Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang mengandung peringatan sekaligus petunjuk bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sangat penting dan sarat makna adalah Surat An Nisa ayat 63. Ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah nasihat mendalam yang mengingatkan kita tentang konsekuensi dari perlakuan terhadap orang lain, terutama dalam konteks ajaran Islam. Memahami dan merenungkan ayat ini akan membantu kita dalam menjalani kehidupan yang lebih baik dan sesuai dengan ridha Allah SWT.
"Itu adalah sifat mereka, wahai Muhammad, bahwa mereka mendengarkan perkataanmu. Padahal hati mereka ragu-ragu, dan seringkali mereka melakukan hal-hal lain selain dari apa yang engkau katakan. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka engkau tidak akan menemukan jalan (yang lurus) baginya."
(QS. An Nisa: 63)
Ayat ini turun berkaitan dengan sikap sebagian orang munafik pada masa Rasulullah SAW. Mereka mendengarkan perkataan Nabi Muhammad SAW, namun dalam hati mereka menyimpan keraguan dan tidak sepenuhnya meyakini kebenaran yang disampaikan. Lebih jauh lagi, mereka seringkali bertindak berbeda dari apa yang diperintahkan atau disarankan oleh Nabi. Ini menunjukkan adanya jurang pemisah antara ucapan dan perbuatan, serta antara apa yang tampak di luar dan keyakinan di dalam hati.
Allah SWT berfirman dalam ayat ini bahwa orang-orang tersebut "mendengarkan perkataanmu" (wahai Muhammad). Ini menyiratkan adanya interaksi dan komunikasi, namun realitasnya hati mereka "ragu-ragu". Keraguan ini adalah benih dari kemunafikan. Mereka mungkin menunjukkan kepatuhan di hadapan Nabi, tetapi secara internal mereka tidak memiliki keyakinan yang teguh.
Selanjutnya, ayat ini mengungkapkan, "dan seringkali mereka melakukan hal-hal lain selain dari apa yang engkau katakan." Ini adalah indikasi kuat dari inkonsistensi. Mereka tidak hanya sekadar ragu, tetapi tindakan mereka pun tidak selaras dengan ajaran yang disampaikan. Ini bisa berarti mereka melakukan kebohongan, menipu, atau bahkan berkhianat ketika ada kesempatan, demi kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Perilaku semacam ini sangat dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Puncak dari ayat ini adalah firman Allah, "Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka engkau tidak akan menemukan jalan (yang lurus) baginya." Kalimat ini mengandung makna peringatan yang sangat keras. Allah menegaskan bahwa ketika seseorang telah ditetapkan dalam kesesatan oleh-Nya, maka akan sangat sulit baginya untuk kembali ke jalan yang benar. Ini bukan berarti Allah zalim, melainkan ini adalah konsekuensi dari penolakan mereka terhadap kebenaran yang berulang kali disampaikan. Kesesatan di sini bisa merujuk pada kesesatan akidah, kesesatan moral, atau kesesatan dalam mengambil keputusan hidup.
Keikhlasan dalam Beragama: Ayat ini mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam beragama. Keyakinan hati harus selaras dengan ucapan dan perbuatan. Menjadi seorang Muslim sejati berarti menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati dan menjalankannya secara konsisten, bukan hanya sekadar di lisan atau di hadapan orang lain.
Bahaya Kemunafikan: Ayat ini memberikan peringatan keras terhadap kemunafikan. Sifat munafik adalah penyakit hati yang sangat berbahaya dan dapat membawa pelakunya pada kesesatan yang sulit dihindari. Ciri-ciri kemunafikan, seperti hati yang ragu, berbeda ucapan dan perbuatan, serta suka berkhianat, harus dihindari.
Kedaulatan Allah dan Usaha Manusia: Kalimat "barangsiapa yang Allah sesatkan" mengingatkan kita akan kedaulatan mutlak Allah SWT atas segala sesuatu, termasuk petunjuk dan kesesatan. Namun, ini tidak berarti kita pasrah tanpa usaha. Kesesatan terjadi ketika manusia memilih untuk menolak kebenaran, mengingkari ayat-ayat Allah, dan terus menerus melakukan maksiat. Allah hanya akan menyesatkan orang-orang yang telah menolak petunjuk-Nya secara sengaja. Oleh karena itu, kita senantiasa memohon perlindungan dan petunjuk dari Allah agar tidak tergolong dalam orang-orang yang sesat.
Pentingnya Konsistensi: Ayat ini menekankan perlunya konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Jika kita mengaku beriman, maka iman tersebut harus tercermin dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketidaksesuaian antara apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan dapat merusak kredibilitas kita dan menimbulkan keraguan pada orang lain.
Tanggung Jawab Dakwah: Bagi para dai, pendidik, atau siapa pun yang memiliki tugas menyampaikan kebenaran, ayat ini juga memberikan pelajaran. Adakalanya, meskipun kita telah menyampaikan kebenaran dengan jelas, akan selalu ada orang yang meragukan atau menolaknya. Tugas kita adalah menyampaikan dengan ikhlas, sementara urusan hidayah sepenuhnya berada di tangan Allah SWT. Kita tidak boleh putus asa, tetapi juga harus menyadari bahwa tidak semua orang akan menerima petunjuk yang kita sampaikan.
Secara keseluruhan, Surat An Nisa ayat 63 adalah pengingat yang kuat bagi umat Islam untuk selalu menjaga keikhlasan, keteguhan iman, dan konsistensi dalam setiap ucapan dan perbuatan. Dengan memahami dan mengamalkan kandungan ayat ini, kita berharap dapat senantiasa berada di jalan kebenaran dan dijauhkan dari segala bentuk kesesatan.