Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah landasan hukum tertinggi bangsa Indonesia. Sebagai dokumen fundamental, naskah asli yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dirancang dalam suasana darurat kemerdekaan. Struktur kekuasaan yang ada saat itu cenderung sentralistik dan memberikan otoritas besar kepada lembaga kepresidenan, yang dirasa perlu untuk menjaga keutuhan negara yang baru berdiri.
Namun, seiring berjalannya waktu, khususnya setelah era Reformasi, kebutuhan untuk menyeimbangkan kekuasaan, memperkuat hak asasi manusia, dan meningkatkan akuntabilitas publik menjadi semakin mendesak. Hal ini mendorong dilaksanakannya empat tahap amandemen besar terhadap UUD 1945 yang berlangsung antara tahun 1999 hingga 2002. Perbandingan antara teks sebelum dan sesudah amandemen menunjukkan pergeseran filosofis yang signifikan dalam tata kelola negara.
UUD 1945 sebelum amandemen memiliki ciri khas yang mencerminkan konteks historis kelahirannya. Beberapa poin utama yang menonjol meliputi:
Amandemen UUD 1945 bertujuan utama untuk mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan supremasi hukum, sekaligus membatasi potensi penyalahgunaan kekuasaan. Transformasi ini melahirkan arsitektur ketatanegaraan yang berbeda secara substansial:
Salah satu perubahan paling fundamental adalah pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode, masing-masing lima tahun. Hal ini secara efektif mengakhiri kekuasaan otoriter yang berkepanjangan. Selain itu, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan lagi oleh MPR.
Peran MPR mengalami pergeseran; MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, melainkan sejajar dengan lembaga negara lainnya. Lembaga-lembaga baru atau yang diperkuat perannya meliputi:
Pasca amandemen, Bab XA ditambahkan secara khusus memuat 28 pasal mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Penguatan ini memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat terhadap hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya warga negara, yang sebelumnya kurang terperinci.
Perbedaan mendasar antara UUD sebelum dan sesudah amandemen terletak pada pergeseran fokus dari Sentralisasi Kekuasaan ke Pembagian Kekuasaan (Trias Politica yang diperkuat). Teks asli lebih menekankan pada efektivitas pemerintahan dalam situasi darurat, sementara teks hasil amandemen lebih mengutamakan prinsip demokrasi konstitusional, akuntabilitas, dan perlindungan hak warga negara.
Amandemen bukan sekadar penambahan pasal, melainkan sebuah proses rekonstitusionalisasi yang bertujuan menjadikan UUD 1945 sebagai dokumen yang adaptif terhadap tuntutan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar Pancasila. Meskipun implementasinya masih menghadapi tantangan, kerangka hukum yang baru telah memberikan alat yang lebih kuat bagi masyarakat sipil dan lembaga negara untuk mengontrol kekuasaan.