Menelisik Makna Mendalam: Surat An Nisa Ayat 33 hingga 35

⚖️ An Nisa

Simbol Keadilan dan Pemecahan Masalah

Al-Qur'an adalah panduan hidup umat Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari akidah, ibadah, muamalah, hingga etika. Di antara ayat-ayat yang memberikan petunjuk berharga adalah Surat An Nisa ayat 33 hingga 35. Ayat-ayat ini secara spesifik membahas mengenai tanggung jawab besar yang diemban oleh setiap individu di hadapan Allah Swt., serta memberikan solusi komprehensif ketika terjadi perselisihan, terutama di kalangan keluarga atau komunitas. Memahami kandungan ayat-ayat ini sangatlah krusial untuk membangun masyarakat yang harmonis dan adil.

Kewajiban Terhadap Tanggung Jawab

Surat An Nisa ayat 33 secara tegas menyatakan, "Dan kepada setiap orang, Kami telah menjadikan pewaris dari apa yang ditinggalkan oleh orang tua dan kerabat. Dan kepada orang-orang yang kamu telah mengikat sumpah (dengan mereka), berikanlah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah Maha Saksii atas segala sesuatu."

Ayat 33: "Dan kepada setiap orang, Kami telah menjadikan pewaris dari apa yang ditinggalkan oleh orang tua dan kerabat. Dan kepada orang-orang yang kamu telah mengikat sumpah (dengan mereka), berikanlah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah Maha Saksii atas segala sesuatu."

Ayat ini menggarisbawahi prinsip waris dalam Islam. Allah Swt. telah menetapkan bahwa ada pihak-pihak yang berhak mewarisi harta peninggalan orang tua dan kerabat. Ini bukan sekadar masalah pembagian harta, tetapi juga merupakan pengakuan atas adanya tanggung jawab dan hak yang melekat pada hubungan kekerabatan dan ikatan janji. Konsep pewaris ini mencerminkan bagaimana Islam memberikan perhatian serius pada kelangsungan hidup dan kesejahteraan keluarga serta komunitas yang ditinggalkan. Setiap individu memiliki kewajiban untuk menghormati dan melaksanakan ketentuan ini dengan adil, karena Allah adalah saksi atas segala perbuatan.

Selain itu, ayat ini juga mencakup tanggung jawab terhadap pihak-pihak yang memiliki ikatan janji atau sumpah. Ini bisa merujuk pada banyak hal, seperti perjanjian bisnis, sumpah setia, atau bahkan kewajiban yang timbul dari hubungan kemitraan. Allah menekankan bahwa hak-hak mereka harus dipenuhi. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal antarmanusia, termasuk dalam ranah perjanjian dan tanggung jawab kontraktual.

Menyelesaikan Perselisihan dengan Bijak

Bagian penting dari Surat An Nisa yang relevan untuk kehidupan sosial adalah ayat 34 dan 35, yang memberikan panduan konkret dalam menghadapi perselisihan, terutama antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga, yang seringkali menjadi inti dari banyak konflik.

Ayat 34: "Laki-laki itu pelindung bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan yang saleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz (durhaka), maka nasihatilah mereka, dan jika (tetap) tidak mau patuh, pisahkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Jika mereka taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Ayat 34 memang seringkali menjadi sorotan dan diperdebatkan. Penting untuk memahami konteks dan makna mendalamnya. Pernyataan bahwa "laki-laki adalah pelindung bagi perempuan" merujuk pada peran kepemimpinan dalam rumah tangga yang dibebankan kepada laki-laki, terutama dalam hal tanggung jawab finansial dan perlindungan. Ini bukan berarti superioritas mutlak, melainkan pembagian peran dan tanggung jawab yang seimbang. Konsep "melebihkan sebagian atas sebagian yang lain" harus dipahami dalam konteks anugerah dan tanggung jawab yang berbeda yang Allah berikan kepada masing-masing jenis kelamin, bukan sebagai dasar penindasan.

Selanjutnya, ayat ini memberikan solusi bertahap ketika terjadi masalah "nusyuz" (pembangkangan atau ketidaktaatan) dari pihak perempuan. Tahap pertama adalah nasihat (mau'izhah), yaitu upaya persuasif dengan lembut untuk mengingatkan dan memperbaiki. Jika ini tidak berhasil, tahap kedua adalah memisahkan tempat tidur (hajru fil madhja'). Ini adalah bentuk teguran yang lebih serius, memberikan ruang bagi masing-masing untuk merenung tanpa kontak fisik.

Ayat 35: "Dan jika kamu khawatir terjadi perselisihan antara keduanya, maka bangkitkanlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi kemafakatan kepada keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Ayat 35 memberikan solusi eskalasi yang lebih tinggi ketika masalah tidak terselesaikan melalui langkah-langkah sebelumnya. Di sinilah peran penting pihak ketiga, yaitu juru damai atau hakam, dari kedua belah pihak keluarga. Tujuannya adalah untuk mediasi dan mencari solusi perdamaian yang terbaik bagi kedua belah pihak. Ayat ini menegaskan bahwa jika niat kedua juru damai adalah untuk memperbaiki hubungan, maka Allah akan memberikan kemudahan dan kesepakatan. Ini adalah ajaran yang sangat pragmatis dan menunjukkan pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan musyawarah.

Implikasi dan Refleksi

Surat An Nisa ayat 33-35 mengajarkan kita tentang pentingnya tanggung jawab, baik dalam urusan harta maupun dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan dan keputusan kita disaksikan oleh Allah Swt. Dalam menyelesaikan perselisihan, Islam menganjurkan pendekatan yang bertahap, dimulai dari nasihat, kemudian teguran, dan terakhir mediasi oleh pihak ketiga yang netral.

Pemahaman yang benar dan kontekstual terhadap ayat-ayat ini sangatlah penting untuk menghindari kesalahpahaman dan penerapan yang keliru. Inti dari ajaran ini adalah mewujudkan keadilan, kasih sayang, dan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga. Dengan merujuk pada Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk, umat Islam diharapkan dapat membangun hubungan yang kokoh, saling menghargai, dan menyelesaikan setiap persoalan dengan cara yang diridhai oleh Allah Swt.

Baca lebih lanjut tentang Surat An Nisa.

🏠 Homepage