Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya berisi perintah dan larangan, tetapi juga merupakan sumber kebijaksanaan dan panduan hidup yang tak ternilai. Setiap ayat, setiap surat, menyimpan hikmah yang mendalam bagi mereka yang mau merenungkannya. Salah satu ayat yang sering kali menjadi sorotan dan bahan perenungan adalah ayat terakhir dari Surat An-Nisa.
Ayat ini, meskipun singkat, mengandung makna yang sangat luas dan multifaset. Ia hadir di akhir surat yang banyak membahas tentang hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita dan anak yatim, serta berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan. Penempatan ayat terakhir ini bukan tanpa alasan, ia seolah menjadi penutup yang merangkum semangat dan tujuan penurunan syariat Islam itu sendiri.
Mari kita bedah satu per satu ungkapan kunci dalam ayat ini:
Frasa ini menunjukkan bahwa Allah Swt. mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya adalah sebagai bentuk kasih sayang dan keinginan-Nya untuk memberikan penjelasan. Penjelasan ini mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari masalah akidah, ibadah, akhlak, hingga muamalah. Allah tidak membiarkan hamba-Nya dalam kegelapan dan kebingungan, melainkan memberikan petunjuk yang jelas melalui wahyu-Nya.
Penjelasan ini penting untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang membawa kebaikan dan mana yang membawa kesesatan. Tanpa penjelasan ilahi, manusia akan mudah tersesat dan terjebak dalam keraguan.
Bagian ini menggarisbawahi pentingnya mengambil pelajaran dari sejarah. Allah tidak hanya memberikan aturan baru, tetapi juga menyingkap kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu, baik yang taat maupun yang durhaka. Kisah-kisah ini berfungsi sebagai cermin bagi kita. Kita dapat melihat bagaimana umat-umat sebelumnya berhasil ketika mereka mengikuti petunjuk Allah dan bagaimana mereka hancur ketika berpaling dari jalan-Nya.
Mempelajari sejarah para nabi dan rasul terdahulu, seperti Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa, memberikan kita teladan dalam kesabaran, keteguhan iman, dan perjuangan dakwah. Sebaliknya, kisah-kisah kaum 'Ad, Tsamud, dan Fir'aun menjadi peringatan keras agar kita tidak mengulangi kesalahan mereka.
Ini adalah penegasan kebesaran rahmat Allah. Setelah memberikan penjelasan dan pelajaran, Allah membuka pintu taubat yang seluas-luasnya. Tidak ada dosa yang terlalu besar bagi Allah untuk diampuni, asalkan hamba-Nya bertaubat dengan tulus. Pintu taubat ini selalu terbuka hingga ajal menjemput.
Ayat ini memberikan harapan besar bagi setiap muslim. Sekalipun kita terjerumus dalam kesalahan atau dosa, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada Allah. Taubat bukan hanya sekadar penyesalan, tetapi juga tekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan berusaha memperbaiki diri.
Penutup ayat ini menegaskan sifat-sifat Allah yang sempurna. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, yang tampak maupun yang tersembunyi. Kebijaksanaan-Nya termanifestasi dalam setiap ketetapan dan aturan yang Dia turunkan. Apa pun yang Allah perintahkan atau larang, pasti mengandung kebaikan dan hikmah yang mendalam, meskipun kadang akal manusia belum mampu sepenuhnya memahaminya.
Surat An-Nisa ayat terakhir ini memiliki relevansi yang sangat kuat di era modern ini. Di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing, kita sering dihadapkan pada berbagai pilihan dan tantangan. Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu kembali kepada sumber ajaran Islam yang murni, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.
Dengan memahami dan mengamalkan isi ayat ini, seorang muslim diharapkan dapat:
Pada intinya, surat An-Nisa ayat terakhir adalah sebuah pengingat abadi bahwa Allah mengutus agama ini untuk kemaslahatan umat manusia. Ia memberikan penjelasan, menyingkap jalan kebenaran melalui kisah-kisah masa lalu, serta membuka lebar pintu ampunan bagi siapa saja yang kembali kepada-Nya. Sebuah ayat penutup yang sarat dengan harapan, kebaikan, dan tuntunan ilahi.