Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, mengandung petunjuk dan pelajaran berharga untuk setiap aspek kehidupan. Di antara lautan ayat-ayat ilahi, Surat An Nisa, yang berarti "Wanita," menyajikan berbagai hukum, etika, dan kisah yang relevan. Salah satu ayat yang sering menjadi bahan renungan dan kajian adalah Surat An Nisa ayat 153. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang kesalahan dan konsekuensi, tetapi juga tentang harapan dan rahmat Allah SWT.
يُسْـَٔلُكَ أَهْلُ ٱلْكِتَـٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَـٰبًا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَقَدْ سَأَلُوا۟ مُوسَىٰٓ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓا۟ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ ٱلصَّـٰعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ۚ ثُمَّ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَـٰتُ فَعَفَوْنَا عَن ذَٰلِكَ ۚ وَءَاتَيْنَا مُوسَىٰ سُلْطَـٰنًا مُّبِينًا
Orang-orang Yahudi bertanya kepadamu (Muhammad) untuk menurunkan Kitab dari langit. Maka sungguh, mereka telah meminta Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami secara terang-terangan," maka mereka disambar petir karena melakukan kezaliman. Kemudian mereka menyembah anak lembu (setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang terang), tetapi Kami memaafkan yang demikian itu, dan Kami telah menganugerahkan kepada Musa al-Qur'an yang nyata.
Surat An Nisa ayat 153 diturunkan pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup, ketika umat Islam sedang membangun peradaban di Madinah. Ayat ini memiliki kaitan erat dengan dialog dan interaksi antara kaum Muslimin dengan Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, yang saat itu mendiami Madinah. Para ahli kitab, khususnya kaum Yahudi, sering kali mengajukan pertanyaan-pertanyaan provokatif dan menantang kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk menguji kenabian beliau atau bahkan untuk mencari celah kelemahan dalam ajaran Islam.
Salah satu permintaan yang diajukan oleh sebagian dari mereka adalah agar diturunkan kitab suci baru dari langit kepada mereka. Permintaan ini bukanlah permintaan yang polos, melainkan cerminan dari ketidakpercayaan dan kesombongan mereka. Allah SWT mengingatkan Nabi Muhammad SAW melalui ayat ini bahwa permintaan semacam itu bukanlah hal baru. Sejarah telah mencatat bahwa kaum Yahudi sendiri pernah mengajukan permintaan yang jauh lebih berat kepada Nabi Musa AS.
Ayat ini diawali dengan firman Allah SWT: "Orang-orang Yahudi bertanya kepadamu (Muhammad) untuk menurunkan Kitab dari langit." Ini merujuk pada sikap sebagian kaum Yahudi yang tidak puas dengan Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan berharap ada kitab lain yang turun secara langsung dari langit kepada mereka, seolah-olah Al-Qur'an tidak memiliki keabsahan ilahi.
Kemudian, Allah SWT berfirman: "Maka sungguh, mereka telah meminta Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, 'Perlihatkanlah Allah kepada kami secara terang-terangan,' maka mereka disambar petir karena melakukan kezaliman." Pengingat sejarah ini sangat penting. Nabi Musa AS, seorang rasul utusan Allah yang mulia, pernah menghadapi kaumnya yang keras kepala. Ketika Nabi Musa AS kembali dari Miqat untuk menerima Taurat, kaumnya malah menyembah anak lembu. Bahkan sebelumnya, mereka pernah meminta untuk melihat Allah secara langsung, sebuah permintaan yang melampaui batas kemampuan manusia dan kesadaran mereka. Akibat permintaan durjana ini, mereka dihukum dengan petir (sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 55), sebuah manifestasi kemurkaan Allah atas kezhaliman mereka.
Ayat berlanjut: "Kemudian mereka menyembah anak lembu (setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang terang)." Ini adalah pengingat akan dosa besar lain yang dilakukan kaum Yahudi, yaitu menyembah patung anak lembu yang dibuat oleh Samiri, padahal mukjizat-mukjizat dan bukti kebenaran telah jelas terlihat.
Namun, ayat ini juga mengandung kabar gembira dan rahmat: "tetapi Kami memaafkan yang demikian itu, dan Kami telah menganugerahkan kepada Musa al-Qur'an yang nyata." Kata "memaafkan" di sini merujuk pada pengampunan Allah atas dosa menyembah anak lembu, berkat taubat mereka dan syafaat Nabi Musa AS. Dan yang lebih penting, Allah SWT menegaskan anugerah terbesar kepada Bani Israil adalah Taurat yang diturunkan kepada Musa, yang dalam konteks Al-Qur'an juga mencakup risalah kenabian yang berlanjut hingga kepada Nabi Muhammad SAW dengan Al-Qur'an. Penegasan ini seolah ingin mengatakan, "Mengapa kalian meminta yang baru, padahal kitab yang diturunkan kepada Musa sudah merupakan bukti kebesaran-Ku?"
Surat An Nisa ayat 153 memberikan beberapa pelajaran penting:
Memahami Surat An Nisa ayat 153 lebih dari sekadar mengetahui tafsirnya. Ini adalah tentang meresapi pelajaran hidup, memperkuat keimanan, dan menjadikan sejarah sebagai guru. Sikap kaum Yahudi di masa lalu menjadi cermin agar kita senantiasa rendah hati dalam menerima kebenaran, bersyukur atas nikmat Al-Qur'an, dan memohon ampunan serta rahmat Allah SWT.