikasikan ke dalam empat domain utama. Identifikasi domain mana yang paling relevan dengan kondisi ibu saat ini akan membantu mempersempit diagnosis dan solusi yang diperlukan. Penurunan mendadak umumnya disebabkan oleh perubahan cepat dalam salah satu atau beberapa dari domain ini:
Ini berkaitan dengan kondisi internal tubuh ibu, termasuk keseimbangan hormon yang mengatur laktasi (Prolaktin dan Oksitosin) serta kondisi fisik kelenjar susu.
Melibatkan cara bayi menyusu, frekuensi pengosongan payudara, dan penggunaan alat bantu yang mungkin mengganggu siklus permintaan dan penawaran ASI.
Kondisi stres, kelelahan kronis, pola makan, dan hidrasi memainkan peran besar. Hormon stres (kortisol) dapat secara langsung menghambat oksitosin, yang penting untuk Let-Down Reflex (LDR).
Meliputi penyakit akut, kondisi medis jangka panjang yang tidak terdiagnosis, atau konsumsi obat-obatan tertentu yang memiliki efek samping anti-laktogenik.
Aspek fisiologis sering kali menjadi penyebab yang paling sulit diidentifikasi karena gejalanya tidak selalu terlihat nyata. Namun, ini adalah area yang paling cepat berdampak pada suplai ASI.
Banyak ibu yang menyusui secara eksklusif mungkin mengalami penundaan kembalinya menstruasi. Ketika menstruasi kembali, biasanya didahului oleh fluktuasi hormon, terutama peningkatan kadar estrogen dan progesteron.
Estrogen, yang mulai meningkat sebelum ovulasi, diketahui memiliki efek menekan produksi ASI (galaktostatik). Peningkatan ini dapat menyebabkan penurunan suplai yang dramatis dalam beberapa hari sebelum dan selama periode menstruasi. Meskipun penurunan ini seringkali bersifat sementara dan akan pulih setelah siklus selesai, bagi sebagian ibu, efeknya cukup signifikan untuk menimbulkan kekhawatiran.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami penurunan suplai saat menstruasi mungkin mendapat manfaat dari suplemen kalsium dan magnesium selama paruh kedua siklus (sekitar 14 hari sebelum menstruasi berikutnya), karena adanya perubahan dalam metabolisme kalsium yang memengaruhi laktasi.
Kehamilan berikutnya, meskipun masih dalam tahap awal, adalah penyebab hormonal paling pasti dari penurunan suplai ASI secara tiba-tiba. Perubahan hormonal yang sangat besar terjadi segera setelah pembuahan.
Peningkatan tajam progesteron dan estrogen yang diperlukan untuk menopang kehamilan secara kuat menghambat fungsi Prolaktin. Payudara mulai kembali mempersiapkan diri untuk memproduksi kolostrum, dan produksi ASI yang matang akan terhenti. Penurunan ini hampir selalu terjadi dan tidak dapat dihindari, meskipun sebagian kecil ibu dapat terus menyusui hingga trimester kedua atau ketiga (Tandem Nursing).
Baik hipotiroidisme (kekurangan hormon tiroid) maupun hipertiroidisme (kelebihan hormon tiroid) dapat mengacaukan keseluruhan sistem endokrin, termasuk hormon laktasi.
Kondisi ini sangat umum terjadi pasca persalinan (tiroiditis postpartum). Kekurangan hormon tiroid (T4 dan T3) mengganggu respons tubuh terhadap prolaktin. Jika ibu merasa sangat lelah, bertambah berat badan tanpa sebab, dan mengalami penurunan ASI tiba-tiba, pemeriksaan fungsi tiroid sangat penting.
Meskipun jarang, jika sebagian kecil jaringan plasenta tertinggal di dalam rahim setelah melahirkan, jaringan tersebut terus memproduksi progesteron. Hormon progesteron adalah penghambat utama laktasi selama kehamilan. Jika progesteron tetap tinggi pasca melahirkan (yang seharusnya turun drastis), tubuh tidak dapat memproduksi ASI secara penuh. Penurunan suplai ASI yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu pertama pasca melahirkan harus selalu dipertimbangkan sebagai salah satu penyebabnya.
Mayoritas kasus penurunan suplai ASI yang terjadi tiba-tiba berasal dari perubahan rutinitas atau teknik menyusui yang mengganggu sinyal permintaan-penawaran.
ASI diproduksi di kelenjar alveoli. Ketika ASI menumpuk, protein kecil yang disebut FIL (Feedback Inhibitor of Lactation) juga menumpuk. Semakin banyak FIL, semakin lambat produksi ASI. Pengosongan payudara yang jarang atau tidak tuntas mengirimkan sinyal kepada tubuh untuk "mengurangi produksi" karena permintaan dianggap rendah.
Jika ibu tiba-tiba melewatkan sesi menyusui, mengganti ASI dengan susu formula, atau mengurangi frekuensi memompa (misalnya, kembali bekerja dan hanya memompa dua kali sehari dari yang sebelumnya empat kali), suplai akan merespons dalam waktu 24-48 jam dengan penurunan yang signifikan. Frekuensi minimal 8-12 kali dalam 24 jam sangat krusial, terutama pada beberapa bulan pertama.
Menyusui harus dilakukan berdasarkan isyarat bayi (on demand). Jika ibu mulai memaksakan jadwal yang kaku (misalnya, setiap 4 jam) padahal bayi mungkin membutuhkan lebih sering, pengosongan payudara menjadi tidak optimal, menyebabkan penurunan suplai secara tiba-tiba.
Pelekatan yang tidak sempurna berarti bayi tidak dapat mengeluarkan ASI secara efisien, meskipun produksi ASI sebenarnya normal. Jika bayi hanya mengisap puting, ia tidak mampu menstimulasi ujung saraf yang mengirim sinyal ke otak untuk melepaskan Oksitosin (hormon Let-Down).
Penurunan ASI yang disebabkan oleh pelekatan buruk sering ditandai dengan payudara yang terasa penuh meskipun setelah menyusui, puting yang sakit atau lecet, dan bayi yang menunjukkan tanda-tanda frustrasi di payudara karena aliran yang lambat.
Penggunaan dot atau empeng secara berlebihan, terutama di minggu-minggu awal, dapat menyebabkan 'kebingungan puting' (nipple confusion) dan secara substansial mengurangi waktu yang dihabiskan bayi di payudara. Setiap menit yang dihabiskan bayi mengisap dot adalah menit yang terbuang untuk tidak menstimulasi payudara.
Pelindung puting (nipple shield) mungkin diperlukan dalam kondisi tertentu (misalnya puting datar), tetapi penggunaannya dapat mengurangi stimulasi puting dan areola, yang penting untuk pelepasan Oksitosin dan Prolaktin. Jika digunakan tanpa pengawasan konsultan laktasi dan ibu tidak memompa ekstra, suplai dapat berkurang drastis.
Jika bayi tiba-tiba mulai tidur lebih nyenyak atau lebih lama di malam hari (misalnya, tidur 6 jam penuh), ini adalah hal yang baik untuk ibu, tetapi dapat menjadi bencana sementara bagi suplai ASI. Periode yang lama tanpa pengosongan payudara akan meningkatkan FIL, dan produksi akan turun dalam merespons istirahat panjang tersebut. Ibu mungkin perlu mempertimbangkan 'power pumping' di malam hari atau setidaknya sekali memompa jika bayi tidur terlalu lama.
Kesehatan mental dan fisik ibu secara keseluruhan sangat terkait erat dengan suplai ASI. Hormon stres adalah musuh utama Oksitosin, hormon yang bertanggung jawab atas refleks pengeluaran ASI.
Ketika ibu mengalami stres, tubuh melepaskan epinefrin (adrenalin) dan kortisol. Adrenalin dapat menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) di sekitar kelenjar susu, secara fisik menghambat aliran ASI ke saluran. Selain itu, kortisol dapat secara langsung mengganggu pelepasan Oksitosin.
Penurunan ASI akibat stres seringkali bukan karena penurunan *produksi* (Prolaktin), melainkan penurunan *pelepasan* (Oksitosin). Ibu mungkin merasa payudaranya penuh, tetapi bayi tampak kesulitan mengeluarkan ASI. Stres, kecemasan, atau konflik emosional yang hebat dapat menyebabkan LDR terhambat secara tiba-tiba.
ASI 87% terdiri dari air. Kurangnya asupan cairan yang memadai akan secara langsung memengaruhi volume darah ibu dan kemampuan tubuh untuk memproduksi cairan susu.
Jika ibu baru saja sakit, muntah, diare, atau berolahraga berat tanpa mengganti cairan, dehidrasi dapat terjadi cepat. Dehidrasi adalah penyebab paling umum dari penurunan suplai ASI yang cepat dan reversibel. Ibu menyusui membutuhkan cairan yang jauh lebih banyak daripada rata-rata orang dewasa.
Meskipun tubuh ibu memprioritaskan kualitas ASI, jika ibu membatasi asupan kalori secara ekstrem (misalnya, diet di bawah 1800 kalori per hari), tubuh mungkin mulai menghemat energi, yang dapat menyebabkan penurunan volume ASI. Diet ketat pasca melahirkan harus dilakukan dengan hati-hati dan di bawah pengawasan medis.
Untuk memastikan kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal, ibu menyusui dianjurkan untuk mengonsumsi setidaknya 300-500 kalori ekstra per hari dibandingkan kebutuhan normalnya. Kekurangan kalori yang parah, terutama yang berlangsung tiba-tiba, akan memaksa tubuh masuk ke mode konservasi energi, mengurangi produksi cairan, termasuk ASI.
Tidur adalah waktu penting bagi tubuh untuk meregulasi hormon. Prolaktin, hormon produksi ASI, cenderung memiliki kadar tertinggi di malam hari dan dini hari. Kurang tidur yang parah (kurang dari 4-5 jam tidur gabungan per 24 jam) dapat mengganggu ritme sirkadian hormon, termasuk penurunan kadar Prolaktin basal. Kelelahan yang ekstrem juga meningkatkan stres dan kortisol, memperburuk penghambatan Oksitosin.
Seorang ibu yang berada dalam kondisi fisik yang benar-benar kelelahan akan kesulitan rileks, yang mana relaksasi adalah prasyarat untuk LDR yang efektif. Ketika ibu menyusui merasa tegang dan tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan sehari-hari, refleksi aliran ASI akan terhambat, meskipun produksi internal mungkin masih memadai.
Bagi ibu pekerja yang mulai memompa di tempat kerja, lingkungan yang tidak mendukung dapat menjadi penyebab penurunan suplai yang cepat. Memompa di tempat yang dingin, bising, atau tanpa privasi yang memadai dapat menghambat Oksitosin. Jika ibu tidak dapat rileks, ia tidak dapat melihat, mencium, atau memikirkan bayinya dengan tenang, LDR akan gagal, dan payudara tidak akan terkuras tuntas, yang mengirimkan sinyal "produksi menurun".
Beberapa kondisi kesehatan dan obat-obatan memiliki efek samping yang langsung menghambat produksi atau pelepasan ASI. Penting untuk meninjau riwayat kesehatan ibu saat terjadi penurunan tiba-tiba.
Obat-obatan yang bekerja dengan memengaruhi hormon atau sistem saraf pusat dapat menjadi penyebab utama penurunan suplai ASI secara mendadak. Ibu harus selalu berkonsultasi mengenai keamanan obat saat menyusui, terutama obat-obatan berikut:
Ditemukan di banyak obat flu dan alergi yang dijual bebas (seperti Sudafed). Pseudoefedrin adalah vasokonstriktor kuat yang telah terbukti secara klinis dapat mengurangi suplai ASI secara signifikan hanya dalam satu dosis. Obat ini bekerja dengan mengeringkan membran mukosa, termasuk sel-sel yang memproduksi ASI.
Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi (yang mengandung estrogen dan progesteron) dapat menghambat laktasi. Estrogen adalah galaktostatik (penghambat susu). Meskipun progesteron dosis rendah (mini-pill) umumnya aman, pengenalan pil kombinasi setelah bulan-bulan awal laktasi dapat menyebabkan penurunan suplai yang dramatis.
Obat yang meningkatkan produksi urine (diuretik) dapat menyebabkan dehidrasi cepat dan mengurangi volume cairan yang tersedia untuk produksi ASI. Penggunaannya harus dimonitor ketat pada ibu menyusui.
Beberapa herbal yang umum digunakan dapat memiliki efek mengeringkan susu, terutama yang mengandung Mentha (peppermint dan spearmint) dosis tinggi. Meskipun sedikit mint dalam teh biasanya aman, penggunaan minyak esensial atau suplemen mint yang terkonsentrasi dapat memicu penurunan yang tidak terduga.
Sakit apa pun yang menyebabkan demam tinggi, seperti flu, radang tenggorokan, atau infeksi saluran kemih (ISK), akan membebani sistem tubuh ibu. Tubuh mengalihkan energi dan sumber daya untuk melawan infeksi.
Demam tinggi meningkatkan risiko dehidrasi dan juga meningkatkan kortisol. Selama sakit, ibu mungkin terlalu lelah untuk menyusui atau memompa sesering mungkin, memperburuk masalah manajemen. Meskipun kualitas ASI tidak terpengaruh (antibodi bahkan meningkat), volume dapat menurun tajam.
Mastitis adalah peradangan pada jaringan payudara, seringkali disebabkan oleh infeksi bakteri akibat sumbatan saluran yang tidak tertangani. Ketika terjadi sumbatan, penumpukan FIL di area tersebut sangat tinggi, yang secara cepat dan lokal menghambat produksi ASI di payudara yang terkena.
Bahkan sebelum ibu menunjukkan gejala demam atau nyeri hebat (mastitis subklinis), peradangan yang terjadi sudah dapat mengurangi produksi ASI pada sisi yang terkena. Penting untuk segera mengidentifikasi dan mengatasi sumbatan untuk mencegah penurunan suplai jangka panjang.
Jika ibu baru saja menjalani operasi, anestesi umum dan obat penghilang rasa sakit pasca operasi dapat sementara memengaruhi pelepasan Oksitosin. Selain itu, masa pemulihan dapat membuat ibu terlalu lemah atau lelah untuk menyusui secara efektif, menyebabkan penurunan suplai dari sisi manajemen.
Terkadang, masalahnya bukanlah pada ibu, melainkan pada bayi. Jika bayi tiba-tiba kurang efektif dalam mengeluarkan ASI, ini akan mengirimkan sinyal palsu ke payudara bahwa permintaan telah berkurang, yang menyebabkan penawaran menurun.
Bayi yang sedang tumbuh gigi mungkin merasa tidak nyaman atau sakit saat mengisap. Rasa sakit di gusi atau di telinga (infeksi telinga) dapat menyebabkan bayi menolak payudara atau mengisap hanya sebentar. Jika ini berlangsung beberapa hari, payudara akan mulai mengurangi produksi.
Saat gigi mulai muncul, pelekatan bayi mungkin berubah tanpa disadari. Bayi mungkin cenderung menggigit atau mengubah posisi lidah, yang mengurangi efisiensi pengeluaran ASI. Ibu mungkin perlu bekerja sama dengan konsultan laktasi untuk memastikan pelekatan tetap dalam dan efektif.
Setelah MPASI dimulai (sekitar usia 6 bulan), bayi mungkin mulai mengonsumsi makanan padat dalam jumlah yang signifikan. Jika makanan padat mendominasi, bayi akan mengurangi minatnya pada ASI. Penurunan ini harus bertahap. Jika terjadi penurunan minat yang cepat dan digantikan dengan makanan padat, suplai ASI ibu akan merosot cepat.
Hingga usia 12 bulan, makanan padat adalah pelengkap, bukan pengganti ASI. Memberikan makanan padat segera sebelum menyusui juga dapat mengurangi efektivitas sesi menyusui dan menyebabkan penurunan suplai.
Jika ibu baru saja mengalami penurunan suplai ASI yang tiba-tiba, intervensi cepat sangat penting untuk membalikkan kondisi tersebut sebelum tubuh terbiasa dengan tingkat produksi yang lebih rendah. Fokus utama adalah sinyal permintaan yang intensif.
Ini adalah langkah paling penting. Jika biasanya menyusui 8 kali sehari, tingkatkan menjadi 10-12 kali dalam 24 jam. Jika memompa, tambah sesi memompa minimal satu atau dua sesi tambahan, atau coba teknik "Power Pumping".
Tiru fase lonjakan pertumbuhan bayi. Pompa selama 10 menit, istirahat 10 menit, pompa 10 menit, istirahat 10 menit, dan pompa lagi 10 menit. Lakukan ini sekali sehari selama 60 menit. Ini secara dramatis meningkatkan kadar Prolaktin dalam jangka pendek dan mensinyalir permintaan tinggi.
Selama bayi menyusu atau saat memompa, gunakan kompresi payudara (memijat lembut payudara ke arah puting) untuk membantu mengosongkan kelenjar susu secara maksimal. Pengosongan yang tuntas adalah penanda terbaik untuk produksi yang sukses.
Minum setidaknya 3 hingga 4 liter cairan per hari (air putih, kaldu, atau minuman elektrolit non-kafein). Pastikan ibu minum segelas penuh setiap kali menyusui atau memompa.
Dehidrasi sering kali melibatkan ketidakseimbangan elektrolit. Minuman isotonik yang tidak terlalu manis atau larutan oralit dapat membantu pemulihan cepat, terutama jika penurunan suplai dipicu oleh penyakit atau keringat berlebihan.
Tidur sebisa mungkin. Minta bantuan pasangan atau anggota keluarga untuk menjaga bayi agar ibu bisa tidur siang minimal 1-2 jam. Kurangi kegiatan yang memicu stres.
Saat menyusui atau memompa, coba lihat foto bayi, dengarkan rekaman suara bayi, atau lakukan pernapasan dalam. Kondisi tenang sangat membantu pelepasan Oksitosin. Pemanasan payudara dengan kompres hangat sebelum sesi menyusui juga dapat membantu.
Segera tinjau semua obat dan suplemen yang dikonsumsi dengan dokter atau konsultan laktasi. Identifikasi dan hentikan penggunaan obat antilaktogenik jika aman dilakukan.
Jika penurunan ASI disertai kelelahan ekstrem atau gejala depresi, segera minta pemeriksaan fungsi tiroid untuk menyingkirkan kemungkinan tiroiditis postpartum.
Mempertahankan suplai ASI memerlukan konsistensi dan kewaspadaan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal. Pencegahan adalah strategi terbaik untuk menghindari penurunan suplai di masa depan.
Jaga frekuensi pengosongan payudara secara konsisten, bahkan saat bayi mulai tidur lebih lama atau sudah makan makanan padat. Memompa sekali di malam hari saat bayi tidur panjang dapat menjaga Prolaktin tetap tinggi.
Selalu tawarkan ASI terlebih dahulu sebelum menawarkan makanan padat. Ini memastikan ASI tetap menjadi sumber nutrisi utama dan payudara mendapat stimulasi yang diperlukan sebelum bayi kenyang dengan makanan lain.
Pastikan ibu memiliki mekanisme pelepasan stres yang sehat. Jaringan dukungan (pasangan, keluarga, kelompok menyusui) sangat penting untuk mengurangi beban mental. Ketika ibu merasa didukung, kadar kortisol cenderung lebih rendah, memungkinkan Oksitosin bekerja lebih baik.
Lakukan kontak kulit-ke-kulit (skin-to-skin) secara rutin. Kontak fisik ini telah terbukti secara ilmiah meningkatkan kadar Oksitosin (hormon cinta), yang secara langsung memicu LDR dan relaksasi ibu.
Pastikan diet ibu kaya akan lemak sehat (alpukat, kacang-kacangan, ikan berlemak). Kualitas dan kandungan kalori ASI dipengaruhi oleh asupan lemak ibu, yang juga mendukung energi ibu secara keseluruhan.
Anemia (kekurangan zat besi) dapat menyebabkan kelelahan parah dan secara tidak langsung memengaruhi kemampuan tubuh untuk mempertahankan laktasi optimal. Jika ibu mengalami perdarahan pasca melahirkan atau menstruasi berat, suplemen zat besi mungkin diperlukan (di bawah anjuran dokter).
Periksa payudara secara rutin untuk mencari benjolan atau area keras yang mungkin menandakan sumbatan saluran. Atasi sumbatan segera dengan kompres hangat, pijatan, dan frekuensi menyusui yang lebih tinggi pada sisi yang terkena, untuk mencegah berkembangnya menjadi mastitis yang parah dan penurunan suplai.
Pengetahuan tentang anatomi payudara dan mekanisme produksi ASI memungkinkan ibu untuk bertindak proaktif. Saluran yang tersumbat adalah alarm darurat bagi tubuh bahwa pengosongan tidak berjalan baik, dan jika tidak segera diatasi, tubuh akan merespons dalam beberapa hari dengan penurunan produksi ASI di kuadran payudara tersebut.
Untuk memahami mengapa suplai bisa berkurang tiba-tiba, penting untuk membedakan fungsi dua hormon utama ini dan bagaimana gangguan pada salah satunya menciptakan masalah yang berbeda.
Prolaktin bertanggung jawab untuk menciptakan ASI di dalam sel-sel kelenjar payudara (alveoli). Kadar prolaktin meningkat setiap kali puting distimulasi.
Jika masalah utama adalah Prolaktin, ibu mungkin merasakan payudaranya terasa lunak atau kosong sepanjang waktu, dan bayi mungkin tidak puas setelah menyusu karena kurangnya volume yang tersedia.
Oksitosin bertanggung jawab untuk mendorong ASI yang sudah diproduksi keluar dari alveoli melalui saluran susu. Ini adalah refleks yang sangat sensitif terhadap emosi dan stres.
Jika masalah utama adalah Oksitosin, ibu mungkin merasakan payudaranya penuh dan keras, tetapi aliran ASI sangat lambat, dan bayi sering menarik diri dari payudara dengan kesal. Penurunan suplai ASI yang disebabkan oleh Oksitosin seringkali lebih mudah dibalik dengan fokus pada relaksasi dan kenyamanan.
Penurunan suplai ASI tiba-tiba tidak hanya memengaruhi volume total, tetapi juga bisa memengaruhi distribusi nutrisi dalam sesi menyusui. ASI terbagi menjadi dua fase penting: Foremilk (ASI awal) dan Hindmilk (ASI akhir).
Foremilk keluar di awal sesi menyusui, tinggi volume air dan laktosa. Jika suplai tiba-tiba berkurang, volume total foremilk mungkin tampak berkurang, tetapi yang lebih krusial, ketidakmampuan untuk mengosongkan payudara secara tuntas memperburuk masalah produksi foremilk ini.
Dehidrasi pada ibu akan langsung memengaruhi komponen air dari foremilk. Jika ibu sangat haus, volume total ASI yang diproduksi akan lebih kecil, menyebabkan bayi mendapatkan lebih sedikit cairan di awal sesi, yang dapat menyebabkan tanda-tanda dehidrasi pada bayi juga, meski bayi sering menyusu.
Hindmilk keluar di akhir sesi, memiliki konsentrasi lemak yang lebih tinggi. Produksi lemak tetap stabil, tetapi jika sesi menyusui dipersingkat atau pengosongan payudara tidak tuntas (misalnya karena pelekatan yang buruk atau LDR yang terhambat), bayi mungkin tidak pernah mencapai hindmilk yang kaya lemak tersebut.
Penurunan suplai yang tiba-tiba, yang mencegah bayi mencapai hindmilk, bisa menyebabkan bayi tidak mengalami pertambahan berat badan yang optimal, meskipun sering menyusu. Dalam kasus ini, ibu perlu memastikan menyusui satu payudara hingga benar-benar terasa lunak dan 'kosong' sebelum beralih ke payudara yang lain, memaksimalkan asupan lemak.
Sebelum mencari bantuan profesional, ibu dapat melakukan penilaian cepat untuk menentukan kemungkinan sumber masalah:
Jika penurunan ASI disertai dengan demam, payudara merah dan nyeri, atau rasa sakit yang hebat, segera konsultasikan dengan dokter karena ini adalah tanda-tanda infeksi (Mastitis) yang membutuhkan penanganan medis segera, selain intervensi laktasi.
Terkadang, penurunan suplai ASI tiba-tiba disertai dengan penolakan bayi terhadap payudara, yang dikenal sebagai 'mogok menyusu' (nursing strike). Ini memperburuk penurunan suplai.
Jika mogok menyusu terjadi, ibu harus terus memompa secara teratur (seperti memberi makan bayi kembar) untuk menjaga suplai tetap utuh, sambil mencari tahu mengapa bayi menolak, dan terus menawarkan payudara saat bayi setengah tidur atau sangat mengantuk.
Penolakan menyusu, dikombinasikan dengan penurunan produksi ASI akibat stres dan kurangnya pengosongan, menciptakan siklus negatif yang cepat mengikis suplai. Pemompaan intensif adalah jembatan yang memungkinkan ibu memulihkan suplai sambil mengatasi penolakan bayi.
Penurunan suplai ASI yang terjadi tiba-tiba hampir selalu dapat dipulihkan, terutama jika penyebabnya diidentifikasi dan ditangani dengan cepat. Sebagian besar penyebabnya bersifat sementara—berkaitan dengan dehidrasi, stres, atau perubahan manajemen menyusui.
Kunci keberhasilan adalah respons yang cepat: meningkatkan frekuensi pengosongan payudara (baik menyusui maupun memompa), memastikan hidrasi yang ekstrem, dan meminimalkan stres. Ingatlah bahwa tubuh ibu menyusui sangat responsif. Dengan stimulasi yang tepat dan dukungan emosional, payudara akan merespons permintaan yang meningkat, dan suplai ASI akan kembali ke tingkat normal dalam hitungan hari hingga minggu.
Jangan ragu mencari dukungan dari konsultan laktasi bersertifikat (IBCLC) jika suplai tidak pulih dalam 48-72 jam, atau jika ibu mencurigai adanya masalah medis mendasar. Pengetahuan adalah kekuatan, dan ibu yang terinformasi akan lebih mampu mengatasi tantangan laktasi dengan percaya diri.