Ilustrasi: Ketenangan dalam proses penyelesaian masalah.
Dalam kehidupan bermasyarakat, perselisihan dan konflik adalah realitas yang tak terhindarkan. Terkadang, gesekan antar individu atau kelompok dapat memicu ketegangan yang serius. Islam, sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin, senantiasa memberikan panduan yang komprehensif untuk mengelola dan menyelesaikan konflik, serta menjaga keharmonisan dalam setiap lini kehidupan. Salah satu sumber petunjuk utama adalah Al-Qur'anul Karim.
Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan surat Madaniyah yang kaya akan ajaran mengenai hak-hak, kewajiban, serta tatanan sosial dalam Islam. Di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang secara spesifik membahas cara menghadapi perselisihan, sebagaimana tercantum dalam ayat 35 hingga 40. Ayat-ayat ini tidak hanya memberikan solusi praktis, tetapi juga menegaskan prinsip-prinsip moral dan spiritual yang menjadi landasan penting dalam berinteraksi.
Ayat 35 Surat An-Nisa memulai dengan instruksi mengenai cara menyelesaikan perselisihan antara suami istri:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقًا بَيْنَهُمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا ۖ إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Dan jika kamu khawatir terjadi perselisihan antara keduanya, maka utuslah seorang juru damai (hakim) dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai (hakim) dari keluarga perempuan. Jika keduanya (suami dan istri) bermaksud memperbaiki diri, niscaya Allah memberikan kemudahan kepada keduanya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
Ayat ini menekankan pentingnya peran pihak ketiga yang netral dan memiliki niat baik untuk mendamaikan, terutama dari keluarga kedua belah pihak. Tujuannya adalah untuk mencegah perpecahan yang lebih parah dan mengembalikan keharmonisan. Kunci keberhasilan terletak pada niat tulus kedua pasangan untuk memperbaiki hubungan, dengan Allah sebagai penentu akhir keberhasilan.
Melanjutkan dari tema keharmonisan keluarga, ayat 36 memperluas cakupan menjadi kewajiban untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
Ayat ini adalah fondasi sosial yang kuat. Dimulai dengan tauhid (mengesakan Allah), lalu diperluas ke berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian dan kebaikan. Ini mengajarkan bahwa hubungan baik dengan sesama, terutama yang lemah dan membutuhkan, adalah bagian tak terpisahkan dari ketaatan kepada Allah. Sifat sombong dan membanggakan diri dilarang keras karena dapat merusak hubungan sosial dan spiritual.
Ayat 37, 38, dan 39 membahas tentang orang-orang yang bersifat kikir, suka menyuruh orang berbuat buruk, dan menunjukkan riya' (pamer):
الَّذِينَ يُبَخِّلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
Orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir, serta menyembunyikan karunia Allah yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir.
وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ وَمَن يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا
Dan (juga) orang-orang yang berinfak dengan harta mereka karena riya' (pamer) kepada manusia dan mereka tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir. Dan barang siapa menjadikan setan sebagai temannya, maka itu adalah seburuk-buruk teman.
وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ آمَنُوا بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللَّهُ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِهِمْ عَلِيمًا
Dan apakah kerugian mereka jika beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian, serta menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka? Dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.
Ayat-ayat ini memberikan peringatan keras terhadap sifat-sifat tercela yang merusak tatanan sosial dan spiritual. Kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir menunjukkan keegoisan dan penolakan terhadap prinsip berbagi. Riya' dalam berinfak menunjukkan bahwa motivasi ibadah yang keliru dan hilangnya keikhlasan. Allah menegaskan bahwa perbuatan tersebut tidak hanya sia-sia, tetapi juga mendatangkan siksa. Sebaliknya, ayat 39 mengajak untuk merenungi kerugian jika tidak beriman dan tidak mau berbagi, padahal Allah Maha Mengetahui segalanya.
Terakhir, ayat 40 menutup rangkaian ini dengan janji manis bagi mereka yang berinfak dijalan Allah:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi (siapa pun) barang sedikit pun. Dan jika ada kebajikan sebesar biji zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.
Ayat ini adalah penegasan keadilan dan kemurahan Allah. Setiap kebaikan, sekecil apapun, tidak akan disia-siakan. Allah akan melipatgandakannya dan memberikan balasan yang berlipat ganda. Ini menjadi motivasi kuat bagi umat Islam untuk senantiasa berbuat baik, bersedekah, dan membantu sesama, tanpa khawatir sia-sia. Ini adalah bukti bahwa Allah tidak pernah zalim, dan balasan-Nya selalu melampaui apa yang kita lakukan.
Secara keseluruhan, ayat 35-40 Surat An-Nisa mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan sosial dan spiritual. Dimulai dari penyelesaian konflik personal, berlanjut pada kewajiban berbuat baik kepada seluruh elemen masyarakat, hingga peringatan keras terhadap sifat-sifat buruk dan janji pahala yang besar bagi yang berbuat kebaikan. Memahami dan mengamalkan ayat-ayat ini adalah kunci untuk membangun keluarga yang harmonis, masyarakat yang peduli, dan pribadi yang bertakwa.