Contoh Obat Antibiotik: Klasifikasi, Mekanisme, dan Penggunaan Rasional
Antibiotik adalah kelas obat yang sangat penting dalam sejarah kedokteran modern. Perannya adalah memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sejak penemuan penisilin oleh Alexander Fleming, miliaran nyawa telah terselamatkan. Namun, potensi penyelamatan nyawa ini juga disertai dengan tantangan besar, yaitu munculnya resistensi antibiotik, yang menuntut pemahaman mendalam tentang cara kerja, klasifikasi, dan penggunaan yang tepat dari setiap jenis antibiotik.
Artikel komprehensif ini akan mengupas tuntas berbagai contoh obat antibiotik, membaginya berdasarkan mekanisme kerja dan struktur kimia, serta menjelaskan pentingnya penggunaan obat-obatan ini secara rasional untuk menjaga efektivitasnya di masa depan.
Penting: Penggunaan antibiotik harus selalu didasarkan pada resep dan anjuran dokter setelah diagnosis yang akurat. Penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan mempercepat resistensi.
Gambar: Ilustrasi mekanisme antibiotik (Rx) yang menyerang dan melisiskan sel bakteri.
I. Dasar-Dasar Antibiotik dan Mekanisme Kerja
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (atau disintesis secara kimia) yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, terutama bakteri. Klasifikasi antibiotik seringkali didasarkan pada target spesifik di dalam sel bakteri.
1. Klasifikasi Berdasarkan Efek pada Bakteri
Bakterisida: Obat yang bekerja dengan cara membunuh bakteri secara langsung. Contohnya termasuk penisilin dan aminoglikosida. Obat ini biasanya diresepkan untuk infeksi berat di mana sistem kekebalan tubuh pasien mungkin terganggu.
Bakteriostatik: Obat yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan atau reproduksi bakteri, sehingga memungkinkan sistem kekebalan tubuh inang untuk menyelesaikan eliminasi infeksi. Contohnya termasuk tetrasiklin dan makrolida.
2. Target Molekuler Utama Antibiotik
Hampir semua antibiotik bekerja dengan mengganggu salah satu dari empat proses vital pada sel bakteri, yang tidak ditemukan pada sel manusia, memastikan selektivitas obat:
Sintesis Dinding Sel (Cell Wall Synthesis): Target yang sangat umum karena sel bakteri memiliki peptidoglikan yang kaku. Contoh: Beta-Laktam dan Vankomisin.
Sintesis Protein: Dengan menargetkan ribosom bakteri (70S), yang berbeda dari ribosom eukariotik (80S). Contoh: Makrolida, Tetrasiklin, dan Aminoglikosida.
Sintesis Asam Nukleat (DNA/RNA): Dengan mengganggu enzim yang diperlukan untuk replikasi atau transkripsi DNA. Contoh: Quinolon dan Rifampisin.
Gangguan Membran Sel: Mengubah permeabilitas membran luar, menyebabkan kebocoran konten seluler. Contoh: Polimiksin.
II. Contoh Obat Antibiotik Berdasarkan Kelas Kimia Utama
Kelas kimia menentukan struktur dasar obat, yang pada gilirannya sangat memengaruhi mekanisme kerjanya, spektrum aktivitasnya, dan jalur resistensi yang mungkin dikembangkan oleh bakteri. Berikut adalah daftar lengkap contoh antibiotik utama yang digunakan dalam praktik klinis.
A. Antibiotik Beta-Laktam (Penghambat Dinding Sel)
Ini adalah kelompok antibiotik yang paling banyak diresepkan, dinamai dari struktur kimia yang khas, yaitu cincin beta-laktam. Mereka bekerja dengan menghambat transpeptidase (juga dikenal sebagai protein pengikat penisilin atau PBP), enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan silang peptidoglikan dinding sel.
1. Penisilin
Penisilin adalah kelompok tertua, efektif terutama melawan bakteri Gram-positif. Namun, banyak bakteri kini telah mengembangkan resistensi melalui produksi enzim beta-laktamase (penisilinase).
Penisilin Alami:
Contoh Obat: Penisilin G (Benzilpenisilin) dan Penisilin V (Fenoksimetilpenisilin).
Kegunaan: Infeksi Streptokokus, Sifilis, dan infeksi klostridial. Penisilin G harus diberikan secara parenteral (suntikan) karena tidak stabil dalam lingkungan asam lambung.
Kegunaan: Dirancang khusus untuk melawan Staphylococcus aureus yang menghasilkan penisilinase (kecuali MRSA, yang resisten terhadap seluruh kelas ini).
Aminopenisilin (Spektrum Diperluas):
Contoh Obat: Amoksisilin, Ampisilin.
Kegunaan: Memiliki aktivitas yang ditingkatkan terhadap bakteri Gram-negatif tertentu (seperti H. influenzae dan E. coli). Amoksisilin sering digunakan untuk otitis media, sinusitis, dan infeksi saluran pernapasan.
Penisilin Anti-Pseudomonas (Spektrum Paling Luas):
Contoh Obat: Piperasilin, Tikarsilin.
Kegunaan: Diindikasikan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, sering dikombinasikan dengan penghambat beta-laktamase.
Mekanisme: Penghambat (seperti asam klavulanat) melindungi cincin beta-laktam antibiotik dari kehancuran oleh enzim bakteri, memperluas spektrum kembali.
2. Sefalosporin
Sefalosporin memiliki cincin beta-laktam, tetapi lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase dibandingkan penisilin. Mereka diklasifikasikan menjadi generasi, yang menunjukkan peningkatan aktivitas terhadap bakteri Gram-negatif dan peningkatan kemampuan menembus sistem saraf pusat (SSP).
Generasi Sefalosporin
Pembagian ini sangat penting karena mencerminkan pergeseran fokus terapi dari Gram-positif ke Gram-negatif yang semakin kompleks.
Generasi Pertama (Fokus Gram-Positif):
Contoh Obat: Sefaleksin, Sefazolin.
Kegunaan: Infeksi kulit (Strep dan Staph sensitif), profilaksis bedah. Sefaleksin sangat populer untuk terapi oral.
Generasi Kedua (Spektrum Sedang, termasuk Anaerob):
Contoh Obat: Sefuroksim, Sefaklor, Sefoksitin (aktif terhadap anaerob seperti Bacteroides fragilis).
Kegunaan: Infeksi saluran pernapasan yang lebih kompleks, infeksi perut (khusus Sefoksitin).
Generasi Ketiga (Fokus Gram-Negatif, Menembus SSP):
Contoh Obat: Seftriakson, Sefotaksim, Seftazidim.
Kegunaan: Sering menjadi pilihan utama untuk meningitis bakteri (Seftriakson/Sefotaksim), sepsis, dan pneumonia yang didapat di rumah sakit. Seftazidim secara khusus aktif melawan Pseudomonas aeruginosa.
Generasi Keempat (Spektrum Luas, Anti-Pseudomonas yang Kuat):
Contoh Obat: Sefepim.
Kegunaan: Untuk infeksi nosokomial (rumah sakit) yang parah, efektif melawan banyak organisme resisten termasuk Pseudomonas.
Generasi Kelima (Anti-MRSA):
Contoh Obat: Seftarolin.
Kegunaan: Antibiotik yang dikembangkan untuk memiliki aktivitas yang signifikan terhadap Staphylococcus aureus yang resisten Metisilin (MRSA), menjadikannya unik di antara sefalosporin.
3. Karbapenem
Karbapenem dikenal sebagai "senjata berat" dalam gudang senjata antibiotik. Mereka memiliki spektrum aktivitas yang paling luas dari semua antibiotik beta-laktam dan sangat resisten terhadap sebagian besar beta-laktamase.
Contoh Obat: Meropenem, Imipenem (selalu dikombinasikan dengan Silastatin), Ertapenem, Doripenem.
Kegunaan: Digunakan untuk infeksi serius dan multiresisten (seperti infeksi Pseudomonas, infeksi intra-abdomen yang kompleks, atau Extended-Spectrum Beta-Lactamase/ESBL yang menghasilkan bakteri).
Catatan Khusus: Ertapenem memiliki spektrum yang sedikit lebih sempit, tidak efektif terhadap Pseudomonas atau Acinetobacter, tetapi sangat berguna untuk terapi rawat jalan ESBL.
4. Monobaktam
Contoh Obat: Aztreonam.
Kegunaan: Unik karena hanya aktif melawan bakteri Gram-negatif aerobik (termasuk Pseudomonas). Ini adalah pilihan yang sangat berharga bagi pasien yang memiliki alergi parah terhadap penisilin karena risiko reaksi silang yang minimal.
B. Makrolida (Penghambat Sintesis Protein)
Makrolida bekerja dengan mengikat subunit ribosom 50S bakteri, menghambat translokasi (pergerakan rantai peptida yang tumbuh). Mereka bersifat bakteriostatik pada dosis normal dan bakterisida pada dosis tinggi.
Spektrum: Sangat efektif melawan bakteri intraseluler dan atipikal (seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia, dan Legionella). Mereka sering menjadi alternatif bagi pasien alergi penisilin.
Karakteristik Khusus:
Azitromisin: Memiliki waktu paruh yang sangat panjang, memungkinkan dosis yang lebih jarang (sekali sehari) dan durasi pengobatan yang lebih pendek (3-5 hari). Pilihan utama untuk infeksi saluran pernapasan atipikal.
Klaritromisin: Digunakan secara luas untuk infeksi saluran napas dan dalam rejimen pemberantasan H. pylori (penyebab ulkus lambung).
Kelompok ini bekerja dengan mengikat subunit ribosom 30S, mencegah perlekatan tRNA asil (transfer RNA) ke situs A, sehingga menghentikan pertumbuhan rantai peptida.
Spektrum: Luas; mencakup Gram-positif, Gram-negatif, Rickettsia, Chlamydia, dan Mycoplasma. Mereka adalah obat pilihan untuk penyakit Lymne, demam berbintik (Rocky Mountain Spotted Fever), dan infeksi jerawat kronis.
Karakteristik Khusus:
Doksisiklin: Sangat banyak digunakan, memiliki penyerapan oral yang baik dan tidak terlalu dipengaruhi oleh makanan dibandingkan Tetrasiklin. Digunakan juga untuk profilaksis malaria.
Tigecycline (Glycylcycline): Generasi baru, dirancang untuk mengatasi resistensi Tetrasiklin yang luas, efektif melawan bakteri MDR (Multi-Drug Resistant) seperti MRSA dan VRE.
Peringatan: Tidak boleh digunakan pada anak di bawah 8 tahun atau wanita hamil karena dapat menyebabkan pewarnaan permanen pada gigi dan depresi pertumbuhan tulang.
D. Aminoglikosida (Penghambat Sintesis Protein)
Aminoglikosida adalah bakterisida. Mereka mengikat subunit ribosom 30S, menyebabkan pembacaan kode genetik yang salah, menghasilkan protein yang tidak berfungsi dan pada akhirnya membunuh sel. Obat ini memerlukan oksigen untuk masuk ke dalam sel bakteri, sehingga tidak efektif melawan anaerob.
Kegunaan: Digunakan untuk infeksi Gram-negatif aerobik yang serius (seperti sepsis, infeksi nosokomial) dan sering dikombinasikan dengan beta-laktam untuk efek sinergis.
Peringatan Utama:Nefrotoksisitas (kerusakan ginjal) dan Ototoksisitas (kerusakan pendengaran dan keseimbangan). Penggunaan memerlukan pemantauan kadar obat dalam darah (TDM).
E. Kuilolon dan Fluorokuinolon (Penghambat Asam Nukleat)
Quinolon menargetkan DNA Gyrase (Topoisomerase II) dan Topoisomerase IV, enzim yang penting untuk supercoiling, replikasi, dan perbaikan DNA bakteri. Obat ini bersifat bakterisida yang cepat.
Fluorokuinolon diklasifikasikan berdasarkan generasi dan spektrum aktivitasnya:
Generasi Kedua (Klasik):
Contoh Obat: Siprofloksasin, Ofloksasin.
Spektrum: Sangat baik melawan Gram-negatif (termasuk Pseudomonas), sering digunakan untuk infeksi saluran kemih (ISK), gastroenteritis, dan infeksi tulang.
Generasi Ketiga dan Keempat (Quinolon Pernapasan):
Contoh Obat: Levofloksasin, Moksifloksasin.
Spektrum: Memiliki aktivitas yang ditingkatkan terhadap bakteri Gram-positif (seperti S. pneumoniae) dan patogen atipikal. Levofloksasin sangat serbaguna, sementara Moksifloksasin juga efektif melawan anaerob.
Peringatan Utama: Berpotensi menyebabkan tendinitis dan ruptur tendon (terutama pada lansia dan pengguna kortikosteroid), risiko neuropati perifer, dan perpanjangan QT. Penggunaan mereka dibatasi di beberapa negara karena risiko efek samping serius, terutama untuk infeksi ringan.
F. Glycopeptides dan Lipoglycopeptides (Penghambat Dinding Sel)
Obat ini mengganggu sintesis peptidoglikan pada tahap yang berbeda dari beta-laktam. Mereka adalah pilihan penting untuk infeksi Gram-positif yang resisten.
Contoh Obat: Vankomisin, Teikoplanin.
Spektrum: Terutama Gram-positif, termasuk MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) dan enterococci.
Vankomisin: Pilihan utama untuk MRSA invasif. Namun, harus dipantau ketat untuk menghindari nefrotoksisitas dan sindrom "Red Man" (reaksi infus terkait pelepasan histamin). Resistensi terhadap Vankomisin (VRE) menjadi perhatian serius.
G. Lain-Lain: Antibiotik Penting dengan Target Unik
1. Lincosamides
Contoh Obat: Klindamisin.
Mekanisme: Menghambat sintesis protein (mengikat 50S).
Kegunaan: Sangat efektif melawan bakteri anaerob (misalnya, infeksi gigi, infeksi intra-abdomen) dan Streptococcus/Staphylococcus. Juga penting untuk toksoplasmosis dan infeksi kulit tertentu.
Peringatan: Penggunaan Klindamisin merupakan penyebab risiko tertinggi untuk kolitis terkait Clostridium difficile (C. diff).
2. Oksazolidinon
Contoh Obat: Linezolid.
Mekanisme: Menghambat pembentukan kompleks inisiasi ribosom (unik, mencegah langkah pertama sintesis protein).
Kegunaan: Dikhususkan untuk infeksi Gram-positif multiresisten (MRSA dan VRE). Merupakan antibiotik oral yang sangat baik untuk Gram-positif resisten.
Peringatan: Potensi interaksi dengan obat serotonergik (risiko sindrom serotonin) dan risiko mielosupresi (penurunan jumlah sel darah) jika digunakan jangka panjang.
Mekanisme: Berbagai metabolitnya merusak DNA bakteri.
Kegunaan: Hampir secara eksklusif digunakan untuk pengobatan dan profilaksis infeksi saluran kemih (sistitis) non-komplikasi. Tidak mencapai konsentrasi terapeutik yang memadai di ginjal atau darah.
III. Spektrum Antibiotik dan Penggunaan Klinis
Pemilihan antibiotik tidak hanya bergantung pada kelasnya, tetapi juga pada spektrumnya—yaitu, jenis bakteri mana (Gram-positif, Gram-negatif, anaerob, atipikal) yang dapat diatasi. Penggunaan antibiotik spektrum sempit (yang hanya menargetkan bakteri spesifik yang diketahui menyebabkan infeksi) selalu lebih disukai untuk membatasi tekanan seleksi dan mengurangi resistensi.
A. Spektrum Sempit (Narrow Spectrum)
Antibiotik ini ideal ketika patogen penyebab infeksi telah diidentifikasi secara pasti (misalnya melalui kultur laboratorium). Contohnya adalah Penisilin G (terutama untuk kokus Gram-positif) dan Vankomisin (hanya untuk Gram-positif yang resisten).
B. Spektrum Luas (Broad Spectrum)
Digunakan ketika diagnosis belum pasti (terapi empiris) atau ketika infeksi disebabkan oleh banyak jenis bakteri (polimikrobial), seperti pada sepsis atau infeksi intra-abdomen yang parah. Contoh: Karbapenem, Piperasilin/Tazobaktam, dan Sefalosporin generasi ketiga.
Meskipun penting, penggunaan spektrum luas harus dialihkan menjadi spektrum sempit segera setelah hasil kultur dan sensitivitas (de-eskalasi) tersedia.
Inhibisi Sintesis Dinding Sel (Blokir D-Ala-D-Ala)
IV. Krisis Global: Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berevolusi dan mengembangkan mekanisme untuk melawan efek obat yang dirancang untuk membunuhnya. Ini adalah salah satu ancaman kesehatan publik terbesar di seluruh dunia, membuat infeksi yang sebelumnya mudah diobati menjadi mematikan. Penggunaan yang berlebihan, penyalahgunaan, dan penggunaan yang tidak tepat dari contoh obat antibiotik yang telah disebutkan di atas adalah pendorong utama krisis ini.
Gambar: Ilustrasi bakteri yang telah mengembangkan perisai (resistensi), membuat serangan antibiotik tidak efektif.
1. Mekanisme Resistensi Bakteri
Bakteri menggunakan beberapa strategi cerdik untuk mengatasi antibiotik:
Inaktivasi Enzimatik: Bakteri memproduksi enzim yang secara kimiawi menghancurkan atau memodifikasi antibiotik. Contoh klasik adalah produksi beta-laktamase yang memecah cincin beta-laktam.
Modifikasi Target: Bakteri mengubah struktur target di dalam selnya (misalnya, mengubah PBP pada MRSA agar penisilin tidak dapat mengikat).
Penurunan Permeabilitas: Bakteri membatasi masuknya obat ke dalam sel, biasanya dengan mengubah saluran porin pada membran luarnya (umum pada Gram-negatif).
Pompa Efluks (Efflux Pumps): Bakteri mengaktifkan pompa yang secara aktif memompa obat antibiotik keluar dari sel sebelum mencapai konsentrasi yang cukup untuk membunuh.
2. Dampak Klinis Resistensi
Ketika resistensi terjadi, dokter terpaksa menggunakan antibiotik yang lebih mahal, lebih toksik, atau kurang efektif. Munculnya bakteri Pan-Drug Resistant (PDR) yang resisten terhadap hampir semua kelas antibiotik, seperti Carbapenem-Resistant Enterobacteriaceae (CRE), menimbulkan ancaman serius terhadap keberlangsungan operasi bedah, kemoterapi, dan transplantasi organ modern.
3. Peran Penggunaan Rasional Antibiotik (PRA)
Untuk mengatasi masalah ini, penggunaan rasional antibiotik (PRA) sangat penting. Ini mencakup:
Diagnosis Akurat: Memastikan infeksi benar-benar disebabkan oleh bakteri. Antibiotik tidak efektif melawan infeksi virus (seperti flu atau pilek biasa).
Pemilihan Obat Tepat: Menggunakan obat spektrum sempit sedapat mungkin.
Dosis dan Durasi Tepat: Mengambil antibiotik sesuai dosis dan menyelesaikan seluruh durasi pengobatan, meskipun gejala telah membaik, untuk memastikan eliminasi total bakteri yang tersisa.
De-eskalasi: Peralihan dari antibiotik spektrum luas ke spektrum sempit berdasarkan hasil kultur.
V. Pertimbangan Farmakologis dan Klinis Lanjut
Meskipun semua contoh obat antibiotik bekerja dengan membunuh bakteri, profil farmakokinetik (bagaimana tubuh memproses obat) dan farmakodinamik (bagaimana obat memengaruhi bakteri) bervariasi, memengaruhi cara obat diresepkan.
Absorpsi Oral: Beberapa obat (seperti Vancomycin) sangat buruk diserap secara oral, sehingga penggunaannya oral terbatas pada infeksi di usus (seperti kolitis C. diff). Obat lain (seperti Amoksisilin atau Doksisiklin) memiliki bioavailabilitas oral yang sangat tinggi.
Distribusi ke Situs Infeksi: Jika infeksi terjadi di lokasi yang sulit dijangkau (seperti tulang, cairan serebrospinal/SSP, atau prostat), diperlukan antibiotik dengan penetrasi jaringan yang baik (misalnya Fluorokuinolon atau Sefalosporin Generasi 3).
Ekskresi: Mayoritas antibiotik diekskresikan melalui ginjal. Pasien dengan gangguan ginjal (gagal ginjal) seringkali memerlukan penyesuaian dosis yang signifikan untuk mencegah toksisitas (terutama untuk Aminoglikosida).
B. Pertimbangan Dosis Berdasarkan PD/PK
Ada dua model dosis utama:
Time-Dependent Killing: Efektivitas bergantung pada berapa lama konsentrasi obat di atas MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Contoh: Beta-Laktam. Dosis harus sering diberikan atau diberikan infus berkelanjutan.
Concentration-Dependent Killing: Efektivitas meningkat dengan puncak konsentrasi obat yang tinggi. Contoh: Aminoglikosida. Obat ini dapat diberikan dosis besar sekali sehari untuk mencapai puncak yang tinggi, mengurangi toksisitas.
C. Efek Samping dan Interaksi Obat Spesifik
Setiap kelas antibiotik membawa risiko efek samping yang unik dan potensi interaksi dengan obat lain. Kesadaran akan hal ini sangat penting untuk keselamatan pasien.
1. Reaksi Alergi dan Hipersensitivitas
Alergi Penisilin adalah yang paling umum. Reaksi silang (cross-reactivity) dapat terjadi antara penisilin dan Sefalosporin, meskipun risiko alergi silang antara penisilin dan Sefalosporin generasi ketiga/keempat cukup rendah (kurang dari 1%).
2. Efek GI (Gastrointestinal)
Hampir semua antibiotik dapat menyebabkan diare ringan karena mengganggu flora usus normal. Namun, diare yang parah dapat menjadi indikasi infeksi Clostridium difficile (C. diff), terutama terkait Klindamisin, Sefalosporin, dan Fluorokuinolon.
3. Hepatotoksisitas dan Nefrotoksisitas
Nefrotoksisitas (Ginjal): Aminoglikosida (Gentamisin, Amikasin) dan Vankomisin memerlukan pemantauan fungsi ginjal dan kadar obat.
Hepatotoksisitas (Hati): Makrolida dan Tetrasiklin dapat menyebabkan kenaikan enzim hati atau bahkan gagal hati pada kasus yang jarang.
4. Interaksi dengan Obat Kontrasepsi Oral
Ampisilin, Tetrasiklin, dan Rifampisin diketahui dapat mengganggu efektivitas pil kontrasepsi oral karena mengganggu sirkulasi enterohepatik hormon. Pasien harus disarankan menggunakan metode kontrasepsi cadangan selama menggunakan antibiotik ini.
5. Perpanjangan QT
Beberapa antibiotik, terutama Makrolida (Azitromisin) dan Fluorokuinolon (Moksifloksasin), dapat memperpanjang interval QT pada EKG, meningkatkan risiko aritmia jantung fatal (Torsades de Pointes). Ini harus diwaspadai pada pasien dengan riwayat penyakit jantung atau yang menggunakan obat lain yang memperpanjang QT.
VI. Contoh Situasi Klinis dan Pilihan Antibiotik Empiris
Terapi empiris adalah pengobatan yang dimulai sebelum hasil identifikasi patogen kembali, didasarkan pada lokasi infeksi dan kemungkinan mikroorganisme penyebab. Pemahaman mendalam tentang contoh obat antibiotik dan spektrumnya memungkinkan dokter memilih terapi empiris terbaik.
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Non-Komplikasi
Pilihan Utama: Nitrofurantoin atau Kotrimoksazol (TMP/SMX).
Alternatif: Fosfomisin (dosis tunggal) atau Siprofloksasin (jika resistensi rendah).
Justifikasi: Patogen utama adalah E. coli. Nitrofurantoin mencapai konsentrasi tinggi di urin dan memiliki resistensi minimal.
B. Pneumonia yang Didapat dari Komunitas (CAP)
Patogen Khas:S. pneumoniae, H. influenzae, dan patogen atipikal (Mycoplasma, Legionella).
Pilihan Utama: Amoksisilin dosis tinggi ATAU kombinasi Makrolida (Azitromisin) dengan Beta-Laktam (Amoksisilin/Klavulanat).
Pilihan Alternatif (jika pasien rawat inap): Fluorokuinolon pernapasan (Levofloksasin).
C. Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak (SSTIs)
Fokus utama adalah menutupi Staphylococcus dan Streptococcus.
Jika Non-Purulen (Selulitis): Sefaleksin atau Amoksisilin/Klavulanat.
Jika Curiga MRSA (Abses/Purulen): Kotrimoksazol (TMP/SMX), Doksisiklin, atau Klindamisin.
D. Infeksi Intra-Abdomen yang Kompleks
Memerlukan cakupan Gram-negatif yang luas, Gram-positif, dan Anaerob (misalnya Bacteroides fragilis).
Pilihan Utama: Piperasilin/Tazobaktam ATAU kombinasi Sefalosporin G3 (Seftriakson) dengan Metronidazol (untuk cakupan anaerob).
Justifikasi: Metronidazol adalah antianaerob yang kuat, sering dikombinasikan dengan obat yang fokus pada aerob.
VII. Antibiotik Khusus untuk Kasus Paling Sulit
Dalam menghadapi bakteri multi-drug resistant (MDR), beberapa antibiotik cadangan harus digunakan dengan sangat hati-hati untuk mempertahankan efektivitasnya.
1. Colistin (Polimiksin E)
Obat ini merupakan deterjen kationik yang merusak membran sel bakteri. Dulu ditinggalkan karena toksisitasnya (terutama nefrotoksisitas), namun kini digunakan kembali sebagai pilihan terakhir untuk Acinetobacter atau Klebsiella yang resisten terhadap Karbapenem (CRE).
2. Daptomycin
Lipopeptida yang menyebabkan depolarisasi membran sel bakteri. Efektif melawan MRSA dan VRE. Tidak boleh digunakan untuk pneumonia karena inaktivasi oleh surfaktan paru-paru.
3. Fidaxtocin
Bukan antibiotik sistemik; digunakan secara khusus dan oral untuk mengobati infeksi Clostridium difficile (C. diff). Keunggulannya adalah meminimalkan kerusakan pada flora usus normal lainnya.
Kesimpulan
Contoh obat antibiotik yang tersedia mencakup spektrum luas, mulai dari Penisilin sederhana hingga Karbapenem dan obat yang digunakan khusus untuk resistensi seperti Linezolid dan Vankomisin. Setiap kelas memiliki target molekuler yang unik—baik pada dinding sel, ribosom, atau replikasi DNA—yang menentukan penggunaannya.
Meskipun kemajuan dalam pengembangan antibiotik terus berlanjut, krisis resistensi global menuntut tanggung jawab yang lebih besar. Penggunaan obat ini harus tepat sasaran, dosisnya harus optimal, dan durasi pengobatan harus dipatuhi. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa obat-obatan penyelamat nyawa ini tetap efektif untuk generasi mendatang.