Setiap umat yang mencari kebenaran dan panduan hidup pasti akan menemukan hikmah yang mendalam dalam Al-Qur'an. Salah satu ayat yang secara tegas menekankan pentingnya integritas, janji, dan keadilan adalah Surat An Nahl ayat 92.
Ayat ini sering kali dirujuk dalam konteks etika sosial dan moralitas dalam Islam, memberikan peringatan keras bagi mereka yang mudah melanggar perjanjian atau menggunakan sumpah palsu demi kepentingan duniawi.
Ilustrasi: Keseimbangan dan Janji yang Terikat
Teks An Nahl Ayat 92
Berikut adalah bunyi dari Surah An Nahl ayat 92:
Arti dan Tafsir An Nahl Ayat 92
Ayat ini memberikan perumpamaan yang sangat kuat mengenai konsekuensi dari membatalkan perjanjian atau janji yang telah dibuat dengan sungguh-sungguh. Terjemahan makna ayat tersebut adalah:
1. Perumpamaan Benang yang Diurai
Bagian awal ayat ini menggunakan metafora yang indah: "Janganlah kamu menjadi seperti seorang wanita yang telah menguraikan benangnya, yang telah dipintal dengan kukuh, menjadi serakan yang batal setelah dikuatkan."
Dalam budaya Arab kuno, memintal benang adalah pekerjaan yang membutuhkan ketekunan dan waktu. Benang yang sudah dipintal kuat (min ba'di quwwatin) melambangkan kesepakatan, janji, atau sumpah yang telah diucapkan dengan penuh kesungguhan dan komitmen.
Membatalkan janji itu sama seperti dengan sengaja mengurai kembali pintalan yang sudah jadi. Tindakan ini menunjukkan sifat yang sia-sia, tidak bertanggung jawab, dan merusak hasil usaha yang telah dibangun dengan susah payah. Dalam konteks sosial, ini berarti menghancurkan kepercayaan yang sudah terjalin erat.
2. Sumpah Sebagai Alat Penipuan (Dakhala)
Ayat ini secara eksplisit melarang menjadikan sumpah (terutama sumpah yang dikaitkan dengan nama Allah) sebagai dakhala (penipuan atau tipu daya). Pelanggaran janji seringkali didorong oleh motif duniawi, seperti melihat bahwa kelompok lain (umat lain) memiliki jumlah atau kekuatan yang lebih besar sehingga dianggap lebih menguntungkan untuk berpihak kepada mereka atau melanggar perjanjian lama demi sekutu baru.
Islam sangat menjunjung tinggi integritas lisan. Ketika seseorang bersumpah, ia mengaitkan tindakannya dengan zat Yang Maha Benar (Allah SWT). Oleh karena itu, menggunakan sumpah sebagai alat manipulasi adalah pelanggaran berat terhadap kehormatan janji dan bahkan terhadap Allah SWT.
3. Ujian Keimanan
Poin krusial berikutnya adalah penjelasan bahwa Allah menguji manusia melalui situasi ini: "Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan hal itu."
Ujian ini menguji kesetiaan seorang mukmin. Apakah ia akan tetap memegang teguh janji dan kebenaran meskipun dihadapkan pada godaan keuntungan besar atau tekanan dari kelompok yang lebih kuat? Janji yang ditepati di saat sulit, meskipun merugikan secara materiil sesaat, adalah bukti ketulusan iman.
4. Kepastian Pertanggungjawaban di Hari Kiamat
Ayat diakhiri dengan penegasan tentang hari penghakiman: "Dan sungguh Dia akan menjelaskan kepadamu pada hari kiamat tentang apa yang dahulu kamu perselisihkan."
Tidak ada janji yang terkhianati yang akan hilang tanpa pertanggungjawaban. Semua perselisihan, semua sumpah palsu, dan semua kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran janji akan diungkap tuntas di hadapan Allah SWT. Ini menjadi pengingat bahwa standar moral Islam bersifat abadi dan tidak tunduk pada fluktuasi kepentingan politik atau ekonomi sesaat.
Penerapan Etika An Nahl 92 dalam Kehidupan Modern
Ayat An Nahl 92 memiliki relevansi universal, khususnya dalam dunia bisnis, politik, dan hubungan interpersonal modern:
- Kontrak Bisnis: Perjanjian dan kontrak adalah bentuk janji yang dikuatkan. Melanggar kontrak karena menemukan mitra yang lebih menguntungkan adalah tindakan yang dicela oleh ayat ini.
- Janji Politik: Janji kampanye atau kesepakatan antar negara harus ditepati. Menggunakan retorika dan sumpah untuk mendapatkan dukungan lalu mengabaikannya setelah kekuasaan diraih adalah contoh dari "menguraikan benang yang telah dipintal."
- Integritas Pribadi: Dalam hubungan pribadi, menjaga janji kepada teman, keluarga, atau pasangan menunjukkan kedewasaan moral dan keimanan yang teguh.
Inti dari An Nahl ayat 92 adalah seruan untuk hidup berdasar integritas yang tidak goyah oleh perubahan kondisi pasar atau perhitungan untung-rugi sesaat. Menepati janji, sebagaimana menunaikan amanah, adalah ciri utama hamba Allah yang sejati.