Cantengan, yang dalam istilah medis dikenal sebagai paronikia atau unguis incarnatus (kuku tumbuh ke dalam), adalah kondisi peradangan yang terjadi pada lipatan kulit di sekitar kuku (nail fold). Meskipun sering dianggap sebagai masalah kecil, infeksi yang timbul dapat meluas dan memerlukan intervensi medis yang serius, terutama jika melibatkan infeksi bakteri yang membutuhkan antibiotik.
Untuk memahami mengapa cantengan mudah terinfeksi, kita perlu memahami struktur kuku. Kuku terdiri dari beberapa bagian, termasuk lempeng kuku (nail plate) dan matrik kuku (tempat pertumbuhan). Area di mana lempeng kuku bertemu dengan kulit di sisi lateral dan proksimal disebut lipatan kuku (nail folds). Cantengan terjadi ketika terjadi kerusakan pada integritas kulit di area lipatan kuku lateral, yang memungkinkan masuknya mikroorganisme.
Cantengan adalah hasil dari interaksi antara trauma fisik dan invasi mikroba. Penyebabnya sangat beragam, namun hampir selalu dimulai dari kerusakan fisik yang membuka jalan bagi bakteri yang secara alami hidup di kulit (flora normal).
Gambar 1: Ilustrasi cantengan akut (paronikia) dengan tanda-tanda inflamasi dan nanah (pus) yang mengindikasikan infeksi bakteri.
Cantengan tidak selalu memerlukan antibiotik. Kebutuhan intervensi farmakologis, khususnya antibiotik, sangat bergantung pada klasifikasi dan tingkat keparahan infeksi yang terjadi.
Biasanya berkembang cepat (dalam hitungan jam hingga beberapa hari). Hampir 95% kasus paronikia akut disebabkan oleh infeksi bakteri, terutama Staphylococcus aureus dan, yang lebih jarang, Streptococcus pyogenes. Infeksi akut biasanya terjadi karena trauma mendadak yang memungkinkan bakteri dari kulit atau hidung (S. aureus seringkali ada sebagai flora normal) masuk ke jaringan subkutan.
Berkembang secara bertahap, berlangsung lebih dari enam minggu, dan sering terjadi pada orang yang tangannya sering basah (misalnya tukang cuci, juru masak). Paronikia kronis lebih sering disebabkan oleh jamur (seperti Candida albicans) atau merupakan dermatitis kontak iritan. Infeksi bakteri sekunder mungkin terjadi, namun penanganan utamanya berfokus pada penghilangan kelembaban dan agen antijamur/anti-inflamasi.
Antibiotik hanya efektif melawan bakteri. Jika cantengan belum menunjukkan tanda-tanda infeksi atau hanya inflamasi ringan, pengobatan rumahan atau topikal sudah cukup. Namun, indikasi kuat bahwa antibiotik sistemik (oral) dibutuhkan meliputi:
Sebelum memutuskan menggunakan antibiotik, penanganan konservatif (non-operatif dan non-farmakologis intensif) harus dicoba. Tujuannya adalah mengurangi inflamasi, membuka jalan keluar kuku dari kulit, dan membersihkan area tersebut dari bakteri secara mekanis.
Perendaman jari kaki dalam larutan hangat membantu mengurangi pembengkakan dan melunakkan kulit, yang dapat meringankan nyeri dan membantu drainase alami jika sudah ada nanah yang sedikit.
Untuk kasus ringan hingga sedang, dokter atau Anda sendiri (dengan hati-hati) dapat mencoba mengangkat tepi kuku yang menusuk kulit. Ini dapat dilakukan dengan menyelipkan sepotong kecil kapas, benang gigi, atau tabung plastik tipis (gutter splinting) di antara kuku dan lipatan kulit yang meradang. Teknik ini bertujuan untuk melatih kuku tumbuh di atas kulit, bukan menusuknya.
Peringatan: Jika infeksi parah, upaya pengangkatan kuku ini harus dihindari karena berisiko mendorong bakteri lebih dalam ke jaringan.
Pilihan antibiotik, baik topikal maupun oral, didasarkan pada target utama infeksi, yaitu bakteri Gram-positif yang merupakan flora kulit normal, utamanya Staphylococcus aureus.
Obat ini digunakan pada tahap awal infeksi bakteri ringan yang belum membentuk abses besar atau belum menyebar. Aplikasi topikal membantu mengendalikan infeksi di permukaan kulit dan jaringan subkutan yang dangkal.
Mupirocin adalah pilihan utama karena spektrum aktivitasnya yang sangat baik melawan S. aureus, termasuk strain resisten Methicillin (MRSA) yang didapat dari komunitas (meskipun MRSA pada cantengan umumnya jarang terjadi kecuali pada lingkungan tertentu). Mupirocin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri.
Krim antibiotik over-the-counter (OTC) seringkali mengandung kombinasi ini. Efektif untuk luka kecil dan infeksi superfisial, namun kurang poten jika infeksi sudah masuk ke lapisan yang lebih dalam.
Protokol Penggunaan Topikal: Area harus dibersihkan dan dikeringkan sebelum salep dioleskan 2 hingga 3 kali sehari. Jika tidak ada perbaikan dalam 48 jam, dokter mungkin akan beralih ke antibiotik oral atau melakukan drainase.
Antibiotik oral diperlukan ketika infeksi telah melampaui batas lokal, menunjukkan tanda-tanda selulitis, atau jika pasien memiliki faktor risiko komplikasi. Pemilihan antibiotik oral harus menargetkan bakteri Gram-positif yang sensitif.
Obat-obatan ini memiliki efektivitas tinggi terhadap Staphylococcus dan Streptococcus, yang paling sering menyebabkan infeksi kulit.
Durasi pengobatan antibiotik oral untuk cantengan yang terinfeksi biasanya berkisar antara 7 hingga 10 hari. Kepatuhan penuh terhadap dosis dan durasi adalah kunci untuk mencegah resistensi dan memastikan eradikasi bakteri.
Jika pasien alergi terhadap penisilin atau cephalosporin (reaksi alergi silang), atau jika ada kecurigaan resistensi (seperti MRSA), pilihan antibiotik diubah.
Pasien diabetes melitus (DM) membutuhkan perhatian ekstra karena neuropati (kerusakan saraf) dan angiopati (kerusakan pembuluh darah) dapat menghambat penyembuhan dan memungkinkan infeksi menyebar dengan cepat dan dalam. Cantengan pada penderita DM berpotensi menjadi ulserasi kaki diabetik atau bahkan osteomielitis.
Dalam banyak kasus cantengan terinfeksi, antibiotik saja tidak cukup. Jika ada abses (penumpukan nanah), sumber infeksi harus dihilangkan secara fisik melalui prosedur bedah minor. Ini adalah prinsip dasar penanganan infeksi: drainase sumber nanah dan penghilangan benda asing (dalam hal ini, tepi kuku yang menusuk).
Jika terbentuk abses (kantung nanah) di lipatan kuku, dokter akan melakukan I&D. Area tersebut dibersihkan dan dianestesi lokal, lalu dibuat sayatan kecil untuk mengeluarkan nanah. Setelah nanah dikeluarkan, tekanan segera berkurang dan rasa sakit mereda. Antibiotik yang diberikan setelah I&D akan jauh lebih efektif karena tidak perlu menembus dinding tebal kantung abses.
Ini adalah prosedur definitif untuk cantengan berulang atau parah. Dokter akan mengangkat hanya bagian tepi kuku yang tumbuh ke dalam. Prosedur ini biasanya diikuti dengan chemical matrixectomy.
Setelah PNA, zat kimia (paling umum Fenol) diaplikasikan ke matriks kuku (area pertumbuhan) di sisi yang terkena. Fenol secara permanen menghancurkan sel-sel matriks di sisi tersebut, mencegah kuku tumbuh kembali dan menusuk kulit lagi. Matrixectomy sangat penting untuk mencegah kekambuhan, yang merupakan masalah umum pada cantengan.
Peran Antibiotik Pasca-Operasi: Meskipun operasi menghilangkan sumber masalah, antibiotik sering diresepkan pasca-prosedur untuk mencegah infeksi sekunder pada luka bedah, terutama jika jaringan di sekitarnya sudah terinfeksi sebelum operasi.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada kasus cantengan yang sebenarnya hanya membutuhkan drainase dan perawatan lokal berkontribusi besar terhadap masalah kesehatan masyarakat global, yaitu resistensi antibiotik.
Jika infeksi sangat parah, gagal merespons pengobatan awal, atau dicurigai MRSA, dokter mungkin mengambil sampel nanah atau jaringan (kultur) untuk dianalisis di laboratorium. Kultur akan mengidentifikasi jenis bakteri spesifik dan, yang paling penting, uji sensitivitas (antibiotic susceptibility testing) yang menunjukkan antibiotik mana yang paling efektif melawannya. Penggunaan antibiotik yang tepat sasaran (berdasarkan hasil kultur) jauh lebih efektif dan mengurangi risiko resistensi.
Banyak kasus cantengan tahap 1 (inflamasi tanpa abses) disalahartikan sebagai infeksi berat yang membutuhkan antibiotik. Sebenarnya, nyeri dan kemerahan tahap awal lebih merupakan respons inflamasi tubuh terhadap benda asing (kuku) yang menusuk kulit, bukan infeksi bakteri yang merajalela. Jika kuku yang menusuk diangkat, inflamasi seringkali mereda dengan sendirinya tanpa obat sistemik.
Maka dari itu, dokter yang bijak akan selalu memprioritaskan:
Strategi terbaik melawan cantengan dan potensi infeksi antibiotik adalah pencegahan. Ini melibatkan modifikasi kebiasaan memotong kuku dan pemilihan alas kaki.
Prinsip utama adalah membiarkan tepi kuku tumbuh bebas tanpa menusuk kulit. Teknik yang dianjurkan adalah:
Gambar 2: Teknik memotong kuku kaki yang benar, yaitu lurus melintang (straight across), untuk mencegah kuku menusuk lipatan kulit.
Sepatu yang terlalu ketat adalah musuh utama pencegahan cantengan. Kaki membutuhkan ruang, terutama di area ujung jari (toe box).
Mengeringkan kaki secara menyeluruh setelah mandi, menggunakan alas kaki yang menyerap keringat, dan menghindari penggunaan sepatu yang basah dapat mengurangi risiko paronikia kronis dan infeksi jamur, yang dapat menjadi pintu masuk bagi infeksi bakteri sekunder.
Ketika infeksi cantengan mencapai tingkat selulitis (infeksi jaringan ikat di bawah kulit), pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan faktor farmakokinetik dan farmakodinamik (PK/PD), yaitu bagaimana obat diserap, didistribusikan ke lokasi infeksi, dan bagaimana ia membunuh bakteri.
Seperti disebutkan, S. aureus adalah patogen utama. Bakteri ini memiliki mekanisme pertahanan, terutama memproduksi enzim beta-laktamase, yang dapat menghancurkan antibiotik penisilin alami (seperti Penisilin G). Antibiotik pilihan untuk cantengan terinfeksi adalah yang resisten terhadap beta-laktamase.
Sefalosporin Generasi Pertama (Contoh: Cephalexin):
Cephalexin memiliki struktur cincin beta-laktam yang lebih stabil terhadap beta-laktamase S. aureus dibandingkan penisilin standar. Obat ini memiliki bioavailabilitas oral yang sangat baik, yang berarti sebagian besar dosis yang diminum benar-benar diserap ke dalam aliran darah dan didistribusikan secara efektif ke jaringan lunak, termasuk jari kaki yang terinfeksi. Cephalexin adalah obat yang bersifat bakterisida, yang berarti ia membunuh bakteri dengan mengganggu sintesis peptidoglikan yang membentuk dinding sel bakteri. Untuk infeksi jaringan lunak yang tidak rumit, konsentrasi obat yang dapat dicapai di lokasi infeksi biasanya lebih dari cukup untuk membunuh Staph dan Strep.
Meskipun sebagian besar cantengan akut bersifat monomikrobial (disebabkan oleh satu jenis bakteri, S. aureus), pada kasus yang lebih parah, terutama pada penderita diabetes, infeksi bisa menjadi polimikrobial, melibatkan bakteri Gram-negatif (seperti Pseudomonas aeruginosa, yang sering ditemukan pada orang yang sering berendam atau pasien rumah sakit) atau anaerob.
Bakteri pada infeksi kronis sering membentuk biofilm, yaitu komunitas mikroorganisme yang melekat pada suatu permukaan dan diselimuti matriks pelindung. Biofilm sangat mempersulit penetrasi antibiotik. Dalam konteks cantengan, biofilm bisa terbentuk jika infeksi sudah berlangsung lama atau melibatkan matriks kuku. Inilah alasan mengapa intervensi fisik (seperti PNA dan drainase) mutlak diperlukan, bahkan jika antibiotik sistemik diberikan. Antibiotik tidak akan efektif jika tidak dapat menembus biofilm atau jika kuku yang menusuk masih menjadi tempat perlindungan bakteri.
Jika cantengan tidak ditangani dengan tepat, terutama ketika infeksi bakteri tidak dieradikasi, komplikasi serius dapat terjadi, memperpanjang kebutuhan akan terapi antibiotik, bahkan yang membutuhkan rute intravena (IV).
Ini adalah pertumbuhan jaringan berlebihan yang berwarna merah, berdarah, dan berdaging (mirip jamur) yang sering terjadi di tepi kuku akibat inflamasi kronis yang dipicu oleh tepi kuku yang menusuk. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai bagian dari infeksi, namun sebenarnya adalah respons tubuh terhadap iritasi. Meskipun bukan tumor, granuloma ini harus diangkat (dengan kauterisasi atau eksisi) untuk memungkinkan penyembuhan. Infeksi bakteri sekunder pada granuloma ini tentu memerlukan antibiotik.
Ini adalah komplikasi yang paling ditakuti, terutama pada pasien dengan sirkulasi yang buruk. Osteomielitis adalah infeksi tulang jari kaki. Bakteri dari jaringan lunak yang terinfeksi (selulitis parah) dapat mencapai tulang melalui penyebaran langsung. Diagnosis osteomielitis memerlukan pencitraan (X-ray atau MRI) dan seringkali memerlukan antibiotik IV jangka panjang (4 hingga 6 minggu) serta debridemen bedah tulang yang terinfeksi.
Setiap cantengan yang tampak parah pada penderita diabetes harus diskrining terhadap risiko osteomielitis secara agresif.
Keberhasilan terapi cantengan, baik dengan atau tanpa antibiotik, sangat bergantung pada kepatuhan pasien terhadap perawatan luka dan tindak lanjut.
Setelah prosedur drainase atau pengangkatan kuku parsial, perawatan yang cermat sangat penting untuk mencegah infeksi kembali (relaps) yang mungkin memerlukan putaran antibiotik baru:
Jika cantengan disebabkan oleh paronikia kronis (sering akibat pekerjaan basah atau dermatitis), fokus pengobatan harus beralih dari antibiotik ke agen antijamur dan steroid topikal.
Penggunaan antibiotik yang berulang untuk paronikia kronis yang sebenarnya disebabkan oleh jamur atau iritasi adalah praktik buruk yang memperburuk resistensi, tanpa memberikan manfaat klinis bagi pasien.
Keputusan untuk memberikan antibiotik untuk cantengan harus melalui proses penimbangan yang cermat:
Kesimpulannya, antibiotik adalah alat yang sangat penting dan berharga dalam manajemen cantengan, namun penggunaannya harus diatur oleh prinsip-prinsip medis yang ketat. Fokus utama selalu pada penghilangan penyebab fisik (kuku yang menusuk) dan drainase nanah. Hanya dengan intervensi mekanis yang tepat, efektivitas antibiotik dapat dimaksimalkan, dan risiko komplikasi serius dapat diminimalisir.