Antasida merupakan salah satu kelas obat yang paling sering digunakan secara luas di seluruh dunia untuk mengatasi berbagai keluhan terkait asam lambung, mulai dari mulas (heartburn) ringan hingga gejala Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD) yang kronis. Meskipun antasida tersedia bebas tanpa resep (Over-The-Counter/OTC), pemahaman yang tepat mengenai dosis, jenis formulasi, dan waktu konsumsi sangat krusial untuk menjamin efektivitas terapi dan menghindari potensi efek samping.
Artikel ini menyajikan panduan komprehensif mengenai dosis antasida tablet. Fokus utama adalah pada prinsip dasar penentuan dosis, variasi dosis berdasarkan komposisi kimia, indikasi klinis spesifik, serta pertimbangan dosis pada populasi pasien tertentu.
Antasida bekerja dengan prinsip sederhana: menetralkan kelebihan asam klorida (HCl) di lambung. Obat ini bukanlah penekan produksi asam (seperti PPI atau H2 Blocker), melainkan senyawa basa yang bereaksi langsung dengan asam lambung untuk meningkatkan pH lambung. Peningkatan pH ini mengurangi iritasi pada mukosa lambung dan kerongkongan, sehingga meredakan gejala nyeri dan rasa terbakar.
Antasida bekerja langsung menetralkan HCl di lambung.
Formulasi tablet antasida umumnya mengandung satu atau kombinasi dari empat jenis garam mineral dasar. Pemilihan jenis garam ini sangat memengaruhi kecepatan kerja, durasi efek, dan profil efek samping, terutama pada fungsi saluran cerna (diare atau konstipasi).
Dosis antasida tidak semata-mata diukur dari berat tablet, tetapi dari Acid-Neutralizing Capacity (ANC). ANC adalah jumlah miliekuivalen (mEq) asam yang dapat dinetralkan oleh dosis tunggal antasida. FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat merekomendasikan bahwa untuk pengobatan gejala dyspepsia, dosis antasida harus memiliki ANC minimal 5 mEq. Untuk kondisi ulkus peptikum, ANC yang dibutuhkan jauh lebih tinggi, seringkali mencapai 80–140 mEq per hari.
Dalam konteks antasida tablet, produsen merancang formulasi sedemikian rupa sehingga satu atau dua tablet standar memenuhi persyaratan ANC minimum untuk peredaan gejala ringan. Namun, untuk dosis terapeutik yang lebih tinggi, pasien seringkali harus mengonsumsi tiga hingga empat tablet sekaligus.
Dosis antasida harus disesuaikan berdasarkan keparahan kondisi, jenis antasida, dan waktu pemberian yang optimal. Antasida harus diberikan tepat waktu untuk memaksimalkan efeknya, terutama karena durasi kerjanya yang relatif singkat (sekitar 30-60 menit).
Untuk mengatasi gejala dispepsia atau mulas yang muncul sesekali, dosis antasida bersifat prn (pro re nata, sesuai kebutuhan).
Ketika antasida digunakan sebagai terapi tambahan untuk penyakit yang lebih serius seperti ulkus atau GERD, dosis yang dibutuhkan lebih besar dan jadwalnya lebih ketat untuk mempertahankan pH lambung di atas 3,5 secara konsisten.
| Regimen | Waktu Pemberian | Tujuan Klinis |
|---|---|---|
| Dosis Puncak | 1 dan 3 jam setelah makan | Menetralisir sekresi asam post-prandial (setelah makan) yang tinggi. |
| Dosis Malam | Tepat sebelum tidur | Mencegah refluks malam hari (meskipun PPI lebih efektif, antasida sering digunakan sebagai penyelamat). |
Pada kondisi kronis, dosis antasida (terutama kombinasi Al/Mg) bisa mencapai 4 hingga 8 tablet per hari, yang dibagi menjadi empat hingga enam kali pemberian. Kepatuhan terhadap jadwal ini penting karena kegagalan menjaga pH di atas ambang batas dapat menghambat penyembuhan ulkus.
Mayoritas antasida yang dirancang untuk peredaan cepat tersedia dalam bentuk tablet kunyah. Mengunyah tablet dengan seksama sebelum menelan adalah instruksi dosis yang vital. Tindakan mengunyah meningkatkan luas permukaan kontak obat dengan cairan lambung, memungkinkan antasida bereaksi lebih cepat dan efektif. Tablet yang ditelan utuh mungkin memiliki onset kerja yang jauh lebih lambat.
Dosis tablet harus disesuaikan dengan kekuatan komponen aktif di dalamnya. Produk kombinasi memberikan ANC yang berbeda dari produk tunggal.
Kalsium karbonat adalah antasida yang kuat dan sering digunakan sebagai suplemen kalsium (walaupun dosisnya berbeda). Ia cepat menetralkan asam dan biasanya tersedia dalam bentuk tablet kunyah 500 mg, 750 mg, atau 1000 mg.
Ini adalah formulasi yang paling umum. Kekuatan biasanya diukur dalam miligram per komponen (misalnya, 200 mg Al(OH)₃ dan 200 mg Mg(OH)₂ per tablet).
Banyak tablet antasida kombinasi ditambahkan simetikon, agen anti-gas. Simetikon tidak memengaruhi penetralan asam, tetapi membantu meredakan kembung dan perut begah yang sering menyertai dispepsia. Dosis simetikon yang ditambahkan umumnya sekitar 20–40 mg per tablet. Penambahan ini tidak mengubah dosis regimen antasida inti (Al/Mg).
Tablet antasida harus dikunyah untuk efektivitas maksimal.
Antasida, meskipun dianggap obat yang relatif aman, memiliki potensi interaksi obat yang signifikan karena kemampuannya mengubah pH lambung dan efeknya sebagai kation divalen (Al²⁺, Mg²⁺, Ca²⁺). Interaksi ini wajib dipertimbangkan saat menentukan dosis dan jadwal pemberian.
Peningkatan pH lambung yang disebabkan oleh antasida dapat memengaruhi absorpsi obat lain yang memerlukan lingkungan asam untuk diserap. Jika dosis antasida diberikan terlalu dekat dengan dosis obat lain, efektivitas obat lain tersebut dapat menurun drastis.
Kation aluminium, magnesium, dan kalsium dapat membentuk kompleks yang tidak larut (kelat) dengan obat-obatan tertentu di saluran cerna, yang mencegah absorpsi kedua obat tersebut. Ini adalah interaksi dosis-dependen yang sangat penting.
Interaksi kelasi yang paling terkenal melibatkan:
Rekomendasi Dosis Khusus: Jika pasien harus mengonsumsi obat-obatan di atas, antasida harus dipisahkan setidaknya 4–6 jam. Dalam kasus di mana gejala asam lambung parah, dokter mungkin merekomendasikan penggantian antasida dengan obat yang bekerja sebagai penekan asam (PPI atau H2 Blocker) yang interaksinya lebih terkendali.
Meskipun antasida umumnya tidak diserap dalam jumlah besar, akumulasi dapat terjadi, terutama pada pasien dengan fungsi ginjal yang terganggu. Oleh karena itu, dosis harus diturunkan secara substansial pada populasi ini.
Penentuan dosis antasida tablet memerlukan pertimbangan khusus untuk kelompok pasien yang rentan terhadap efek samping sistemik atau perubahan metabolisme.
Pasien lansia seringkali memiliki fungsi ginjal yang menurun (bahkan tanpa didiagnosis penyakit ginjal kronis) dan umumnya mengonsumsi banyak obat (polifarmasi). Kedua faktor ini meningkatkan risiko interaksi obat dan toksisitas mineral.
Mulas (heartburn) adalah keluhan umum selama kehamilan. Antasida sering dianggap sebagai terapi lini pertama karena sifat kerjanya yang lokal.
Penggunaan antasida tablet pada anak-anak harus dilakukan di bawah pengawasan dokter. Tablet kunyah mungkin tidak cocok untuk anak di bawah usia 6 tahun karena risiko tersedak atau ketidakmampuan untuk mengunyah secara efektif.
Meskipun antasida umumnya digunakan untuk jangka pendek, beberapa pasien dengan kondisi kronis seperti esofagitis ringan atau refluks non-erosif mungkin tergoda untuk menggunakan dosis rutin. Penggunaan dosis antasida tablet yang rutin dan berkelanjutan (lebih dari 14 hari) membawa risiko farmakologis yang signifikan.
Terutama terkait dengan penggunaan kalsium karbonat dosis tinggi dan natrium bikarbonat. Ketika antasida dihentikan setelah penggunaan kronis, lambung dapat memproduksi asam secara berlebihan (acid rebound), yang memperburuk gejala awal. Hal ini memerlukan manajemen dosis yang hati-hati, termasuk penurunan dosis secara bertahap jika penggunaan telah berlangsung lama.
Sindrom ini terjadi karena asupan kalsium karbonat dosis tinggi (misalnya, lebih dari 4 gram/hari) yang dikombinasikan dengan diet kaya susu atau asupan alkali lainnya. Gejalanya termasuk hiperkalsemia, alkalosis metabolik, dan gagal ginjal. Ini adalah komplikasi serius yang menekankan perlunya kepatuhan dosis maksimum kalsium karbonat harian.
Penting untuk mematuhi batas dosis harian dan menghindari penggunaan antasida jangka panjang tanpa saran medis.
Efektivitas dosis antasida tablet dapat bervariasi antar individu, dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologis dan patologis.
Pasien dengan kondisi hipersekresi asam yang parah (misalnya, Sindrom Zollinger-Ellison) memerlukan dosis antasida yang jauh lebih tinggi—jika antasida masih digunakan—dibandingkan pasien dengan dispepsia fungsional. Dalam kasus hipersekresi, antasida seringkali tidak memadai dan harus segera digantikan oleh PPI dosis tinggi.
Semakin cepat lambung kosong, semakin cepat antasida meninggalkan lambung dan efeknya berakhir. Oleh karena itu, kondisi yang memperlambat pengosongan lambung (seperti konsumsi makanan padat) akan memperpanjang efek dosis antasida. Ini adalah alasan ilmiah mengapa antasida dianjurkan 1 jam setelah makan.
Tablet kunyah yang tidak dikunyah sempurna akan mengurangi luas permukaan, mengakibatkan ANC yang diberikan menjadi lebih rendah dari yang diharapkan. Kegagalan pasien dalam mengikuti instruksi dosis mengenai pengunyahan adalah penyebab umum kegagalan terapi antasida.
Dalam lingkungan klinis, antasida tablet terkadang digunakan untuk tujuan yang melebihi peredaan dispepsia sederhana, seperti profilaksis ulkus stres atau mengikat fosfat pada pasien dialisis.
Pasien yang dirawat intensif (ICU) sering berisiko mengalami ulkus stres. Meskipun obat PPI dan H2 blocker lebih disukai, antasida dapat digunakan untuk menjaga pH intragastrik di atas 3,5. Dosis yang diperlukan sangat tinggi dan diberikan melalui sonde nasogastrik (walaupun ini sering menggunakan suspensi, prinsip dosisnya berlaku).
Pada pasien gagal ginjal kronis, Aluminium Hidroksida (dan kadang Kalsium Karbonat) digunakan untuk mengikat fosfat dalam makanan, mencegah hiperfosfatemia. Dalam konteks ini, dosis ditentukan oleh kadar fosfat serum, bukan gejala asam lambung.
Kepatuhan (adherence) terhadap dosis antasida sangat memengaruhi keberhasilan pengobatan. Kegagalan dosis seringkali berasal dari kesalahpahaman tentang kapan dan bagaimana obat harus dikonsumsi.
Pasien harus memahami perbedaan antara dosis untuk kebutuhan (saat nyeri) dan dosis terapeutik yang terjadwal. Antasida hanya akan efektif dalam meredakan gejala jika dikonsumsi tepat saat gejala muncul atau tepat sebelum pemicu (yaitu, makanan).
Dosis tinggi antasida kombinasi Al/Mg sering menyebabkan ketidakseimbangan efek samping GI.
Jika pasien mengalami:
Penyesuaian rasio komponen adalah penyesuaian dosis yang halus yang sering memerlukan panduan apoteker atau dokter.
Meskipun suspensi antasida memiliki onset kerja yang lebih cepat dan ANC yang lebih tinggi per volume, tablet menawarkan portabilitas dan akurasi dosis yang lebih baik. Namun, untuk dosis terapeutik yang tinggi, menelan 3–4 tablet sekaligus mungkin kurang disukai pasien dibandingkan menelan suspensi.
Dosis Equivalency: Umumnya, 15 ml (satu sendok makan) suspensi antasida setara dengan sekitar 2 hingga 4 tablet kunyah, tergantung pada konsentrasi produk. Jika dokter meresepkan dosis suspensi, pasien harus berhati-hati dalam mengonversi dosis menjadi tablet.
Penting untuk menempatkan dosis antasida tablet dalam konteks manajemen asam lambung yang lebih luas, terutama dibandingkan dengan H2 Blocker (Ranitidin, Famotidin) dan Proton Pump Inhibitor/PPI (Omeprazole, Lansoprazole).
| Kelas Obat | Mekanisme Kerja | Onset Kerja | Durasi Efek | Peran Dosis Antasida |
|---|---|---|---|---|
| Antasida | Penetralan Kimiawi (Lokal) | Sangat Cepat (Menit) | Pendek (1-3 jam) | Terapi penyelamat (Rescue Therapy) untuk gejala akut. |
| H2 Blocker | Mengurangi Produksi Asam | Cepat (1-3 jam) | Sedang (8-12 jam) | Terapi pemeliharaan untuk gejala ringan/sedang. |
| PPI | Inhibisi Pompa Asam (Blokade Total) | Lambat (2-4 hari untuk efek penuh) | Panjang (24 jam+) | Terapi utama untuk GERD dan Ulkus parah. |
Dosis antasida tablet yang tinggi tidak boleh digunakan sebagai pengganti PPI atau H2 Blocker. Jika pasien memerlukan antasida setiap hari dalam dosis tinggi, ini adalah indikasi bahwa kondisi mereka memerlukan terapi penekan asam yang lebih kuat. Ketergantungan pada dosis antasida yang berlebihan dapat menunda diagnosis dan pengobatan masalah yang mendasarinya.
Dalam beberapa protokol pengobatan, antasida tablet digunakan sebagai dosis "penyelamat" saat pasien yang sudah menjalani terapi PPI atau H2 Blocker mengalami gejala terobosan (breakthrough symptoms). Dosis antasida dalam skenario ini harus bersifat minimal (1 tablet) dan jarang, karena penggunaan rutin dapat mengindikasikan kegagalan dosis PPI/H2 Blocker atau perlunya penyesuaian dosis obat utama.
Dosis antasida tablet yang benar adalah dosis yang menyeimbangkan efektivitas penetralan asam dengan risiko akumulasi mineral dan interaksi obat. Untuk sebagian besar konsumen OTC, 1–2 tablet kunyah, satu jam setelah makan dan saat tidur, sudah cukup untuk meredakan gejala dispepsia intermiten. Namun, pada kondisi klinis yang lebih kompleks (ulkus, GERD kronis), dosis harus ditingkatkan dan dijadwalkan secara ketat untuk mempertahankan pH lambung yang optimal.
Penggunaan antasida berbasis kalsium karbonat dan natrium bikarbonat memerlukan pengawasan ketat terhadap dosis maksimum harian (khususnya untuk kalsium) untuk mencegah komplikasi serius seperti sindrom alkali susu. Demikian pula, pasien dengan gangguan ginjal harus sangat membatasi atau menghindari antasida berbasis aluminium dan magnesium.
Selalu prioritaskan konsultasi medis atau farmasi jika penggunaan antasida tablet melebihi dua minggu, jika dosis yang biasa tidak lagi efektif, atau jika terjadi efek samping sistemik.