Ilustrasi sederhana yang merepresentasikan huruf "Nun" dalam kaligrafi Arab, menandakan Surat An-Nisa'.
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam memuat berbagai petunjuk dan pedoman hidup yang komprehensif. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang mengajarkan tentang akhlak mulia, muamalah yang benar, serta aturan-aturan yang menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. Dua ayat dari Surat An-Nisa', yaitu ayat 19 dan 30, memiliki kedudukan penting dalam mengingatkan kita akan pentingnya berbuat baik, menjauhi kezaliman, dan menghargai hak-hak sesama, khususnya terkait perempuan dan secara umum kepada seluruh manusia. Memahami makna mendalam dari kedua ayat ini dapat menjadi bekal berharga dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Ayat 19 dari Surat An-Nisa' secara khusus menyerukan agar umat Islam senantiasa berlaku baik dan adil terhadap para wanita. Ayat ini menegaskan bahwa seorang mukmin tidak boleh menyakiti, menzalimi, atau memperlakukan wanita dengan buruk.
(QS. An-Nisa' [4]: 19)
Dalam ayat ini, terkandung beberapa poin penting. Pertama, larangan keras untuk mewarisi wanita secara paksa. Di masa jahiliyah, terdapat praktik di mana seorang anak lelaki dari almarhum berhak mewarisi istri ayahnya sebagai bagian dari harta warisan. Islam datang untuk menghapus praktik barbar ini dan menegaskan bahwa wanita adalah manusia yang memiliki hak dan kemuliaan.
Kedua, larangan untuk menyakiti atau mempersulit wanita agar mereka mengembalikan mahar atau pemberian yang telah diberikan. Ini menekankan pentingnya menjaga hak-hak wanita dalam pernikahan dan menghindari tindakan yang merugikan mereka demi keuntungan pribadi.
Ketiga, perintah untuk bergaul dengan mereka secara makruf, yaitu dengan cara yang baik, sopan, dan sesuai dengan syariat. Ini mencakup menjaga perkataan, perbuatan, dan sikap terhadap istri, ibu, saudari, atau wanita lain dalam lingkaran keluarga.
Terakhir, ayat ini memberikan pelajaran berharga tentang kesabaran. Jika seorang suami tidak menyukai istrinya, ia tidak boleh serta-merta menceraikannya atau memperlakukannya dengan buruk. Sebaliknya, ia diperintahkan untuk bersabar, karena bisa jadi ketidaksukaan tersebut adalah ujian yang pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan yang lebih besar dari Allah. Ini adalah bentuk ajaran tentang hikmah di balik setiap ujian dan pentingnya pandangan jangka panjang dalam sebuah hubungan.
Bergeser ke ayat 30 dari Surat An-Nisa', kita menemukan larangan tegas terhadap tindakan memakan harta orang lain dengan cara yang batil atau tidak benar. Ayat ini memiliki cakupan yang lebih luas, meliputi segala bentuk pengambilan harta secara zalim, baik terhadap sesama Muslim maupun non-Muslim.
(QS. An-Nisa' [4]: 30)
Makna "batil" di sini mencakup berbagai bentuk kecurangan, penipuan, pencurian, perampasan, riba, sogok, korupsi, dan segala cara lain yang melanggar syariat untuk mendapatkan harta. Ayat ini mengingatkan agar setiap individu mencari rezeki dengan cara yang halal dan diridhai oleh Allah. Mengambil harta orang lain secara tidak sah adalah perbuatan dosa yang besar dan akan dimintai pertanggungjawaban.
Selain itu, ayat ini juga secara spesifik menyoroti bahaya memanfaatkan jalur hukum atau pengadilan untuk merampas harta orang lain secara zalim. Ini bisa berarti memberikan kesaksian palsu, memanipulasi bukti, atau melakukan tindakan lain yang bertujuan mengelabui hakim demi mendapatkan hak yang bukan miliknya. Padahal, dengan melakukan hal tersebut, seseorang telah mengetahui bahwa tindakannya adalah salah dan melanggar hukum serta ajaran agama.
Ketaatan terhadap ayat ini berarti menjaga integritas dalam setiap transaksi ekonomi dan muamalah. Ini mengajarkan pentingnya kejujuran, keadilan, dan kepatuhan terhadap hukum Allah dalam mencari nafkah. Dengan menghindari cara-cara batil, seorang Muslim tidak hanya terhindar dari dosa, tetapi juga membangun kehidupan yang berkah dan diridhai.
Surat An-Nisa' ayat 19 dan 30 adalah pengingat yang kuat tentang prinsip-prinsip etika dan moralitas dalam Islam. Ayat 19 menekankan pentingnya menghormati hak dan martabat wanita, serta kewajiban untuk bergaul dengan mereka secara baik dan penuh kasih. Sementara itu, ayat 30 memberikan peringatan keras terhadap segala bentuk pengambilan harta secara batil, mengajarkan kita untuk mencari rezeki yang halal dan menjauhi segala bentuk kecurangan.
Kedua ayat ini bukan hanya relevan bagi kaum pria atau dalam konteks pernikahan, tetapi merupakan pedoman universal yang berlaku bagi seluruh umat manusia. Kehidupan yang harmonis dan adil dapat tercapai jika setiap individu memegang teguh ajaran ini dalam setiap aspek kehidupannya, baik dalam hubungan pribadi, keluarga, maupun dalam interaksi sosial dan ekonomi. Dengan merenungi dan mengamalkan makna dari Surat An-Nisa' ayat 19 dan 30, kita dapat membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik, taat kepada Allah, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.