Surat Ali 'Imran merupakan salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan pelajaran dan tuntunan bagi umat Islam. Di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang menjadi kunci penting dalam menjaga keimanan dan akhlak seorang Muslim. Khususnya, ayat 102 hingga 105 dari surat ini memberikan peringatan tegas sekaligus bimbingan berharga mengenai cara berinteraksi dengan Allah dan sesama, serta konsekuensi dari perbuatan kita. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya ketakwaan dan bagaimana seharusnya seorang mukmin menjalani hidupnya.
Ayat 102 surat Ali 'Imran berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (kepada-Nya)."
Ayat ini adalah sebuah seruan yang sangat kuat dan fundamental. Kata "bertaqwalah dengan sebenar-benar takwa" menunjukkan bahwa ketakwaan bukanlah sesuatu yang dilakukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kesungguhan total dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ini mencakup ketaatan hati, lisan, dan perbuatan. Perintah untuk tidak mati kecuali dalam keadaan berserah diri (Islam) mengingatkan kita bahwa tujuan akhir hidup seorang mukmin adalah mencapai husnul khatimah, yaitu kematian dalam keadaan baik dan tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ini berarti kita harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta di setiap hembusan napas.
Selanjutnya, ayat 103 hingga 105 surat Ali 'Imran memberikan peringatan tentang bahaya perpecahan dan pentingnya persatuan serta kasih sayang sesama mukmin.
"Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah, dan ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersaudarakamu, lalu menjadilah kamu kerana nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, agar kamu mendapat petunjuk."
Ayat 103 secara gamblang memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada "tali Allah". Tali Allah ini dapat diinterpretasikan sebagai Al-Qur'an, sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, atau ajaran Islam secara keseluruhan. Dengan berpegang teguh pada sumber-sumber ini, persatuan umat akan terjaga. Larangan untuk berpecah-belah sangat ditekankan. Sejarah telah membuktikan betapa dahsyatnya dampak negatif perpecahan, baik dalam skala pribadi, keluarga, masyarakat, maupun umat Islam secara keseluruhan.
Ayat ini kemudian mengingatkan kembali akan nikmat persaudaraan yang telah dianugerahkan Allah kepada umat Islam. Dahulu, di masa jahiliyah, manusia saling bermusuhan. Namun, dengan Islam, mereka dipersatukan, menjadi saudara. Perbedaan suku, ras, atau status sosial lebur dalam ikatan ukhuwah Islamiyah. Pengingat ini sangat relevan agar kita senantiasa mensyukuri nikmat persatuan ini dan menjaga agar tidak terjadi kembali permusuhan. Ancaman berada di "tepi jurang neraka" adalah sebuah gambaran betapa berbahayanya perpecahan dan kemaksiatan, yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam kehancuran abadi. Allah menyelamatkan kita dari jurang tersebut melalui petunjuk-Nya.
Ayat 105 melanjutkan peringatan tersebut dengan lebih spesifik:
"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah-belah dan perselisihan setelah datang kepada mereka keterangan yang nyata. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat."
Ayat ini secara tegas melarang umat Islam untuk meniru kesesatan umat-umat terdahulu yang telah mendapatkan petunjuk jelas namun malah berselisih dan berpecah-belah. Keterangan yang nyata di sini merujuk pada mukjizat dan penjelasan yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Ketika petunjuk itu datang, seharusnya menjadi perekat persatuan, bukan malah menjadi sumber perpecahan. Akibatnya, mereka mendapatkan siksa yang berat. Ini adalah peringatan keras agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ketika ajaran Islam yang lurus sudah ada, tidak ada alasan bagi kita untuk saling menyalahkan, memecah belah, dan berselisih paham atas perkara-perkara remeh yang justru menjauhkan kita dari ajaran pokok.
Ayat-ayat Al-Imran 102-105 memiliki relevansi yang sangat tinggi di era modern ini. Di tengah derasnya arus informasi dan berbagai pandangan yang beragam, mudah sekali bagi umat untuk terpecah belah. Tantangan untuk tetap bertakwa dengan sebenar-benar takwa di tengah godaan duniawi juga semakin besar. Perselisihan antar individu maupun kelompok atas nama agama atau ideologi seringkali mewarnai pemberitaan.
Oleh karena itu, seruan untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah, menjaga persaudaraan, serta menjauhi perpecahan menjadi semakin penting. Memahami dan mengamalkan pesan-pesan dalam ayat ini adalah kunci untuk menjaga keutuhan umat dan kesuksesan di dunia serta akhirat. Kita diingatkan untuk senantiasa mengoreksi diri, merenungi nikmat persaudaraan, dan berusaha untuk menjadi umat yang satu, bersatu padu di bawah panji-panji keimanan.