Simbolisme ajaran ilahi yang diterangi.
Surat Al-Imran merupakan salah satu surat Madaniyah terpanjang dalam Al-Qur'an, yang berarti diturunkan di Madinah. Surat ini kaya akan ajaran, kisah para nabi, dan perdebatan teologis. Tiga puluh ayat pertamanya membuka dengan penegasan tentang keesaan Allah dan kebenaran Al-Qur'an, serta kisah Nabi Musa dan Isa. Mari kita selami makna mendalam dari ayat-ayat awal Al-Imran (1 sampai 20) yang menjadi fondasi penting bagi pemahaman keislaman.
Pembukaan surat ini, Al-Imran ayat 1-3, dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah yang misterius: Alif, Lam, Mim. Keberadaan huruf-huruf ini di awal surat-surat tertentu dalam Al-Qur'an merupakan salah satu mukjizatnya yang belum sepenuhnya terungkap maknanya oleh manusia, namun mengisyaratkan kedalaman dan keistimewaan kitab suci ini. Setelahnya, Allah SWT berfirman:
"Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Hidup lagi Terus Menerus Mengurus (makhluk-Nya)." (QS. Al-Imran: 2)
Ayat ini adalah penegasan paling fundamental dalam Islam: Tauhid. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, yang senantiasa hidup dan tidak pernah lalai dalam mengurus seluruh ciptaan-Nya. Keberadaan-Nya bersifat absolut, kekal, dan menjadi sumber segala kehidupan serta pengaturan alam semesta.
Selanjutnya, pada ayat 3, Allah SWT berfirman:
"Dia menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) yang menerangkan segala sesuatu dengan sendirinya dan diturunkan dengan membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil." (QS. Al-Imran: 3)
Ayat ini menekankan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang sempurna, menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik urusan dunia maupun akhirat. Ia juga merupakan kitab yang membenarkan kitab-kitab samawi sebelumnya seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari risalah kenabian sebelumnya, yang intinya sama, yaitu menyembah Allah Yang Esa.
Ayat 4-7 kembali menegaskan kebenaran Al-Qur'an dan juga membahas mengenai bagaimana manusia seharusnya memandang ayat-ayat mutasyabihat (yang maknanya memerlukan penafsiran mendalam).
Allah berfirman:
"Sebelum (Al-Qur'an), (Kitab) Taurat dan Injil diturunkan, untuk menjadi petunjuk bagi manusia, dan Allah menurunkan Al-Furqaan (pembeda antara yang benar dan yang batil)." (QS. Al-Imran: 4)
Di sini, Allah menjelaskan tujuan diturunkannya kitab-kitab suci, termasuk Al-Qur'an, adalah untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia. Kitab suci adalah panduan hidup yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan keburukan. Di ayat 5-6, Allah mengutuk orang-orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya dan menegaskan bahwa tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan Allah, bahkan yang paling rahasia sekalipun.
Selanjutnya, pada ayat 7, terdapat penjelasan penting mengenai ayat-ayat Al-Qur'an:
"Dialah yang menurunkan Al-Qur'an kepadamu. Di antara isi Al-Qur'an ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan ada (pula) ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang berhati ker pada agamanya, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari tafsirannya, padahal tidak ada yang mengetahui tafsirannya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.' Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripada ayat-ayat itu) melainkan orang yang berakal." (QS. Al-Imran: 7)
Ayat ini membagi ayat Al-Qur'an menjadi dua jenis: muhkamat (jelas maknanya, pokok) dan mutasyabihat (memerlukan penafsiran mendalam). Orang-orang yang berhati lemah dan ingin menimbulkan fitnah akan cenderung mengikuti ayat mutasyabihat untuk tujuan yang buruk. Sebaliknya, orang-orang yang berilmu dan berakal akan memahami bahwa segala ayat datang dari Allah dan mengimaninya, serta mengambil pelajaran darinya.
Memasuki ayat 8-19, fokus beralih pada sifat-sifat dan doa orang-orang yang beriman, yang disebut sebagai "Ulul Albab" (orang-orang yang berakal). Mereka adalah orang-orang yang senantiasa merenungkan ciptaan Allah dan memohon perlindungan serta rahmat-Nya.
Doa mereka di ayat 8 berbunyi:
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau memberikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi." (QS. Al-Imran: 8)
Ini adalah doa yang sangat penting bagi setiap Muslim, memohon keteguhan iman agar tidak tersesat setelah mendapatkan hidayah, serta memohon rahmat dari Allah.
Ayat-ayat selanjutnya membahas tentang hari kiamat, keadaan orang-orang kafir, dan keutamaan orang-orang beriman. Allah menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta menegaskan bahwa mereka tidak akan merasa takut atau sedih di akhirat kelak.
Pada ayat 17-19, digambarkan karakter orang-orang bertakwa yang senantiasa berdoa memohon ampunan dan rahmat:
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28 - *referensi ilustratif, inti ayat Al-Imran 17-19 berbicara tentang sifat sabar, jujur, patuh, menginfakkan harta, dan memohon ampun di waktu sahur*).
Dan pada ayat 19:
"Dan agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi kitab (sebelumnya), kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa ingkar kepada ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. Al-Imran: 19)
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang paling benar di sisi Allah. Perpecahan di kalangan Ahli Kitab terjadi bukan karena ajaran aslinya yang berbeda, melainkan karena kedengkian dan perselisihan.
Dua ayat terakhir yang kita bahas, ayat 20, memberikan penegasan akhir:
"Jika mereka membantah engkau (Muhammad), maka katakanlah, 'Aku serahkan wajahku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.' Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang yang ummi: 'Apakah kamu telah berserah diri (masuk Islam)?' Jika mereka berserah diri, maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan (peringatan). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. Al-Imran: 20)
Ayat ini mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum mukminin untuk berserah diri kepada Allah dalam menghadapi bantahan atau penolakan dari kaum lain. Jika mereka menolak, tugas Nabi hanyalah menyampaikan risalah, dan Allah yang akan menghisab mereka. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya ketabahan dalam berdakwah dan keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba-Nya.
Dua puluh ayat pertama Surat Al-Imran ini memberikan dasar yang kuat tentang keesaan Allah, kebenaran Al-Qur'an, pentingnya petunjuk ilahi, serta bagaimana orang-orang beriman seharusnya bersikap dalam menghadapi tantangan dan persoalan hidup. Ajaran-ajaran ini adalah pengingat abadi bagi kita untuk terus memperkuat iman, memohon perlindungan-Nya, dan senantiasa berusaha memahami serta mengamalkan firman-Nya.