Ilustrasi Ayat Al-Qur'an: Kehidupan Duniawi dan Akhirat
Ayat 120 dari Surah Ali Imran merupakan salah satu ayat yang sarat akan makna dan memberikan pelajaran berharga bagi setiap Muslim. Dalam ayat ini, Allah SWT mengingatkan tentang hakikat kehidupan duniawi dan bagaimana seharusnya seorang mukmin menyikapinya, terutama ketika berhadapan dengan permusuhan dari orang-orang kafir. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini sangat penting untuk menjaga keteguhan iman dan keyakinan dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan.
Firman Allah SWT dalam Surah Ali Imran ayat 120 berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman kepercayaan dan pelindung) selain orang-orang mukmin, dan barang siapa berbuat demikian, maka (dalam menentukan) hubungan dengan Allah tidak ada tanggungannya sama sekali, kecuali karena (siasat) yang kamu pelihara dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu)."
Inti dari ayat ini adalah peringatan tegas agar umat Islam tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai waliyyan min dunil mukminin, yang secara harfiah berarti "kekasih atau pelindung selain dari orang-orang mukmin". Kata "waliyyan" di sini memiliki makna yang luas, mencakup berbagai aspek hubungan, mulai dari persahabatan yang erat, kepercayaan penuh, hingga menjadikan mereka sebagai penolong atau pelindung dalam urusan-urusan penting.
Larangan ini bukan berarti umat Islam dilarang berinteraksi atau bermuamalah secara adil dengan non-Muslim. Namun, larangan ini lebih menekankan pada aspek loyalitas, kepercayaan, dan ketergantungan spiritual atau ideologis. Umat Islam diperintahkan untuk membangun persaudaraan dan kesetiaan yang kokoh di antara sesama mukmin. Hal ini didasari oleh kesamaan akidah dan tujuan akhir yang sama, yaitu meraih ridha Allah SWT dan kebahagiaan di akhirat.
Pernyataan "dan barang siapa berbuat demikian, maka (dalam menentukan) hubungan dengan Allah tidak ada tanggungannya sama sekali" merupakan penegasan betapa seriusnya larangan ini. Ini berarti, jika seseorang mengabaikan peringatan ini dan justru memberikan kesetiaan yang mendalam kepada orang kafir di atas kesetiaan kepada sesama mukmin dan Allah, maka ia telah merusak hubungan spiritualnya dengan Sang Pencipta. Tanggung jawabnya terhadap Allah dalam hal ini menjadi terputus atau minim.
Namun, ayat ini juga memberikan sebuah pengecualian penting: "kecuali karena (siasat) yang kamu pelihara dari mereka." Frasa ini merujuk pada situasi di mana seorang mukmin perlu menjaga diri atau kaum Muslimin dari kejahatan musuh. Dalam konteks ini, boleh jadi seorang mukmin bersikap seolah-olah dekat atau bersahabat dengan musuh, padahal di dalam hatinya tetap berpegang teguh pada akidahnya dan hanya bermaksud untuk melindungi diri atau kaumnya. Konsep ini sering dikaitkan dengan taqiyyah, yaitu menyembunyikan keyakinan demi keselamatan, yang diizinkan dalam kondisi darurat dan terpaksa.
Tujuannya bukan untuk mengkhianati prinsip, melainkan strategi untuk bertahan dan menjaga agar Islam tidak tertindas.
Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara persahabatan yang tulus dan kepercayaan yang mengikat akidah dengan sikap menjaga jarak yang bersifat taktis demi keamanan. Ayat ini mengajarkan agar umat Islam cerdas dalam bersikap dan tidak mudah terjebak dalam loyalitas yang dapat mengorbankan prinsip-prinsip keimanan.
Bagian akhir ayat ini, "Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu)," memberikan penutup yang tegas dan menggugah. Allah SWT secara langsung memperingatkan hamba-Nya akan azab-Nya jika melanggar perintah-Nya. Peringatan ini bersifat universal, berlaku bagi siapa saja yang lalai.
Selain itu, ayat ini mengingatkan tentang hakikat kehidupan yang sebenarnya, yaitu bahwa dunia ini hanyalah sementara, dan pada akhirnya kita semua akan kembali kepada Allah SWT. Kesadaran ini seharusnya menjadi motivasi utama bagi seorang mukmin untuk senantiasa memperbaiki diri, menjaga keimanannya, dan tidak terbuai oleh godaan duniawi atau oleh persahabatan semu yang dapat menjauhkan diri dari keridhaan-Nya.
Dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan interaksi global, pemahaman terhadap Ali Imran 120 menjadi semakin relevan. Umat Islam dapat bergaul dengan berbagai kalangan, menjalin hubungan profesional, dan berkontribusi pada masyarakat luas. Namun, dalam menjalin hubungan tersebut, seorang mukmin harus senantiasa waspada agar tidak terpengaruh oleh nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan tetap menjaga loyalitas utamanya kepada Allah dan sesama mukmin.
Ayat ini mengajarkan kita untuk selektif dalam memilih lingkungan dan sahabat. Lingkungan yang positif dan sahabat yang shaleh akan mendorong kita untuk menjadi lebih baik, senantiasa mengingatkan pada kebaikan dan kebenaran. Sebaliknya, lingkungan yang buruk dan sahabat yang menyesatkan dapat menyeret kita pada jurang kesesatan.
Ali Imran 120 adalah pengingat yang kuat tentang pentingnya menjaga benteng akidah, membangun ukhuwah Islamiyah yang kokoh, dan selalu sadar akan tujuan akhir kehidupan kita. Dengan merenungkan dan mengamalkan ajaran ayat ini, seorang mukmin diharapkan dapat menjalani kehidupan dunia dengan bijak, tetap teguh di jalan kebenaran, dan meraih kebahagiaan abadi di sisi Allah SWT.