Ilustrasi penghapus pensil klasik.
Bagi generasi yang tumbuh di era sebelum dominasi digital merajalela, ada satu benda kecil namun sangat fungsional yang selalu setia menemani proses belajar: penghapus pensil jaman dulu. Benda ini bukan sekadar alat koreksi; ia adalah saksi bisu dari setiap coretan yang salah, setiap hitungan yang keliru, dan setiap upaya serius untuk mencapai kesempurnaan di atas kertas buram.
Berbeda dengan penghapus modern yang seringkali berbentuk ramping dan berwarna-warni, penghapus jadul biasanya memiliki bentuk balok yang padat. Warna yang paling ikonik adalah krem pucat, merah jambu pucat, atau cokelat muda yang sedikit kusam karena debu dan kotoran yang menempel seiring waktu. Teksturnya terasa kasar namun padat, memberikan sensasi 'menggigit' kertas saat digunakan.
Pengalaman menggunakan penghapus pensil lama memiliki ritualnya sendiri. Ketika ujung pensil B atau HB meninggalkan noda grafit yang tak diinginkan, tangan akan sigap meraih balok penghapus tersebut. Gerakannya harus dilakukan dengan hati-hati. Jika terlalu keras, kertas yang tipis dan rapuh bisa robek, meninggalkan lubang yang lebih buruk daripada coretan awal.
Hasilnya pun unik. Tidak seperti penghapus vinyl modern yang membersihkan jejak tinta atau grafit tanpa sisa, penghapus jaman dulu cenderung meninggalkan remah-remah abu-abu yang kita sebut 'karet serutan'. Mengumpulkan remah-remah ini, kemudian meniupnya perlahan atau menyekanya dengan ujung jari, adalah bagian tak terpisahkan dari proses mengoreksi. Kadang, sisa penghapus ini bahkan menjadi mainan kecil di sela-sela waktu belajar yang membosankan.
Salah satu keunggulan penghapus jadul adalah daya tahannya. Karena komposisinya yang lebih keras, sebuah penghapus bisa bertahan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, meskipun sering digunakan. Namun, daya tahan ini juga berarti bahwa kemampuan membersihkannya tidak seefektif hari ini. Seringkali, bekas samar (ghosting) dari kesalahan yang sudah dihapus akan tetap terlihat, menjadi pengingat bahwa kesalahan pernah terjadi di sana.
Lalu ada aroma. Penghapus berbahan dasar karet alami atau sintetis pada masa itu memiliki bau khas yang samar-samar tercium saat bergesekan dengan kertas. Bau inilah yang seringkali memicu memori seketika kembali ke bangku sekolah dasar, duduk di bawah sinar lampu neon yang redup, sambil mengerjakan soal Matematika yang rumit.
Seiring perkembangan teknologi material, penghapus pensil mulai berevolusi. Muncul penghapus berbahan plastik lebih lembut (plasticine), penghapus mekanik dengan isi yang sangat kecil, hingga penghapus cair untuk tinta. Meskipun inovasi ini menawarkan kebersihan yang superior, mereka seringkali kehilangan 'jiwa' dari pendahulunya.
Penghapus pensil jaman dulu kini lebih sering ditemukan dalam kotak koleksi atau sebagai simbol nostalgia. Mereka mewakili era di mana koreksi membutuhkan usaha fisik yang nyata—menggosok, membersihkan remah, dan menerima bahwa tidak semua kesalahan dapat hilang sepenuhnya tanpa meninggalkan jejak. Benda sederhana ini mengingatkan kita bahwa proses belajar adalah proses mencoba dan memperbaiki, sedikit demi sedikit, dengan alat yang seadanya namun penuh makna.
Meskipun dunia telah bergerak cepat menuju digitalisasi, mengenang kembali benda-benda fisik seperti penghapus pensil lama memberikan jeda yang berharga. Itu adalah pengingat lembut akan kesederhanaan masa lalu, di mana setiap kesalahan di kertas adalah tantangan yang harus diatasi dengan sepotong karet kecil berwarna kusam. Penghapus ini adalah ikon tak tergantikan dari masa pendidikan formal yang penuh perjuangan namun juga penuh kejujuran.