Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", adalah surat kedua dalam Al-Qur'an yang diturunkan di Madinah. Surat ini memiliki cakupan yang luas, mencakup berbagai aspek hukum dan panduan bagi kaum muslimin, terutama terkait keluarga, hak-hak wanita, anak yatim, warisan, dan peradilan. Ayat 1 hingga 10 dari surat ini menjadi fondasi penting yang membahas penciptaan manusia, pentingnya menjaga hubungan kekerabatan, serta kewajiban terhadap anak yatim dan pengelolaan harta mereka.
Ayat pertama Surat An Nisa dimulai dengan seruan, "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri..." (QS. An Nisa: 1). Ayat ini menegaskan bahwa seluruh umat manusia berasal dari satu sumber, yaitu Adam Alaihisalam, yang diciptakan oleh Allah SWT. Penegasan ini memiliki makna penting untuk menumbuhkan rasa persatuan, kesetaraan, dan menghindari kesombongan serta permusuhan antar sesama manusia yang seringkali berakar dari perbedaan suku, bangsa, atau status sosial.
Melanjutkan dari ayat pertama, ayat kedua sampai kelima memberikan perhatian khusus pada hak-hak wanita dan anak yatim. Allah SWT berfirman:
"...dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, jangan kamu menukar mereka dengan barang (yang buruk) dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya, hal itu adalah dosa yang besar." (QS. An Nisa: 2)
Ayat ini menekankan pentingnya perlakuan adil terhadap anak yatim, baik dalam hal harta maupun kehidupan mereka. Larangan untuk menukar harta anak yatim dan memakannya bersama harta sendiri menunjukkan betapa Allah sangat menjaga hak-hak mereka yang lemah. Ayat-ayat selanjutnya melanjutkan dengan aturan mengenai pernikahan, termasuk larangan menikahi wanita yang haram dinikahi dan anjuran untuk memberikan mahar kepada wanita.
Ayat keenam dan ketujuh memberikan panduan lebih lanjut mengenai pengelolaan harta anak yatim dan hak waris. Allah SWT berfirman:
"Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurutmu mereka sudah cerdas (pandai mengurus harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka..." (QS. An Nisa: 6)
Ayat ini memberikan petunjuk bahwa pengembalian harta anak yatim harus dilakukan secara bertahap dan ketika mereka sudah mampu mengelola harta tersebut dengan bijak. Ini juga menjadi dasar bagi konsep perwalian dan pengasuhan dalam Islam. Sementara itu, ayat ketujuh menetapkan hak waris bagi laki-laki dan perempuan, yang sebelumnya mungkin tidak mendapatkan hak yang sama dalam tradisi jahiliyah. Ini menunjukkan komitmen Islam untuk menegakkan keadilan gender dalam pembagian harta warisan.
Ayat kedelapan hingga kesepuluh Surat An Nisa secara tegas mengingatkan tentang kewajiban membagikan harta warisan kepada kerabat yang hadir, termasuk anak yatim dan orang miskin, serta larangan untuk mengambil kembali harta yang telah dibagikan. Allah SWT berfirman:
"Dan apabila pembagian warisan itu dihadiri oleh kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sebagian) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS. An Nisa: 8)
Ayat-ayat ini menekankan pentingnya solidaritas sosial dan kepedulian terhadap kaum dhuafa saat membagikan harta warisan. Selain itu, ayat kesembilan dan kesepuluh memberikan peringatan keras bagi mereka yang menzalimi harta anak yatim, bahkan menyamakan perbuatan tersebut dengan memakan api neraka. Peringatan ini bertujuan untuk mencegah keserakahan dan ketidakadilan dalam urusan harta warisan, serta mengingatkan bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Sepuluh ayat pertama Surat An Nisa mengandung pelajaran yang sangat berharga dan relevan bagi kehidupan umat Islam hingga kini. Prinsip-prinsip tentang persatuan, keadilan, perlindungan terhadap yang lemah (anak yatim dan wanita), serta pengelolaan harta yang amanah adalah pilar-pilar penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Memahami dan mengamalkan ajaran dalam ayat-ayat ini akan membawa keberkahan dan ridha Allah SWT.