Ilustrasi visual Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk.
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, merupakan panduan hidup yang komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari akidah, ibadah, muamalah, hingga akhlak. Di dalamnya terkandung ayat-ayat yang penuh hikmah, memberikan petunjuk, peringatan, dan solusi bagi setiap permasalahan manusia. Salah satu ayat yang memiliki kedalaman makna dan relevansi universal adalah Surat An Nisa ayat 107. Ayat ini berbicara tentang sebuah situasi yang sensitif dan seringkali menimbulkan dilema: membela orang yang berkhianat atau melakukan kesalahan, terutama ketika mereka berusaha menipu dan mengelak dari tanggung jawab.
Ayat ini secara tegas melarang Nabi Muhammad SAW untuk membela atau berdebat demi membela orang-orang yang telah mengkhianati diri mereka sendiri. Siapakah mereka? Para ahli tafsir umumnya sepakat bahwa "mengkhianati diri sendiri" dalam konteks ini merujuk pada tindakan-tindakan yang merusak diri sendiri, baik secara spiritual, moral, maupun fisik, yang pada akhirnya berujung pada dosa dan kemurkaan Allah. Ayat ini muncul sebagai respons terhadap segolongan kaum munafik yang mencoba membela diri mereka ketika tertangkap basah melakukan kesalahan atau membawa barang curian. Mereka berusaha meyakinkan Rasulullah SAW bahwa mereka tidak bersalah atau tidak bersalah sepenuhnya.
Larangan ini bukan semata-mata untuk Nabi Muhammad SAW secara pribadi, melainkan sebagai ketetapan umum bagi seluruh umat Islam. Ini adalah pengingat kuat bahwa kita tidak boleh membela atau membenarkan tindakan yang jelas-jelas salah, terutama ketika pelaku berupaya menutupi kesalahannya dengan kebohongan atau argumen yang menyesatkan. Allah SWT menekankan bahwa Dia tidak menyukai orang yang memiliki sifat "khawanan" (sangat suka berkhianat) dan "atsim" (banyak dosa). Sifat pengkhianatan ini sangat dibenci karena merusak tatanan sosial, kepercayaan, dan hubungan baik antarmanusia, serta yang terpenting, melanggar perintah Allah.
Konteks turunnya ayat ini sangat penting untuk dipahami. Pada masa itu, terdapat beberapa orang yang kedapatan membawa barang curian, namun mereka berusaha membela diri dengan alasan yang tidak benar. Mereka mencoba mengelak dari hukuman dan kecaman, bahkan berusaha meyakinkan Rasulullah SAW untuk membebaskan mereka. Ayat 107 An Nisa kemudian turun sebagai instruksi ilahi untuk tidak memberikan pemakluman atau pembelaan kepada mereka yang secara terang-terangan berkhianat dan berusaha menutupi kebohongan mereka.
Pelajaran yang bisa diambil dari ayat ini sangat luas dan relevan untuk kehidupan modern. Pertama, pentingnya kejujuran dan akuntabilitas. Kita tidak boleh mentolerir kebohongan atau pembelaan terhadap tindakan yang salah, sekecil apapun itu. Kedua, ayat ini mengajarkan kita untuk berani mengatakan yang benar dan menolak yang batil. Membela kebenaran lebih utama daripada membela teman atau kerabat yang jelas-jelas berbuat salah. Ketiga, ayat ini menjadi peringatan agar kita tidak tergolong sebagai orang yang suka berkhianat dan banyak dosa. Pengkhianatan bisa dalam berbagai bentuk: mengkhianati amanah, mengkhianati kepercayaan, mengkhianati janji, bahkan mengkhianati diri sendiri dengan tidak menjalankan perintah agama atau melakukan hal-hal yang merusak diri.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga memberikan peringatan kepada para pemimpin, penegak hukum, atau siapapun yang memiliki otoritas untuk tidak terpengaruh oleh rayuan, bujukan, atau tekanan untuk memutarbalikkan fakta demi membela pelaku kesalahan. Keadilan harus ditegakkan berdasarkan kebenaran, bukan berdasarkan hubungan personal atau tekanan sosial. Hati-hati terhadap orang yang pandai berkelit dan berdalih; kewajiban kita adalah melihat pada hakikat perbuatannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, ayat ini mengingatkan kita untuk bersikap adil dan proporsional. Kita dianjurkan untuk berbuat baik kepada sesama, namun kebaikan itu tidak boleh sampai pada titik membenarkan kemaksiatan atau kezaliman. Jika ada anggota keluarga, teman, atau kolega yang melakukan kesalahan, sikap kita bukanlah membelanya mati-matian dan memutarbalikkan fakta, melainkan memberikan nasihat yang baik, mendorongnya untuk bertaubat, dan jika perlu, melaporkan pelanggaran tersebut jika itu demi kebaikan yang lebih luas atau mencegah kemudaratan yang lebih besar.
Ayat ini juga menjadi pengingat bagi diri kita sendiri. Seberapa sering kita mengkhianati diri sendiri? Misalnya, ketika kita berjanji untuk bangun pagi untuk shalat tahajud namun kemudian tidur lagi, atau ketika kita berniat untuk tidak melakukan gosip namun akhirnya melakukannya. Semua itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap diri sendiri yang sebenarnya adalah pengkhianatan terhadap komitmen kita kepada Allah. Surat An Nisa ayat 107 adalah cermin yang merefleksikan sejauh mana kita menjaga amanah, kejujuran, dan integritas kita di hadapan Allah dan sesama manusia.
Dengan merenungi Surat An Nisa ayat 107, kita diajak untuk senantiasa menegakkan keadilan, menjauhi kemunafikan, dan menjaga diri dari sifat khianat yang dibenci oleh Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan mendapatkan ridha-Nya.