Ilustrasi dualitas kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang mengajarkan kita tentang bagaimana menjalani kehidupan dunia dengan bijak seraya mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Surat An Nisa, yang membahas berbagai aspek hukum dan sosial dalam Islam, juga memuat dua ayat penting, yaitu ayat 78 dan 79, yang memberikan panduan mendalam mengenai hal ini.
Ayat-ayat ini tidak hanya sekadar bacaan, melainkan merupakan instruksi ilahi yang perlu direnungkan dan diimplementasikan dalam keseharian. Dengan memahami konteks dan makna kedua ayat ini, kita dapat memperbaiki cara pandang kita terhadap dunia dan memprioritaskan amal perbuatan yang akan membawa kebaikan abadi.
Surat An Nisa adalah surat Madaniyyah yang kaya akan ajaran. Ayat 78 dan 79 secara spesifik membicarakan perbedaan nasib antara orang mukmin yang mendapatkan kebaikan dari Allah, dan mereka yang justru tertimpa keburukan. Mari kita simak bacaan dan terjemahannya:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
Segala nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan segala musibah yang menimpamu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul bagi (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
يُقَوِّلُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ۖ ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
Mereka berkata, "Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami taat." Tetapi kemudian sebagian dari mereka berpaling setelah itu. Mereka bukanlah orang-orang yang beriman.
Ayat 78 An Nisa merupakan fondasi penting dalam memahami hubungan antara manusia, Tuhannya, dan perbuatannya. Ayat ini secara tegas membagi sumber datangnya kebaikan dan keburukan. Segala kebaikan yang kita terima, baik itu berupa kesehatan, rezeki, keberhasilan, maupun ketenangan hati, seluruhnya adalah anugerah murni dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal ini mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur dan menyandarkan segala kesuksesan kepada-Nya, bukan pada kekuatan diri semata.
Di sisi lain, ketika musibah atau keburukan menimpa, ayat ini menyatakan bahwa itu berasal dari diri kita sendiri. Pernyataan ini bukan berarti Allah membiarkan umat-Nya celaka tanpa sebab, melainkan sebagai pengingat bahwa banyak keburukan yang kita alami adalah konsekuensi dari kelalaian, kesalahan, dosa, atau ketidaktaatan kita terhadap perintah Allah. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang mengingatkan kita untuk introspeksi, bertaubat, dan memperbaiki diri. Kesadaran ini menjadi modal penting untuk pertumbuhan spiritual, mengajarkan kita untuk bertanggung jawab atas setiap pilihan hidup yang kita ambil.
Pesan terakhir dari ayat ini adalah penegasan status Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rasul untuk seluruh umat manusia. Kehadiran beliau adalah rahmat terbesar, membawa petunjuk yang lurus bagi kehidupan di dunia dan keselamatan di akhirat. Pengakuan ini sekaligus menuntut kita untuk mengikuti jejak dan ajaran beliau.
Ayat 79 An Nisa kemudian melengkapi pemahaman kita dengan menyoroti fenomena keimanan yang hanya di bibir. Ayat ini menggambarkan segolongan orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menyatakan ketaatan. Pengakuan ini terdengar manis dan meyakinkan di awal. Namun, cobaan datang ketika setelah mengucapkan kalimat keimanan tersebut, sebagian dari mereka justru berpaling atau mengingkari.
Perilaku berpaling ini bisa bermacam-macam wujudnya. Bisa jadi mereka enggan menjalankan perintah agama ketika ada tantangan, lebih memilih jalan pintas yang menyimpang dari ajaran, atau bahkan secara terang-terangan menentang syariat ketika kepentingan pribadi terganggu. Allah dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang yang menunjukkan sikap seperti ini bukanlah orang-orang yang beriman sejati. Keimanan mereka adalah keimanan semu, yang tidak meresap ke dalam hati dan tidak tercermin dalam tindakan nyata.
Ayat ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya konsistensi antara ucapan dan perbuatan. Keimanan yang benar haruslah mengakar di hati, lalu mewujud dalam ketaatan yang teguh kepada Allah dan Rasul-Nya, bahkan ketika ujian datang menerpa. Pengakuan iman tanpa diiringi perbuatan taat adalah ibarat bangunan tanpa pondasi yang kokoh, mudah roboh ketika diterpa badai.
Kedua ayat ini secara sinergis memberikan panduan komprehensif bagi seorang mukmin. Pertama, kita diajak untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang berasal dari Allah, dan menyadari bahwa segala musibah adalah cerminan dari diri sendiri yang perlu diperbaiki. Ini adalah keseimbangan antara pengakuan kebesaran Allah dan tanggung jawab personal.
Kedua, kita diingatkan bahwa keimanan yang sejati bukanlah sekadar pengakuan lisan, melainkan sebuah komitmen mendalam yang dibuktikan dengan ketaatan yang konsisten. Kehidupan dunia adalah ladang ujian, tempat kita menanam amal. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai kelak di akhirat.
Memahami Surat An Nisa ayat 78-79 secara mendalam akan mendorong kita untuk selalu menjaga kualitas keimanan, bertanggung jawab atas setiap perbuatan, dan senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan. Dunia adalah tempat persinggahan sementara, sementara akhirat adalah kehidupan yang kekal. Dengan menjadikan ajaran dalam ayat ini sebagai pedoman, insya Allah kita akan mampu menjalani kehidupan dunia dengan ridha Allah dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat.