Jihad Kepemimpinan: Menyingkap Makna Tuntas Surah At-Taubah Ayat 73

Perintah Ketegasan terhadap Kafir dan Munafikin dalam Perspektif Syariah dan Sejarah

Simbol Ketegasan dan Kebenaran Ilustrasi yang menggambarkan Al-Quran (simbol buku terbuka) dan panah tajam ke atas (simbol jihad dan ketegasan) yang dipancarkan dari dasar yang kokoh, melambangkan perintah dalam At-Taubah 73. "Jahid wa Aghluẓ"
Ilustrasi Simbolis Ketegasan dan Perjuangan yang Diperintahkan dalam At-Taubah 73.

Surah At-Taubah merupakan salah satu surah Madaniyah yang diturunkan pada periode kritis dalam sejarah Islam, yaitu setelah Perjanjian Hudaibiyah dan menjelang ekspedisi Tabuk. Surah ini dikenal sebagai ‘Bara’ah’ (Pemutusan Hubungan), karena mengandung perintah-perintah yang tegas, pengumuman ultimatum, serta pembeberan secara rinci mengenai ciri-ciri kaum munafikin yang selama ini menyamar di tengah barisan kaum Muslimin.

Di antara ayat-ayat yang memiliki implikasi mendalam bagi kepemimpinan dan penegakan kebenaran adalah Ayat 73. Ayat ini adalah seruan langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, memberikan mandat yang jelas mengenai bagaimana seharusnya sikap seorang pemimpin spiritual dan politik dalam menghadapi dua ancaman terbesar bagi umat: kaum kafir (ancaman eksternal) dan kaum munafikin (ancaman internal).

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. At-Taubah: 73)

I. Analisis Linguistik dan Terminologi Kunci

Memahami kedalaman makna ayat ini membutuhkan dekonstruksi istilah-istilah Arab yang digunakan, terutama karena konteks perintah kepemimpinan sering kali disalahpahami jika dilihat dari sudut pandang yang sempit. Ayat ini sarat dengan kata kerja imperatif yang menuntut tindakan proaktif dan ketegasan.

1. Seruan Kepada Nabi (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ)

Panggilan ini bukan hanya seruan hormat, tetapi penegasan peran sentral Nabi sebagai pemimpin yang diberi otoritas penuh untuk menjalankan perintah ini. Ketika Allah memanggil beliau dengan 'Ya Ayyuha An-Nabi' (Wahai Nabi), ini menekankan aspek kenabian, yang membawa tanggung jawab untuk menyampaikan dan menegakkan syariat, bukan sekadar sebagai individu biasa. Ini membedakannya dari panggilan 'Ya Ayyuhal Rasul' (Wahai Rasul) yang lebih berfokus pada penyampaian risalah. Di sini, fokusnya adalah pada fungsi kepemimpinan dan pelaksanaan tugas.

2. Perintah Jihad (جَاهِدِ)

Kata Jāhid adalah bentuk imperatif dari kata kerja Jahada, yang akar katanya adalah J-H-D (جهد), yang berarti mengerahkan segenap usaha, upaya, atau kemampuan. Jihad di sini jauh melampaui makna sempit ‘perang fisik’ (Qital).

🏠 Homepage