Ketika kita membicarakan gangguan kognitif, pikiran kita sering tertuju pada demensia atau masalah fokus. Namun, dua kondisi yang sangat berbeda—Alzheimer dan ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder)—sering kali dipersepsikan sama atau saling tumpang tindih, padahal etiologi, perkembangan, dan penanganannya jauh berbeda. Memahami perbedaan mendasar ini sangat penting untuk diagnosis yang akurat dan dukungan yang tepat.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif progresif. Ini berarti kerusakan sel-sel otak terjadi secara bertahap seiring waktu, menyebabkan penurunan fungsi kognitif yang signifikan. Kondisi ini biasanya menyerang orang dewasa yang lebih tua, meskipun bentuk onset dini ada, namun jarang terjadi. Gejala utamanya berpusat pada gangguan memori jangka pendek, kesulitan berbahasa, disorientasi, dan perubahan perilaku yang memburuk secara sistematis.
Pada intinya, Alzheimer adalah tentang kehilangan fungsi otak yang sudah ada sebelumnya. Penumpukan plak amiloid dan kusut tau di otak adalah ciri khas patologisnya. Dampak pada perhatian mungkin terjadi di tahap selanjutnya, tetapi fokus utama masalahnya adalah kehilangan memori yang merupakan tanda awal yang paling menonjol.
Sebaliknya, ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang biasanya didiagnosis pada masa kanak-kanak, meskipun dapat berlanjut hingga dewasa. ADHD ditandai dengan pola perilaku tidak memperhatikan (inattentiveness) dan/atau hiperaktif-impulsif yang mengganggu fungsi atau perkembangan. Ini adalah masalah regulasi diri dan fungsi eksekutif, bukan kerusakan sel otak progresif seperti Alzheimer.
Individu dengan ADHD sering kali memiliki kesulitan dalam memulai tugas, mempertahankan fokus pada hal-hal yang membosankan, mengatur waktu, dan mengendalikan dorongan. Meskipun mereka mungkin terlihat pelupa, seringkali ini adalah masalah penyimpanan informasi ke dalam memori jangka panjang atau kesulitan dalam mengambil informasi tersebut karena distraksi, berbeda dengan hilangnya memori akibat degenerasi yang terjadi pada Alzheimer.
Ilustrasi Konseptual: Membedakan Fokus (ADHD) dan Degenerasi (Alzheimer).
Meskipun berbeda, ada beberapa area di mana kebingungan muncul. Orang dewasa dengan ADHD yang tidak terdiagnosis atau dikelola dengan baik sering kali mengalami kesulitan manajemen hidup yang menyebabkan frustrasi yang bisa disalahartikan sebagai awal demensia ringan. Misalnya, lupa janji temu atau kunci karena kurangnya perhatian adalah ciri ADHD, sementara lupa nama pasangan hidup atau cara pulang adalah ciri Alzheimer.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa ada potensi korelasi dalam jalur neurobiologis tertentu, dan beberapa studi sedang menyelidiki apakah ADHD dapat menjadi faktor risiko non-tradisional untuk demensia di kemudian hari. Namun, ini masih merupakan area penelitian aktif, bukan diagnosis baku.
Kesalahan diagnosis antara ADHD yang berlangsung lama dengan onset awal Alzheimer sangat merugikan. Jika seseorang yang lebih muda menunjukkan masalah memori yang parah, penyebabnya mungkin adalah stres, depresi, kurang tidur, atau ADHD yang parah, bukan Alzheimer. Sebaliknya, menganggap kesulitan fokus pada lansia hanya sebagai "ADHD" tanpa menyingkirkan Alzheimer adalah berbahaya.
Diagnosis definitif memerlukan evaluasi menyeluruh oleh spesialis neurologi atau psikiater. Pengujian kognitif, riwayat perkembangan, dan terkadang pencitraan otak sangat penting. Mendapatkan label yang benar memastikan bahwa intervensi yang diterapkan—baik itu stimulasi kognitif dan terapi perilaku untuk ADHD, atau pengobatan untuk memperlambat perkembangan Alzheimer—sesuai dengan kebutuhan sejati pasien.
Pada akhirnya, baik Alzheimer maupun ADHD membutuhkan pemahaman mendalam dari lingkungan sekitar. Sementara yang satu adalah perjalanan kehilangan memori dan fungsi, yang lainnya adalah tantangan dalam mengatur perhatian dan perilaku sepanjang hidup.