Surat An-Nasr (Pertolongan Allah) adalah surat ke-110 dalam Al-Qur'an, surat yang terpendek, dan seringkali dianggap sebagai salah satu penanda akhir risalah kenabian. Surat ini turun ketika Nabi Muhammad SAW hampir meraih puncak kesuksesan besar, yaitu penaklukan Mekkah. Namun, di balik berita gembira kemenangan tersebut, tersembunyi pesan instruktif yang sangat mendalam, yang puncaknya tampak jelas pada ayat terakhirnya.
Surat An-Nasr terdiri dari tiga ayat utama, namun dalam beberapa interpretasi dan penomoran mushaf, seringkali ditemukan referensi ayat keempat yang merujuk pada penutup dari ayat ketiga itu sendiri, yakni perintah untuk beristighfar (memohon ampunan). Pembahasan mendalam ini akan memfokuskan analisis pada esensi perintah yang terkandung setelah kemenangan diraih, yaitu inti dari apa yang dimaksud dengan surat an nasr ayat 4 (sebagai lanjutan dari ayat 3).
Surat ini secara keseluruhan memberikan kabar gembira sekaligus peringatan keras. Tiga ayat aslinya berbunyi:
Ayat pertama dan kedua adalah janji dan realisasi kemenangan yang dijanjikan Allah SWT kepada Rasul-Nya. Ayat ketiga, yang mengandung perintah kuat, inilah yang seringkali diperjelas dan diuraikan lebih lanjut, seolah-olah memuat dua perintah terpisah yang menjadi fokus perhatian utama para ulama, sehingga seringkali dibahas sebagai "ayat keempat" secara substansial.
Perintah dalam ayat ketiga terbagi menjadi dua bagian krusial yang harus dilakukan setelah puncak pencapaian:
Perintah untuk memohon ampunan setelah meraih kesuksesan terbesar mengandung hikmah yang sangat dalam dan relevan bagi setiap muslim, baik individu maupun kolektif.
Para ulama menafsirkan bahwa meskipun Nabi Muhammad SAW dijamin maksum (terjaga dari dosa besar), perintah ini ditujukan sebagai teladan bagi umatnya. Kemenangan besar, kekuasaan, dan pengakuan duniawi seringkali membuat hati terlena dan lupa diri. Istighfar menjadi pengingat bahwa seberapa pun besar amal kebajikan atau keberhasilan yang dicapai, selalu ada celah kekurangan, kelalaian dalam melaksanakan hak Allah sepenuhnya, atau potensi munculnya riya' (pamer) dalam hati.
Kemenangan dapat menumbuhkan rasa superioritas atau kebanggaan diri. Istighfar berfungsi sebagai penangkal spiritual terhadap kesombongan. Dengan memohon ampunan, seorang hamba menegaskan ketergantungannya mutlak kepada Allah, mengakui bahwa segala daya dan upaya hanyalah izin dan pertolongan dari Sang Pencipta.
Bagi Rasulullah SAW, perintah istighfar ini dipahami sebagai persiapan menuju wafat (Husnul Khatimah). Riwayat menyebutkan bahwa setelah turunnya surat An-Nasr, Rasulullah SAW lebih banyak memperbanyak istighfar dan bersabda, "Telah datang kepadaku kemenangan dan penaklukan (Makkah), dan setelahnya tidak ada lagi kenabian." Ini menunjukkan bahwa tugas kenabian telah mencapai puncaknya, dan kini saatnya mempersiapkan diri untuk kembali kepada Allah dengan bekal istighfar.
Pelajaran ini sangat relevan dalam konteks kontemporer. Ketika kita mencapai target karier, berhasil dalam sebuah proyek, atau meraih penghargaan, reaksi pertama seharusnya bukan perayaan yang berlebihan, melainkan refleksi dan syukur yang diiringi istighfar.
Jadi, memahami esensi dari apa yang diacu sebagai surat an nasr ayat 4, yaitu perintah untuk "memohon ampunan", adalah memahami bahwa puncak kesuksesan duniawi adalah momen paling rentan bagi keimanan. Oleh karena itu, kesempurnaan spiritual terletak bukan hanya pada kemampuan meraih kemenangan, melainkan pada kerendahan hati untuk mengakui kelemahan dan selalu kembali kepada sumber pertolongan, yaitu Allah SWT. Penutup surat ini menegaskan bahwa Allah Maha Menerima Taubat (innahu kana tawwaba), memberikan jaminan bahwa pintu pengampunan selalu terbuka, bahkan setelah kita mencapai kedudukan tertinggi.