Hipotensi, atau yang lebih dikenal sebagai darah rendah, adalah kondisi medis yang ditandai dengan tekanan darah yang secara abnormal rendah. Secara umum, tekanan darah dianggap rendah ketika hasil pengukuran berada di bawah 90 milimeter merkuri (mmHg) untuk tekanan sistolik (angka atas) dan di bawah 60 mmHg untuk tekanan diastolik (angka bawah).
Meskipun bagi sebagian orang, tekanan darah rendah adalah tanda kesehatan kardiovaskular yang optimal dan tidak menimbulkan gejala, bagi banyak individu lainnya, kondisi ini dapat mengindikasikan adanya masalah kesehatan mendasar yang serius, bahkan berpotensi mengancam jiwa jika tekanan darah turun terlalu drastis. Pemahaman mengapa darah rendah disebabkan oleh berbagai faktor sangat penting untuk diagnosis dan pengobatan yang efektif.
Sebelum membahas penyebab spesifik, penting untuk mengidentifikasi jenis-jenis hipotensi yang sering dialami. Klasifikasi ini seringkali memberikan petunjuk langsung mengenai etiologi atau mengapa darah rendah disebabkan oleh kondisi tertentu.
Ini adalah jenis hipotensi yang paling umum. Terjadi ketika seseorang berpindah posisi secara tiba-tiba, misalnya dari duduk atau berbaring ke posisi berdiri. Penurunan tekanan darah biasanya terjadi dalam waktu 2 hingga 5 menit setelah berdiri. Mekanisme normal tubuh gagal cepat menyesuaikan diri, menyebabkan suplai darah ke otak menurun sementara.
Saat berdiri, gravitasi menyebabkan darah terkumpul di kaki dan perut. Normalnya, sistem saraf otonom (melalui barorefleks) akan meningkatkan detak jantung dan menyempitkan pembuluh darah perifer untuk menjaga Tekanan Darah Arteri Rata-Rata (MAP) tetap stabil. Jika respons ini lambat atau terganggu, hipotensi ortostatik terjadi.
Hipotensi jenis ini terjadi 1 hingga 2 jam setelah mengonsumsi makanan, terutama makanan tinggi karbohidrat. Setelah makan, sejumlah besar darah dialihkan ke saluran pencernaan untuk membantu proses penyerapan. Jika jantung tidak dapat memompa cukup cepat atau pembuluh darah di area lain tidak cukup menyempit, tekanan darah secara keseluruhan akan turun.
Hipotensi postprandial lebih sering diamati pada lansia, penderita diabetes, dan individu dengan gangguan sistem saraf otonom. Ini sering kali menjadi masalah kronis yang memengaruhi kualitas hidup.
Jenis hipotensi ini sering terjadi pada orang muda yang sebelumnya sehat, biasanya setelah berdiri lama atau berada dalam situasi yang sangat emosional. Ini melibatkan komunikasi abnormal antara jantung dan otak. Jantung mendeteksi tekanan yang tinggi (meskipun sebenarnya tidak), dan otak merespons dengan memerintahkan penurunan detak jantung (bradikardia) dan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) yang mendadak, menyebabkan tekanan darah anjlok.
Ini adalah kondisi darurat medis. Ketika tekanan darah turun sangat rendah sehingga organ vital (otak, ginjal, jantung) tidak menerima cukup oksigen. Syok memiliki banyak subtipe (kardiogenik, hipovolemik, septik, anafilaktik) dan merupakan konsekuensi fatal jika penyebabnya tidak segera diatasi.
Penyebab darah rendah pada dasarnya dikelompokkan menjadi masalah volume darah yang tidak mencukupi, masalah fungsi pompa jantung, atau masalah regulasi pembuluh darah. Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai faktor-faktor etiologis utama.
Volume darah yang bersirkulasi (preload) adalah penentu utama tekanan darah. Ketika tubuh kehilangan cairan lebih banyak daripada yang masuk, volume darah total menurun, dan jantung tidak punya cukup cairan untuk dipompa, yang secara langsung menyebabkan penurunan tekanan.
Dehidrasi kronis, bahkan yang ringan, dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yang persisten karena respons pembuluh darah yang tumpul terhadap perubahan posisi.
Jika jantung, sebagai pompa utama, tidak dapat memompa darah secara efisien (disebut penurunan curah jantung atau cardiac output), tekanan darah pasti akan menurun, terlepas dari volume cairan yang ada.
Pada kondisi ini, otot jantung (miokardium) melemah dan tidak dapat memompa darah dengan kekuatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tekanan sistolik menurun karena kekuatan ejeksi yang rendah.
Detak jantung yang terlalu lambat (bradikardia) atau terlalu cepat (takikardia) mengganggu pengisian ventrikel. Jika detak jantung terlalu cepat, jantung tidak sempat terisi penuh, dan curah jantung turun. Jika terlalu lambat, volume darah yang dipompa per menit berkurang drastis.
Stenosis aorta atau regurgitasi mitral yang parah dapat menghambat aliran darah keluar dari jantung, mengurangi volume ejeksi, dan mengakibatkan hipotensi, seringkali bersamaan dengan gejala gagal jantung.
Kerusakan besar pada otot jantung akibat serangan jantung dapat secara tiba-tiba mengurangi kemampuan pompa, yang bisa memicu syok kardiogenik, bentuk hipotensi paling berbahaya.
Sistem endokrin berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan tonus pembuluh darah melalui hormon. Ketidakseimbangan hormonal seringkali merupakan alasan utama mengapa darah rendah disebabkan oleh mekanisme internal.
Kelenjar adrenal yang rusak gagal memproduksi cukup kortisol dan aldosteron. Aldosteron sangat penting untuk retensi natrium dan air. Kekurangan hormon ini menyebabkan ginjal mengeluarkan terlalu banyak natrium dan air, yang mengakibatkan dehidrasi kronis dan penurunan volume darah yang signifikan.
Kelenjar tiroid yang kurang aktif menyebabkan detak jantung melambat dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung, yang dapat berkontribusi pada hipotensi.
Penurunan tajam kadar gula darah, terutama pada penderita diabetes yang menggunakan insulin, dapat memicu respons stres yang mengarah pada pelebaran pembuluh darah, dan pada kasus ekstrem, menyebabkan penurunan tekanan yang cepat.
Pendarahan akut, baik internal maupun eksternal, dengan cepat mengurangi total volume darah (hipovolemia). Tubuh mencoba mengkompensasi, tetapi jika kehilangan darah melebihi 30-40% dari total volume, mekanisme kompensasi akan gagal, dan terjadi syok hipovolemik.
Infeksi bakteri atau jamur yang menyebar ke seluruh tubuh (sepsis) dapat menyebabkan reaksi peradangan sistemik yang parah. Toksin yang dilepaskan oleh bakteri memicu pelepasan zat kimia (mediator inflamasi) yang menyebabkan pembuluh darah melebar secara masif (vasodilatasi), serta meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (darah bocor ke jaringan).
Penurunan drastis tonus pembuluh darah dan kebocoran cairan ini menyebabkan tekanan darah anjlok, meskipun volume cairan di dalam tubuh mungkin masih cukup. Kondisi ini, yang disebut syok septik, adalah penyebab paling umum hipotensi di unit perawatan intensif.
Banyak obat-obatan, baik resep maupun non-resep, memiliki efek samping yang signifikan terhadap tekanan darah. Obat-obatan ini bekerja dengan memengaruhi volume cairan, detak jantung, atau tonus pembuluh darah.
Ironisnya, obat yang dirancang untuk mengatasi tekanan darah tinggi adalah salah satu penyebab paling umum hipotensi, terutama jika dosisnya terlalu tinggi, dikombinasikan dengan obat lain, atau digunakan pada pasien lansia yang metabolismenya lambat.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi nyeri dada (angina) atau aritmia juga dapat memiliki efek samping hipotensif.
Beberapa obat yang memengaruhi sistem saraf pusat atau otonom dapat mengganggu kontrol barorefleks.
Alkohol adalah vasodilator perifer yang kuat. Konsumsi alkohol berlebihan menyebabkan pembuluh darah melebar dan juga meningkatkan kehilangan cairan melalui urine, menggandakan risiko hipotensi. Opioid (narkotika) juga dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan menekan sistem pernapasan, yang memengaruhi regulasi tekanan darah.
Sistem saraf otonom (SSO) bertanggung jawab untuk mengontrol fungsi tubuh yang tidak disadari, termasuk detak jantung, pernapasan, dan, yang paling penting, tonus pembuluh darah. Gangguan pada SSO sering menjadi alasan utama mengapa darah rendah disebabkan oleh disfungsi saraf, terutama pada kasus kronis yang sulit diatasi.
Ini adalah istilah umum untuk gangguan yang memengaruhi SSO. Ketika sinyal yang seharusnya menyebabkan pembuluh darah menyempit saat berdiri tidak terkirim atau diterima dengan benar, hasilnya adalah hipotensi neurogenik ortostatik (NOH).
MSA adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang menghancurkan sel-sel saraf yang mengontrol SSO. Hipotensi ortostatik yang parah dan resisten terhadap pengobatan seringkali merupakan salah satu gejala awal yang paling mengganggu dari MSA.
Kerusakan pada saraf perifer, seringkali akibat diabetes yang tidak terkontrol (neuropati diabetik), dapat mengganggu jalur saraf yang bertanggung jawab untuk mengencangkan pembuluh darah di tungkai. Akibatnya, darah terkumpul di kaki saat berdiri, menyebabkan penurunan tekanan yang cepat.
Meskipun POTS lebih dikenal karena menyebabkan detak jantung yang sangat cepat saat berdiri (takikardia), banyak pasien POTS juga mengalami gejala hipotensi yang signifikan. Pada POTS, ada ketidakseimbangan yang menyebabkan jantung berdetak kencang untuk mengkompensasi kurangnya vasokonstriksi, tetapi seringkali kompensasi ini tidak cukup, dan gejala hipotensi tetap muncul.
Beberapa kondisi medis kronis dan faktor gaya hidup dapat secara sekunder menyebabkan atau memperburuk hipotensi, sehingga penting untuk memahami interaksi antara penyakit penyerta dan regulasi tekanan darah.
Kekurangan nutrisi esensial dapat berdampak langsung pada kemampuan tubuh memproduksi sel darah dan mengatur tekanan. Kekurangan vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan anemia makrositik, yang jika parah, dapat menurunkan kemampuan darah membawa oksigen, dan sering dikaitkan dengan rasa pusing dan gejala hipotensi.
Defisiensi zat besi (anemia defisiensi besi) yang parah juga mengurangi viskositas darah dan dapat memperburuk kondisi hipotensi yang sudah ada.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang mengancam jiwa. Pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya yang masif menyebabkan pembuluh darah melebar dengan sangat cepat (vasodilatasi sistemik) dan menyebabkan kebocoran cairan dari pembuluh darah ke jaringan. Hasilnya adalah penurunan tekanan darah yang sangat cepat (syok anafilaksis) yang membutuhkan intervensi segera dengan epinefrin.
Seiring bertambahnya usia, respons barorefleks menjadi kurang efektif. Pembuluh darah menjadi kaku dan sistem saraf otonom mungkin tidak bereaksi secepat yang dibutuhkan untuk perubahan posisi. Inilah alasan utama mengapa darah rendah disebabkan oleh gangguan regulasi yang lebih umum terjadi pada lansia, terutama hipotensi ortostatik dan postprandial.
Tinggal di tempat tidur atau imobilisasi total dalam jangka waktu lama (misalnya, setelah operasi besar) melemahkan otot-otot kaki dan mengurangi tonus pembuluh darah. Ketika pasien akhirnya mencoba berdiri, mekanisme vasokonstriksi gagal bekerja efektif, yang sangat meningkatkan risiko hipotensi ortostatik.
Memahami bagaimana darah rendah disebabkan oleh gangguan fisiologis melibatkan pemahaman tiga komponen utama yang menentukan Tekanan Darah Arteri Rata-Rata (MAP): Curah Jantung (CO), Resistensi Vaskular Sistemik (SVR), dan Volume Darah (V).
$$MAP = CO \times SVR$$ $$CO = \text{Detak Jantung (HR)} \times \text{Volume Sekuncup (SV)}$$Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh jantung per menit. Penurunan CO secara langsung menurunkan MAP.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dikeluarkan per detak. Ini terganggu oleh:
SVR mewakili kekencangan pembuluh darah perifer. Pembuluh darah yang menyempit (vasokonstriksi) meningkatkan SVR; pembuluh darah yang melebar (vasodilatasi) menurunkannya. Penurunan SVR adalah penyebab utama pada syok septik dan syok anafilaktik, serta akibat penggunaan obat vasodilator.
Pada hipotensi neurogenik, saraf yang mengontrol otot polos di dinding pembuluh darah gagal memerintahkan penyempitan. Hal ini menyebabkan "pengumpulan" (pooling) darah di ekstremitas bawah, mengurangi darah yang kembali ke jantung, dan secara simultan menurunkan SVR dan preload.
Ini adalah penyebab paling sederhana namun seringkali paling cepat menyebabkan gejala. Kondisi hipovolemia (volume darah rendah) yang disebabkan oleh diuresis, diare, muntah, atau pendarahan, secara langsung memotong volume yang tersedia untuk dipompa, menyebabkan jantung kesulitan mempertahankan MAP.
Karena darah rendah disebabkan oleh berbagai kondisi yang berbeda, diagnosis yang tepat sangat bergantung pada identifikasi jenis hipotensi dan penyebab utamanya melalui serangkaian tes.
Dokter akan bertanya tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi, frekuensi pusing, kapan pusing terjadi (setelah makan, saat berdiri, atau terus menerus), dan riwayat penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung).
Ini adalah baku emas untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik atau Neurally Mediated Hypotension (NMH). Pasien berbaring di meja yang kemudian dimiringkan hingga hampir vertikal, sementara tekanan darah dan detak jantung dipantau secara ketat. Penurunan tajam tekanan darah saat diangkat mengonfirmasi diagnosis ortostatik.
Tes darah dapat mendeteksi penyebab seperti anemia (kekurangan zat besi atau B12/folat), infeksi (penanda peradangan pada sepsis), masalah ginjal, dan ketidakseimbangan elektrolit (natrium, kalium) yang mungkin terkait dengan dehidrasi atau penyakit Addison.
Pengukuran kadar kortisol (untuk penyakit Addison) atau hormon tiroid (TSH, T4) dilakukan jika ada kecurigaan penyebab hormonal.
Penanganan yang efektif harus ditujukan pada penyebab yang mendasari mengapa darah rendah disebabkan oleh kondisi tertentu, bukan hanya mengatasi gejala hipotensi itu sendiri.
Jika hipotensi disebabkan oleh syok (septik, kardiogenik, hipovolemik):
Ini adalah lini pertahanan pertama, terutama jika darah rendah disebabkan oleh dehidrasi atau efek obat:
Jika modifikasi gaya hidup tidak memadai, obat-obatan dapat digunakan untuk meningkatkan tekanan darah.
Obat ini membantu ginjal menahan natrium dan air, yang meningkatkan volume darah total. Sering digunakan untuk hipotensi ortostatik yang parah.
Obat agonis alfa-1 yang menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) di arteri dan vena perifer, sehingga meningkatkan SVR dan tekanan darah saat berdiri.
Dapat digunakan pada kasus disautonomia karena meningkatkan transmisi saraf di sistem saraf otonom, membantu mengencangkan pembuluh darah.
Tujuan manajemen tidak hanya untuk menaikkan angka tekanan darah, tetapi juga untuk mencegah komplikasi serius yang dapat terjadi ketika suplai darah ke organ vital terganggu secara berulang atau berkepanjangan.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cedera fisik akibat jatuh (sinkop). Pusing atau pingsan mendadak saat berdiri atau bergerak dapat mengakibatkan fraktur pinggul atau cedera kepala, terutama pada populasi lansia.
Jika hipotensi kronis dan tidak terkelola dengan baik, terutama pada individu dengan penyakit pembuluh darah atau jantung yang mendasari, suplai oksigen ke organ dapat terganggu:
Karena darah rendah disebabkan oleh begitu banyak variabel, penanganan mandiri tanpa diagnosis yang jelas sangat berisiko. Setiap individu yang mengalami gejala hipotensi (pusing, pingsan, kelelahan yang ekstrem) harus menjalani evaluasi menyeluruh untuk memastikan penyebabnya dan menerima rencana perawatan yang disesuaikan.
Hipotensi adalah kondisi klinis yang multifaktorial. Penyebabnya berkisar dari kondisi yang relatif jinak seperti dehidrasi ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa seperti syok septik atau serangan jantung. Pemahaman bahwa darah rendah disebabkan oleh interaksi kompleks antara volume darah, kekuatan pompa jantung, dan tonus pembuluh darah perifer adalah kunci untuk pendekatan terapeutik yang berhasil. Dengan diagnosis yang akurat dan manajemen yang ditargetkan—baik melalui penyesuaian gaya hidup, modifikasi diet, maupun intervensi farmakologis—kualitas hidup penderita hipotensi dapat ditingkatkan secara signifikan, dan risiko komplikasi serius dapat diminimalkan.