Al-Quran adalah petunjuk hidup bagi umat Islam, mengandung ajaran yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah hingga muamalah. Di dalam surat An-Nisa, ayat ke-43 merupakan salah satu ayat yang memberikan panduan penting terkait larangan tertentu yang memiliki dampak signifikan terhadap kualitas ibadah seseorang. Ayat ini secara spesifik melarang kaum beriman untuk mendekati salat dalam keadaan mabuk atau dalam kondisi yang mengaburkan kesadaran.
Mari kita simak teks ayatnya, bacaan latin, beserta terjemahannya:
Ayat 43 dari surat An-Nisa ini mengandung dua larangan utama yang berkaitan dengan kesiapan seseorang untuk menunaikan salat:
Larangan pertama adalah larangan mendekati salat bagi orang yang sedang mabuk. Frasa "sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan" menunjukkan bahwa kondisi mabuk menghalangi seseorang untuk memahami makna dan kekhusyukan dalam salatnya. Ketika seseorang dalam keadaan mabuk, pikirannya tidak jernih, dan konsentrasinya terganggu. Hal ini sangat bertentangan dengan esensi salat yang merupakan dialog spiritual antara hamba dengan Tuhannya. Salat membutuhkan kehadiran hati dan pikiran yang utuh untuk meresapi setiap bacaan dan gerakan.
Ketentuan ini menjadi landasan kuat bagi larangan mengonsumsi minuman keras atau zat memabukkan lainnya dalam Islam. Dampak negatif dari kemabukan tidak hanya pada ibadah, tetapi juga pada seluruh aspek kehidupan, seperti merusak akal, merenggangkan hubungan sosial, dan menimbulkan kerugian material.
Larangan kedua berkaitan dengan keadaan junub, yaitu kondisi setelah berhubungan badan atau keluar mani. Ayat ini menyatakan bahwa orang yang junub tidak boleh mendekati salat, kecuali bagi mereka yang sedang dalam perjalanan (musafir) dan belum menemukan air untuk mandi.
Kondisi junub mensyaratkan seseorang untuk bersuci dengan mandi junub sebelum melaksanakan salat. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan kesucian fisik yang merupakan prasyarat untuk menghadap Allah dalam ibadah yang paling mulia. Namun, ayat ini juga memberikan keringanan bagi musafir yang tidak mendapati air untuk bertayammum (bersuci dengan debu atau tanah bersih) sebagai pengganti mandi, hingga ia menemukan air.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam kemaha-bijaksanaan-Nya, tidak hanya menetapkan larangan, tetapi juga memberikan keringanan dan pengecualian bagi kondisi tertentu. Poin-poin keringanan yang disebutkan dalam ayat ini meliputi:
Ayat ini menekankan bahwa tayammum adalah solusi ketika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan. Penggunaan tanah yang baik (suci) sebagai media bersuci menunjukkan kemudahan syariat Islam yang tidak memberatkan umatnya.
Hikmah utama dari larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk adalah untuk menjaga kesucian dan kekhusyukan ibadah. Salat adalah sarana komunikasi langsung dengan Allah SWT. Keadaan mabuk merusak kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan penuh penghayatan. Hal ini juga mencegah seseorang melakukan kesalahan dalam bacaan atau gerakan salat yang bisa mengurangi nilai ibadah, bahkan bisa membatalkannya.
Adapun larangan mendekati salat dalam keadaan junub sebelum bersuci mengingatkan pentingnya kebersihan fisik sebagai cerminan kebersihan jiwa dalam beribadah. Kesucian adalah kunci untuk menghadap Sang Pencipta dengan penuh hormat dan adab.
Secara keseluruhan, Quran Surat An Nisa ayat 43 mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga kesadaran, kebersihan, dan kekhusyukan dalam setiap ibadah, terutama salat. Ayat ini juga menunjukkan sifat kasih sayang dan kemudahan Allah dalam memberikan solusi dan keringanan bagi hamba-Nya yang mengalami kesulitan.