Dalam susunan mushaf Al-Qur'an, kita menemukan bahwa surat Al-Falaq (Surat ke-113) mendahului surat An-Nas (Surat ke-114). Kedua surat ini, bersama dengan surat Al-Ikhlas (Surat ke-112), dikenal secara kolektif sebagai Al-Mu'awwidzat (Surat-surat untuk memohon perlindungan). Meskipun urutan penulisan wahyu (nuzul) mungkin berbeda, penempatan dalam mushaf adalah berdasarkan ketetapan ilahi dan hikmah yang mendalam. Memahami makna surat sebelum An-Nas, yaitu Al-Falaq, sangat penting untuk mengapresiasi kesatuan pesan perlindungan dalam tiga penutup juz amma ini.
Pesan Perlindungan dari Kegelapan Alam
Surat Al-Falaq, yang berarti "Waktu Shubuh" atau "Retakan Fajar", secara eksplisit memohon perlindungan kepada Allah dari segala keburukan yang tersembunyi maupun yang tampak. Ayat pertamanya adalah perintah: "Katakanlah: 'Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai fajar (subuh)'." Pemilihan kata 'fajar' ini sangat signifikan. Fajar adalah waktu peralihan dari kegelapan total malam menuju terang benderang. Ini menyiratkan bahwa Allah adalah Pencipta yang mampu membelah kegelapan, dan oleh karena itu, Dia adalah pelindung terbaik dari segala jenis kegelapanābaik kegelapan fisik maupun kegelapan spiritual.
Surat ini melanjutkan dengan menyebutkan sumber-sumber keburukan yang spesifik yang harus dihindari, dimulai dari ciptaan-Nya sendiri. Ayat kedua menjelaskan: "Dari kejahatan makhluk-Nya,". Ini mencakup semua makhluk hidup yang mungkin membawa mudharat, baik secara sengaja maupun tidak. Namun, keutamaan Al-Falaq tidak berhenti pada makhluk hidup umum.
Fokus pada Kejahatan yang Paling Meresahkan
Dua ancaman besar diuraikan lebih lanjut dalam surat ini, yang secara tematik melengkapi perlindungan yang dicari dalam An-Nas. Pertama, Allah memohon perlindungan dari: "kejahatan malam apabila telah gelap gulita,". Malam yang gelap gulita adalah waktu di mana banyak bahaya tidak terlihat, di mana hasrat buruk dan tindakan kriminal lebih mudah terjadi tanpa pengawasan. Perlindungan ini mencakup ketakutan akan segala hal yang menakutkan yang muncul setelah matahari terbenam.
Ancaman kedua adalah yang berkaitan dengan tipu daya halus, yaitu kejahatan para penyihir atau tukang sihir: "dan dari kejahatan tukang-tukang sihir wanita yang meniup pada buhul-buhul,". Ayat ini menunjukkan pengakuan Islam terhadap adanya praktik sihir dan bahwa perlindungan tertinggi dari tipu daya gaib ini adalah dengan berlindung kepada Sang Pencipta. Lafaz "meniup pada buhul-buhul" merujuk pada praktik ritual sihir yang dikenal pada masa turunnya wahyu, menunjukkan relevansi perlindungan ini lintas zaman dari segala bentuk gangguan spiritual yang disengaja.
Keterkaitan Intim dengan Surat An-Nas
Mengapa Al-Falaq ditempatkan tepat sebelum An-Nas? Keduanya saling melengkapi dalam konsep permohonan perlindungan. Jika Al-Falaq fokus pada perlindungan dari ancaman eksternal yang berasal dari ciptaan dan alam (kegelapan, sihir), maka An-Nas fokus pada perlindungan dari ancaman internal atau yang lebih tersembunyi: bisikan setan (jin dan manusia).
Al-Falaq meminta perlindungan dari hal-hal yang terlihat dan tidak terlihat yang berasal dari 'fajar' yang baru muncul atau 'malam' yang telah gelap. Setelah memohon perlindungan dari bahaya alam dan sihir, kita diperintahkan untuk memohon perlindungan dari Sang Penguasa Manusia dalam An-Nas (Malik, Ilah, Naas), yaitu dari tipu daya musuh utama akal dan iman kita, yaitu syaitan. Dengan membaca Al-Falaq, seorang Muslim menegaskan bahwa Allah adalah sumber keselamatan dari setiap malapetaka fisik atau spiritual yang ditimbulkan oleh makhluk lain. Ini adalah fondasi perlindungan.
Hikmah Penutup Al-Qur'an
Dua surat terakhir Al-Qur'an ini menawarkan kurikulum perlindungan spiritual yang sempurna. Mereka mengajarkan kita bahwa seorang Mukmin harus secara aktif mencari perlindungan dari setiap sumber keburukan yang disebutkan: dari kegelapan materi, dari kejahatan makhluk, dari tipu daya sihir, dan yang paling penting, dari tipu daya waswas yang menggoda hati dan pikiran kita sendiri. Surat sebelum An-Nas (Al-Falaq) mengajarkan kita untuk melihat ke luar dan menguatkan benteng kita terhadap bahaya duniawi dan gaib yang diciptakan Allah. Penempatan strategis ini memastikan bahwa sebelum menghadapi musuh terdalam (syaitan dalam An-Nas), kita telah berlindung kepada Rabbul Falaq (Tuhan Pemilik Fajar) dari semua potensi bahaya lainnya.
Maka, tadabbur terhadap Al-Falaq memperkuat keyakinan bahwa dengan izin Allah, tidak ada kejahatan yang dapat mendekati seorang hamba yang berlindung dengan keyakinan penuh kepada-Nya. Ini adalah kunci ketenangan batin di tengah hiruk pikuk kehidupan yang penuh dengan potensi fitnah dan keburukan.