Surah Al Imran, ayat ke-80, merupakan salah satu ayat yang sarat makna dan sering menjadi bahan perenungan mendalam bagi umat Islam. Ayat ini secara lugas membahas tentang pengambilan sumpah dan perjanjian oleh Allah SWT terhadap para nabi dan rasul-Nya, serta konsekuensi yang melekat padanya. Memahami Al Imran 80 bukan hanya sekadar mengetahui lafalnya, tetapi juga menggali hikmah yang terkandung di dalamnya demi meningkatkan kualitas spiritual dan keimanan.
"Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, 'Sesungguhnya apa pun yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu setuju dan memikul (perjanjian) yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami setuju.' Allah berfirman, 'Kalau begitu, saksikanlah (para malaikat) dan Aku pun bersama kamu termasuk orang-orang yang menyaksikan.'"
Ayat ini mengisahkan sebuah peristiwa fundamental dalam sejarah kenabian. Allah SWT tidak hanya mengutus para nabi dan rasul dengan membawa wahyu dan hikmah, tetapi juga mengambil janji atau sumpah yang kokoh (mītsāq) dari mereka. Perjanjian ini memiliki dua poin krusial: pertama, pengakuan dan penerimaan terhadap kitab suci serta kebijaksanaan yang diturunkan oleh Allah. Kedua, sebuah komitmen yang lebih besar lagi, yaitu kesediaan untuk beriman dan memberikan pertolongan kepada rasul lain yang akan datang membawa kebenaran yang sama atau lanjutan dari risalah sebelumnya.
Penekanan pada "kitab dan hikmah" menunjukkan bahwa kenabian tidak hanya berisi penyampaian syariat, tetapi juga pemahaman mendalam tentang agama dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan. Sumpah ini bersifat universal, mencakup semua nabi sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Hal ini menggarisbawahi kesatuan risalah para nabi yang pada hakikatnya adalah satu agama, yaitu Islam, dengan penekanan dan syariat yang berbeda sesuai zamannya.
Poin kedua, yaitu kesediaan untuk beriman dan menolong rasul yang datang kemudian, sangat penting. Ini menunjukkan bahwa para nabi tidak hanya fokus pada umat mereka sendiri, tetapi juga memiliki pandangan yang lebih luas terhadap risalah ilahi yang berkesinambungan. Janji ini secara spesifik merujuk pada kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, yang risalahnya akan membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjadi penuntun bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Perjanjian ini tidak hanya mengikat para nabi, tetapi juga memberikan pelajaran penting bagi umat manusia. Ia mengajarkan bahwa kebenaran ilahi bersifat satu dan berkesinambungan. Oleh karena itu, setiap mukmin memiliki tanggung jawab untuk menerima kebenaran, bahkan ketika ia datang dalam bentuk yang baru atau melalui utusan yang berbeda dari yang sebelumnya mereka kenal. Ini adalah peringatan agar tidak berkeras kepala pada kebenaran yang lama jika sudah ada kebenaran baru yang lebih sempurna atau melanjutkan kebenaran sebelumnya.
Bagi umat Nabi Muhammad SAW, ayat ini memiliki resonansi yang kuat. Kita diperintahkan untuk membenarkan risalah para nabi terdahulu dan juga bersaksi atas kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW. Lebih dari itu, kita juga diminta untuk melanjutkan perjuangan para nabi dalam menegakkan kebenaran dan menyebarkan ajaran Islam. Tanggung jawab ini bukan hanya sekadar ucapan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata, melalui dakwah, perbaikan diri, dan kontribusi positif bagi masyarakat.
Proses pengambilan janji yang diawali dengan pertanyaan "Apakah kamu setuju dan memikul (perjanjian) yang demikian itu?" dijawab dengan tegas oleh para nabi, "Kami setuju." Jawaban ini adalah bentuk kepatuhan mutlak dan kesiapan untuk memikul amanah berat. Kemudian, Allah memerintahkan mereka untuk menjadi saksi, dan Allah sendiri pun menjadi saksi atas perjanjian tersebut. Ini menunjukkan betapa seriusnya perjanjian ini dan betapa besar pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT.
Di era modern ini, Al Imran 80 mengingatkan kita untuk senantiasa membuka diri terhadap ilmu pengetahuan dan kebenaran, di mana pun ia berada. Kita tidak boleh jumud dan menolak sesuatu hanya karena ia berbeda atau datang dari sumber yang tidak kita duga. Sebaliknya, kita harus menguji kebenarannya sesuai dengan ajaran agama yang kita anut.
Selanjutnya, ayat ini mendorong kita untuk menjaga integritas diri dan konsisten dalam menjalankan ajaran agama. Perjanjian yang diambil oleh para nabi adalah contoh tertinggi dari komitmen. Kita pun dituntut untuk memiliki komitmen serupa dalam menjalankan ibadah, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi kemaslahatan umat.
Memahami Al Imran 80 adalah langkah awal untuk memperdalam keimanan dan meningkatkan kualitas diri sebagai seorang Muslim. Dengan merenungi makna perjanjian para nabi, kita dapat menemukan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih taat, bertanggung jawab, dan senantiasa berusaha berada di jalan kebenaran yang diridhai Allah SWT.