Ilustrasi: Demam dan Peningkatan Suhu Tubuh
Demam adalah salah satu gejala medis yang paling umum dialami oleh orang dewasa. Ini adalah respons alami dan vital dari sistem kekebalan tubuh terhadap ancaman, yang paling sering disebabkan oleh infeksi. Meskipun demam sering kali menimbulkan kekhawatiran, pemahaman yang tepat mengenai penyebab, mekanisme, dan penanganannya—khususnya peran kritis antibiotik—adalah kunci untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyalahgunaan obat.
Artikel ini dirancang untuk memberikan panduan mendalam mengenai demam pada dewasa, membedakan antara infeksi yang membutuhkan intervensi antibiotik dan kondisi yang dapat diatasi tanpa obat-obatan tersebut, serta menguraikan prinsip-prinsip farmakologi klinis yang mengatur penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab dan efektif.
Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas batas normal harian, umumnya di atas 38°C (100.4°F) saat diukur melalui oral. Demam bukanlah penyakit, melainkan sebuah sinyal. Proses kompleks di balik demam dimulai di tingkat seluler dan berakhir di hipotalamus, pusat pengaturan suhu di otak.
Peningkatan suhu dipicu oleh zat yang disebut pirogen. Pirogen dibagi menjadi dua jenis utama:
Sitokin proinflamasi ini berjalan melalui aliran darah ke hipotalamus anterior. Di sana, mereka merangsang pelepasan Prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 bertindak sebagai neurotransmiter, mengubah "titik setel" (set point) termostat hipotalamus menjadi suhu yang lebih tinggi. Tubuh kemudian merespons dengan mekanisme peningkatan panas (vasokonstriksi perifer, menggigil) untuk mencapai set point baru tersebut—inilah yang kita rasakan sebagai demam.
Meskipun infeksi adalah penyebab tersering, penting untuk diingat bahwa tidak semua demam disebabkan oleh mikroorganisme yang memerlukan antibiotik. Penyebab demam pada dewasa diklasifikasikan secara luas:
Kesalahan terbesar dalam penanganan demam, khususnya di kalangan awam, adalah anggapan bahwa setiap demam harus diobati dengan antibiotik. Antibiotik hanya efektif melawan bakteri. Penggunaannya melawan infeksi virus sama sekali tidak bermanfaat dan sangat berbahaya dalam jangka panjang.
Bakteri (kiri) dan Virus (kanan). Antibiotik hanya bekerja pada Bakteri.
Infeksi virus (seperti flu, bronkitis akut, dan sebagian besar sakit tenggorokan) sering kali menyebabkan demam tinggi, tetapi demam ini biasanya bersifat swasirna (self-limiting) dan mereda seiring sistem imun mengatasi patogen. Antibiotik menargetkan struktur unik pada bakteri, seperti dinding sel, ribosom (pembuat protein), atau sintesis asam nukleat. Karena virus adalah partikel intraseluler yang menggunakan mesin sel inang, target ini tidak ada, membuat antibiotik tidak berguna.
Ketika antibiotik digunakan untuk infeksi virus, mereka tidak hanya gagal menyembuhkan, tetapi juga menimbulkan tiga bahaya utama pada pasien dewasa:
Ini adalah masalah kesehatan publik terbesar abad ini. Setiap kali antibiotik digunakan, bakteri rentan akan mati, namun bakteri yang memiliki mutasi genetik untuk bertahan hidup akan bertahan dan berkembang biak. Populasi bakteri yang tersisa ini, yang kini resisten, akan menularkan resistensinya kepada orang lain. Penggunaan antibiotik yang tidak perlu mempercepat laju evolusi ini.
Antibiotik spektrum luas tidak hanya membunuh bakteri jahat, tetapi juga bakteri baik yang hidup di usus (mikrobiota). Gangguan keseimbangan ini (disbiosis) dapat menyebabkan diare, kekurangan nutrisi, dan meningkatkan risiko infeksi sekunder yang berbahaya, terutama infeksi Clostridioides difficile (C. diff), yang dapat menyebabkan kolitis berat dan mengancam jiwa pada dewasa tua.
Setiap obat membawa risiko. Antibiotik dapat menyebabkan reaksi alergi parah (anafilaksis), ruam, gangguan hati atau ginjal, dan berbagai interaksi obat yang kompleks.
Stewardship antibiotik (penggunaan antibiotik yang bijak) adalah program terstruktur yang bertujuan untuk memilih rejimen antibiotik yang optimal, termasuk pemilihan obat, dosis, rute, dan durasi pengobatan, sehingga memaksimalkan hasil klinis sambil meminimalkan toksisitas dan perkembangan resistensi.
Ketika pasien dewasa mengalami demam tinggi dan diduga kuat infeksi bakteri serius (misalnya, sepsis atau pneumonia), dokter harus memulai pengobatan segera. Ini disebut terapi empiris, di mana obat dipilih berdasarkan lokasi infeksi yang dicurigai (misalnya, paru-paru, saluran kemih) dan pola resistensi lokal yang paling mungkin.
Setelah hasil kultur darah, urin, atau sputum tersedia (biasanya 24-72 jam), dokter akan tahu bakteri mana yang menyebabkan infeksi dan antibiotik mana yang sensitif (terapi target). Pada tahap ini, antibiotik empiris harus "dideeskalasi" atau disempitkan (narrowing the spectrum) menjadi agen yang paling spesifik, efektif, dan paling aman.
Deeskalasi adalah tindakan klinis krusial. Jika pasien awalnya menerima Vancomycin dan Piperacillin/Tazobactam secara empiris, tetapi kultur menunjukkan infeksi sensitif terhadap Amoksisilin, terapi harus segera dialihkan ke Amoksisilin. Ini mengurangi tekanan seleksi pada bakteri lain dan meminimalkan resistensi.
Prinsip PK/PD menentukan bagaimana obat berinteraksi dengan tubuh dan patogen. Beberapa antibiotik efektif berdasarkan waktu konsentrasi obat di atas MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (misalnya, Beta-Laktam), sementara yang lain efektif berdasarkan konsentrasi puncak (misalnya, Aminoglikosida).
Memahami PK/PD membantu menentukan apakah suatu antibiotik harus diberikan sekali sehari (dosis tinggi, contoh: Azithromycin) atau dalam infus berkelanjutan (untuk mempertahankan waktu di atas MIC, contoh: Meropenem).
Penggunaan antibiotik spektrum luas harus dibatasi karena risiko resistensi. Namun, dalam kasus infeksi berat, pemahaman terhadap kelas-kelas obat ini sangat diperlukan.
Mekanisme kerja utama mereka adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat protein pengikat penisilin (PBPs), yang berfungsi sebagai transpeptidasi. Ini menyebabkan lisis sel (pecahnya sel bakteri).
Kelas ini dibagi menjadi generasi yang semakin lebar spektrumnya seiring peningkatan generasi (Generasi 1 hingga 5).
Digunakan sebagai "antibiotik cadangan" karena spektrumnya yang sangat luas, meliputi sebagian besar bakteri Gram-positif, Gram-negatif, dan anaerob. Karbapenem digunakan untuk infeksi yang rumit, seperti sepsis intra-abdomen atau infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). Penggunaan yang berlebihan telah memunculkan Karbapenem-Resistant Enterobacteriaceae (CRE), yang merupakan mimpi buruk klinis.
Makrolida menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit ribosom 50S. Azithromycin sering digunakan untuk infeksi pernapasan atipikal (seperti yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae atau Chlamydophila pneumoniae).
Perhatian Khusus (QTc): Makrolida, khususnya Azithromycin, dapat memperpanjang interval QTc di elektrokardiogram (EKG), meningkatkan risiko aritmia jantung fatal pada pasien dewasa dengan kondisi jantung yang sudah ada sebelumnya atau yang menggunakan obat lain yang memperpanjang QTc.
Obat ini mengganggu replikasi DNA bakteri dengan menghambat enzim topoisomerase IV dan DNA gyrase. Sangat efektif melawan Gram-negatif, termasuk ISK dan infeksi saluran pernapasan. Levofloxacin dan Moxifloxacin dikenal sebagai "kuinolon pernapasan" karena aktivitasnya yang baik terhadap Streptococcus pneumoniae.
Penggunaan kuinolon sangat dibatasi dalam beberapa tahun terakhir karena efek samping serius, termasuk ruptur tendon (terutama tendon Achilles), neuropati perifer, dan risiko aneurisma aorta pada populasi dewasa tertentu. Kuinolon kini dihindari untuk infeksi ringan (seperti bronkitis akut) yang bisa diobati dengan agen lini pertama lainnya.
Vancomycin adalah andalan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif resisten, terutama Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Mekanismenya adalah menghambat sintesis dinding sel melalui pengikatan ke gugus D-Ala-D-Ala. Pemberiannya sering kali melalui infus IV (untuk infeksi sistemik) karena penyerapannya yang buruk di usus. Dosis Vancomycin harus dipantau ketat (Trough level monitoring) untuk memastikan efikasi tanpa menyebabkan nefrotoksisitas (kerusakan ginjal).
Ketika demam pada dewasa benar-benar disebabkan oleh infeksi bakteri, diagnosis yang akurat dan pemilihan antibiotik yang tepat sangat penting. Berikut adalah tiga skenario umum yang memerlukan intervensi antibiotik.
CAP adalah infeksi paru-paru yang didapat di luar lingkungan rumah sakit. Gejala termasuk demam, menggigil, batuk produktif, dan sesak napas.
Keputusan untuk merawat pasien dewasa dengan pneumonia di rumah atau di rumah sakit sangat bergantung pada skor risiko (misalnya, CURB-65), yang menilai kebingungan (Confusion), kadar urea (Urea), frekuensi pernapasan (Respiratory rate), tekanan darah (Blood pressure), dan usia (>65).
ISK komplikasi terjadi pada dewasa dengan kelainan struktural atau fungsional pada saluran kemih, atau pada pria (karena adanya prostat). Jika infeksi naik ke ginjal (pyelonephritis), demam tinggi, nyeri panggul/pinggang, dan mual/muntah sering terjadi.
Ditandai dengan area kulit yang merah, bengkak, hangat, dan nyeri, seringkali disertai demam sistemik. Jika disebabkan oleh MRSA, penanganannya menjadi jauh lebih sulit.
Fenomena resistensi antimikroba (AMR) telah mengubah cara dokter menangani infeksi dan demam pada dewasa. Bakteri yang dulunya mudah diobati kini memerlukan kombinasi obat yang lebih toksik atau dosis yang lebih tinggi.
Ilustrasi: Penghalang terhadap Obat (Resistensi)
Bakteri memiliki berbagai strategi untuk menghindari efek antibiotik. Memahami mekanisme ini penting untuk pengembangan obat baru.
Ini adalah mekanisme yang paling umum. Bakteri menghasilkan enzim yang secara kimiawi menghancurkan antibiotik sebelum sempat mencapai targetnya. Contoh klasik adalah Beta-Laktamase, enzim yang memotong cincin beta-laktam pada Penisilin dan Sefalosporin, menonaktifkannya.
Bakteri mengubah struktur target tempat antibiotik harus berikatan.
Bakteri mengembangkan protein transmembran yang berfungsi sebagai pompa yang mengeluarkan antibiotik dari sel bakteri sebelum obat mencapai konsentrasi yang cukup untuk membunuh. Mekanisme ini umum terjadi pada resistensi Kuinolon dan Tetrasiklin.
Bakteri Gram-negatif dapat mengubah atau mengurangi saluran porin di membran luarnya, sehingga mengurangi jumlah antibiotik yang dapat masuk ke dalam sel. Ini adalah masalah signifikan dalam resistensi terhadap Karbapenem.
Ketika pasien dewasa dirawat dengan infeksi yang resisten, konsekuensinya mencakup:
Mayoritas demam pada dewasa disebabkan oleh virus dan memerlukan penanganan suportif, bukan antibiotik.
Tujuan dari penanganan demam (kecuali jika suhu sangat ekstrem) adalah meningkatkan kenyamanan pasien, bukan mencapai normotermia mutlak (suhu normal). Demam rendah hingga sedang (<39.5°C) justru membantu tubuh melawan infeksi.
Demam meningkatkan laju metabolisme dan kehilangan cairan melalui keringat dan pernapasan (insensible fluid loss). Hidrasi yang adekuat sangat penting untuk mencegah dehidrasi, yang dapat memperburuk gejala.
Demam Asal Tidak Diketahui (Fever of Unknown Origin/FUO) didefinisikan secara klasik sebagai demam di atas 38.3°C yang berlangsung lebih dari tiga minggu, dengan diagnosis yang tidak jelas setelah penyelidikan intensif selama tiga hari rawat inap atau tiga kali kunjungan rawat jalan. FUO pada dewasa sering kali merupakan manifestasi dari penyebab non-infeksi (seperti penyakit autoimun atau keganasan) dan memerlukan serangkaian tes diagnostik yang sangat luas, seringkali tanpa penggunaan antibiotik kecuali jika ada bukti kuat infeksi persisten.
Ketika demam pada dewasa disertai dengan tanda bahaya (red flags), penyelidikan diagnostik cepat diperlukan sebelum memulai terapi antibiotik empiris yang berat. Penyelidikan ini memastikan antibiotik yang dipilih efektif dan tidak menyebabkan kerusakan yang tidak perlu.
Pengambilan sampel adalah langkah terpenting dalam stewardship antibiotik.
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respons inang terhadap infeksi. Ini adalah kegawatdaruratan medis. Pada pasien dewasa dengan demam dan tanda-tanda disfungsi organ, intervensi antibiotik yang cepat dan tepat adalah penentu hidup dan mati.
Dokter sering menggunakan kriteria cepat (qSOFA) untuk mengidentifikasi dewasa yang berisiko sepsis, bahkan di luar unit perawatan intensif:
Jika dua atau lebih kriteria ini terpenuhi pada pasien demam, sepsis harus dicurigai, dan "sepsis bundle" (protokol manajemen cepat) harus segera dimulai.
Waktu adalah organ yang hilang dalam sepsis. Terapi antibiotik IV spektrum luas harus dimulai dalam waktu satu jam sejak pengakuan. Pemilihan obat harus mencakup Gram-positif dan Gram-negatif yang paling mungkin, disesuaikan dengan sumber infeksi yang dicurigai (paru-paru, urin, perut).
| Sumber Infeksi Curiga | Rejimen Antibiotik Empiris Khas (Dewasa) |
|---|---|
| Sepsis Tak Tentu Asal | Piperacillin/Tazobactam ATAU Karbapenem (jika ada risiko resistensi tinggi) PLUS Vancomycin (jika risiko MRSA). |
| Saluran Kemih | Ceftriaxone atau Ciprofloxacin. |
| Perut (Intra-abdomen) | Ceftriaxone PLUS Metronidazole (untuk menutupi anaerob). |
Selain antibiotik, pasien sepsis membutuhkan resusitasi cairan agresif dan vasopressor (misalnya, Norepinefrin) untuk mempertahankan tekanan darah. Antibiotik hanya akan efektif jika perfusi (aliran darah) ke jaringan memadai.
Mengatasi krisis resistensi antibiotik memerlukan kolaborasi antara profesional medis dan masyarakat, termasuk pasien dewasa.
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dewasa sangat penting. Pasien harus diberitahu secara jujur mengapa antibiotik tidak diresepkan dan bahaya resistensi jangka panjang. Dokter harus memberikan rencana pengelolaan gejala yang jelas (misalnya, kapan kembali, obat apa yang boleh diminum untuk nyeri/demam).
Dalam konteks pengobatan dewasa, interaksi obat merupakan risiko serius, terutama pada pasien dengan komorbiditas yang mengonsumsi banyak obat harian (polifarmasi). Beberapa antibiotik memiliki profil interaksi yang tinggi.
Banyak antibiotik (terutama Makrolida seperti Clarithromycin dan Kuinolon tertentu) adalah inhibitor kuat enzim sitokrom P450 (CYP) di hati. Enzim ini bertanggung jawab memetabolisme banyak obat kronis.
Orang dewasa yang lebih tua memiliki risiko tinggi toksisitas antibiotik karena penurunan fungsi ginjal (bahkan dengan kreatinin serum yang tampaknya normal) dan perubahan distribusi obat (peningkatan lemak tubuh, penurunan massa otot).
Demam pada dewasa adalah alarm biologis yang menuntut perhatian. Namun, respons yang tepat adalah diagnosis yang hati-hati, bukan sekadar respons otomatis dengan antibiotik. Peran antibiotik sangat spesifik: untuk melawan infeksi bakteri yang terbukti atau sangat dicurigai, terutama dalam kasus yang mengancam jiwa seperti sepsis.
Di era krisis resistensi, setiap resep antibiotik—baik oleh dokter maupun permintaan dari pasien—harus dipertimbangkan sebagai keputusan kolektif yang memengaruhi tidak hanya kesehatan individu tetapi juga kesehatan masyarakat global. Penggunaan yang bijak, pemahaman mendalam tentang farmakologi, dan kepatuhan pasien terhadap rejimen yang diresepkan adalah pertahanan terdepan dalam menjaga efektivitas antibiotik untuk generasi mendatang.
Jika Anda demam, konsultasikan dengan profesional medis. Jangan pernah memulai atau menghentikan antibiotik tanpa instruksi dokter. Kehati-hatian dalam penggunaan obat ini adalah kontribusi Anda pada kesehatan diri sendiri dan upaya global melawan resistensi.