Surah An-Naas (Manusia) adalah surah ke-114 dan merupakan penutup dari Al-Qur'an. Bersama dengan Surah Al-Falaq, An-Naas dikenal sebagai "Al-Mu'awwidzatain" (Dua Surah Permohonan Perlindungan). Ayat-ayatnya yang ringkas namun padat mengandung makna spiritual yang mendalam, yaitu penegasan bahwa satu-satunya tempat berlindung dari segala kejahatan yang tersembunyi adalah Allah SWT.
Tafsir Surah An-Naas memberikan landasan teologis yang kuat bahwa musuh terbesar manusia tidak selalu terlihat oleh mata. Kejahatan bisa datang dari bisikan samar, hasutan halus, dan godaan yang bekerja di bawah kesadaran kita. Oleh karena itu, perlindungan yang diminta harus bersifat total, mencakup seluruh aspek eksistensi manusia.
(Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (Pemelihara) manusia.")
Ayat pembuka ini menetapkan siapa yang diminta perlindungan: Ar-Rabb (Tuhan Yang Memelihara, Menguasai, dan Mendidik). Menggunakan kata "An-Naas" (Manusia) menegaskan bahwa permohonan ini ditujukan kepada Dzat yang paling mengerti seluk-beluk penciptaan manusia. Perlindungan ini dicari dari Rabb seluruh umat manusia, bukan hanya individu tertentu.
(Raja (Pemilik kekuasaan penuh) atas manusia.)
Ayat ini memperkuat tauhid al-Asma was-Sifat dengan menisbatkan sifat Al-Malik (Raja). Tidak ada entitas lain yang memiliki otoritas absolut atas manusia selain Allah. Ketika seseorang berlindung kepada Raja yang Maha Kuasa, ia yakin bahwa permintaannya akan dipenuhi karena tidak ada yang dapat menghalangi kehendak-Nya.
(Ilah (Penyembah) manusia.)
Ini adalah penegasan tauhid uluhiyah. Hanya Allah yang berhak disembah. Dalam konteks perlindungan, berlindung kepada Ilah berarti mengakui bahwa hanya Dia satu-satunya tujuan akhir dari setiap harapan dan ketakutan. Keimanan yang kokoh kepada keesaan Allah adalah perisai spiritual tertinggi.
("Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi.")
Di sinilah fokus perlindungan dijelaskan: mencari perlindungan dari Al-Waswas Al-Khannas. "Al-Waswas" merujuk pada bisikan jahat, keraguan, atau godaan yang ditanamkan dalam hati. Kata "Al-Khannas" (yang mundur/bersembunyi) menunjukkan sifat licik setan; ia mendekat dan menggoda saat manusia lalai atau lemah, dan mundur saat manusia mengingat Allah (berzikir atau membaca Al-Qur'an).
"(Yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia.)"
Ayat ini menjelaskan metode operasi musuh spiritual ini: ia bekerja langsung pada pusat kesadaran dan perasaan, yaitu dada (shudr). Bisikan ini bisa berupa keraguan terhadap agama, dorongan untuk melakukan maksiat, atau menaburkan permusuhan antar sesama.
("Dari (kejahatan) jin dan manusia.")
Ayat penutup ini melengkapi cakupan perlindungan. Kejahatan yang dibisikkan itu berasal dari dua sumber utama: jin (setan yang tidak terlihat) dan manusia (setan dari kalangan manusia yang menyebarkan fitnah, hasutan, atau keburukan secara terang-terangan).
Tafsir Surah An-Naas menunjukkan bahwa Islam mengajarkan pendekatan yang holistik terhadap ancaman. Manusia diperintahkan untuk tidak hanya melawan kejahatan fisik, tetapi juga melawan kejahatan metafisik dan psikologis. Dengan mengulang tiga sifat Agung Allah (Rabb, Malik, Ilah) di awal surah, kita diingatkan bahwa sumber daya untuk menghadapi segala bentuk kejahatan—baik yang datang dari jin maupun manusia—adalah pengakuan penuh atas kekuasaan tunggal Allah.
Membaca Surah An-Naas secara rutin, terutama sebelum tidur atau saat menghadapi kecemasan, adalah bentuk terapi spiritual. Ia mengalihkan fokus dari sumber ketakutan menuju Sumber kekuasaan tertinggi. Ini adalah penyerahan diri total bahwa, betapapun liciknya bisikan setan atau jahatnya niat manusia, kekuatan Pencipta manusia jauh lebih besar dan mampu memberikan benteng pertahanan yang sempurna. Surah ini adalah penutup kitab suci yang sempurna, membekali Muslim dengan senjata doa paling ampuh melawan kegelapan batin dan luar.