Ilustrasi simbolis dari kekacauan awal dan munculnya cahaya serta elemen dasar.
Kitab Kejadian, pasal pertama, adalah fondasi narasi penciptaan dalam tradisi Yahudi-Kristen. Babak pembuka ini menyajikan gambaran yang agung dan sistematis tentang bagaimana alam semesta diciptakan oleh Allah dalam kurun waktu enam hari, diikuti oleh hari ketujuh sebagai hari istirahat. Ini bukan sekadar cerita, melainkan sebuah pernyataan teologis yang mendalam tentang kekuasaan, kebijaksanaan, dan kebaikan Sang Pencipta atas segala ciptaan-Nya.
Kisah dimulai dengan deskripsi keadaan bumi yang "belum berbentuk dan kosong" serta "gelap menutupi samudera raya". Di tengah kekacauan awal inilah, firman Allah berseru, "Jadilah terang." Seketika, terang itu ada, dan Allah memisahkan terang dari gelap, menamai terang itu "siang" dan gelap itu "malam". Ini adalah tindakan pemisahan fundamental pertama, menciptakan konsep waktu yang kita kenal.
Pada hari kedua, Allah menciptakan cakrawala, yang memisahkan air di bawah dari air di atas. Cakrawala ini kemudian disebut "langit". Tindakan ini melanjutkan pemisahan, mengatur tatanan di antara elemen-elemen cair yang sebelumnya menyatu, menciptakan ruang atmosferik yang vital bagi kehidupan.
Hari ketiga menyaksikan pemisahan air dari daratan. Air yang terkumpul di satu tempat disebut "laut", dan daratan yang kering itu disebut "bumi". Setelah daratan muncul, Allah memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan pohon-pohon yang menghasilkan buah menurut jenisnya. Ini adalah permulaan kehidupan vegetatif di bumi, menunjukkan kesuburan yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Fokus beralih ke langit pada hari keempat. Allah menciptakan dua benda penerang yang lebih besar: yang lebih besar untuk menguasai siang (matahari) dan yang lebih kecil untuk menguasai malam (bulan), serta juga bintang-bintang. Benda-benda langit ini tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu dan musim, tetapi juga sebagai tanda kebesaran Allah yang menata jagad raya.
Hari kelima diperuntukkan bagi penciptaan kehidupan yang bergerak di air dan di udara. Allah memerintahkan air untuk melimpah dengan makhluk hidup, dan burung-burung untuk terbang melintasi cakrawala. Allah memberkati mereka, berfirman agar mereka berkembang biak dan memenuhi lautan serta memunahkan diri.
Puncak penciptaan terjadi pada hari keenam. Allah menciptakan hewan-hewan darat menurut jenisnya, termasuk ternak, binatang merayap, dan binatang liar. Setelah semua hewan diciptakan, Allah membuat manusia menurut gambar dan rupa-Nya, laki-laki dan perempuan. Manusia diberi mandat untuk berkuasa atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, ternak, dan seluruh bumi, serta segala yang merayap. Penekanan pada manusia sebagai puncak penciptaan, yang diciptakan menurut citra Allah, menyoroti martabat dan tanggung jawab unik yang diberikan kepada umat manusia.
Setelah menyelesaikan seluruh pekerjaan penciptaan-Nya, Allah memberkati hari ketujuh dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Hari istirahat ini menjadi pola ilahi dan dasar bagi ibadah Sabat dalam tradisi agama-agama Ibrahimiah, mengajarkan pentingnya istirahat dan pengakuan atas karya Sang Pencipta.
Kejadian 1 bukan hanya catatan kronologis penciptaan, tetapi juga sebuah manifesto teologis yang menegaskan bahwa Allah adalah sumber tunggal segala sesuatu. Keberadaan dunia bukan kebetulan, melainkan hasil dari kehendak dan firman ilahi yang bijaksana. Setiap elemen penciptaan dinilai "baik" oleh Allah, dan puncaknya adalah manusia, yang diberi tugas mulia untuk mengelola dan menjaga ciptaan-Nya. Pemahaman yang mendalam tentang pasal ini memberikan landasan bagi pandangan dunia tentang asal usul, tujuan, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.