Pengantar Anatomi dan Fungsi Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan, atau esofagus, adalah organ tubular berotot yang menghubungkan faring (tenggorokan) dengan lambung. Fungsi utamanya adalah sebagai jalur transit makanan dan cairan melalui proses yang disebut peristalsis. Panjang rata-rata kerongkongan dewasa berkisar antara 25 hingga 30 sentimeter. Organ ini memiliki struktur lapisan yang kompleks dan dua sfingter (otot cincin) yang sangat penting dalam mencegah aliran balik isi lambung.
Struktur Lapisan Dinding Kerongkongan
Dinding esofagus terdiri dari empat lapisan utama yang bekerja secara sinergis untuk memfasilitasi pergerakan makanan dan melindungi lapisan internal:
- Mukosa (Lapisan Terdalam): Terdiri dari epitel skuamosa berlapis yang sangat resisten terhadap abrasi makanan yang ditelan. Lapisan ini adalah yang pertama mengalami kerusakan akibat paparan asam lambung.
- Submukosa: Lapisan jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar lendir (untuk pelumasan).
- Muskularis Propria: Lapisan otot tebal yang bertanggung jawab atas gerakan peristaltik. Pada bagian atas kerongkongan, otot ini sebagian besar adalah otot rangka (volunter), sedangkan di bagian bawah, ototnya adalah otot polos (involunter).
- Adventitia (Lapisan Terluar): Lapisan jaringan ikat yang menghubungkan esofagus dengan struktur di sekitarnya di mediastinum.
Peran Sfingter Esofagus
Terdapat dua sfingter kritis:
- Sfingter Esofagus Atas (UES): Berada di batas faring dan kerongkongan. Fungsinya mencegah udara masuk ke kerongkongan saat bernapas dan mencegah refluks dari kerongkongan ke faring.
- Sfingter Esofagus Bawah (LES): Berada di perbatasan kerongkongan dan lambung. Ini adalah katup paling penting dalam pencegahan penyakit refluks. LES secara normal tetap berkontraksi, hanya rileks sebentar saat menelan untuk memungkinkan makanan masuk ke lambung. Kegagalan fungsi LES adalah penyebab utama dari sebagian besar penyakit kerongkongan.
Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD)
GERD adalah kondisi kronis yang paling umum melibatkan kerongkongan, ditandai dengan aliran balik isi lambung—termasuk asam klorida dan enzim pencernaan—ke esofagus. Paparan berulang ini menyebabkan iritasi dan peradangan pada lapisan mukosa, yang dirancang untuk lingkungan netral, bukan asam kuat.
Etiologi dan Mekanisme Patofisiologi GERD
Penyebab utama GERD adalah kegagalan fungsi LES. Kegagalan ini dapat bermanifestasi dalam beberapa cara:
- Relaksasi Sementara LES (TLESRs): Ini adalah mekanisme paling sering. LES rileks secara spontan, tidak terkait dengan proses menelan, memungkinkan refluks terjadi.
- Hipotensi LES (Tekanan Rendah): LES yang secara struktural lemah tidak dapat mempertahankan tekanan yang cukup untuk menahan isi lambung.
- Hernia Hiatus: Kondisi di mana sebagian kecil lambung menonjol melalui diafragma ke rongga dada. Ini mengganggu mekanisme penutupan alami LES dan mengurangi kemampuan pembersihan asam oleh kerongkongan.
Faktor risiko lain meliputi obesitas (meningkatkan tekanan intra-abdomen), merokok, konsumsi alkohol, kehamilan, dan pola makan tinggi lemak atau asam.
Spektrum Gejala GERD
Gejala GERD dibagi menjadi manifestasi tipikal (esofageal) dan manifestasi atipikal (ekstra-esofageal):
Gejala Esofageal (Tipikal)
- Heartburn (Pirozis): Sensasi terbakar yang naik dari perut atau dada bagian bawah, sering memburuk setelah makan, berbaring, atau membungkuk. Ini adalah gejala patognomonik GERD.
- Regurgitasi: Perasaan asam atau makanan yang kembali ke mulut atau tenggorokan tanpa disertai muntah atau usaha.
- Disfagia (Sulit Menelan): Seringkali terjadi karena peradangan parah atau pembentukan striktur (penyempitan) akibat kerusakan kronis.
- Odinofagia (Nyeri Saat Menelan): Jarang terjadi pada GERD ringan, tetapi mungkin mengindikasikan esofagitis ulseratif parah.
Gejala Ekstra-Esofageal (Atipikal)
Ini terjadi ketika asam mencapai saluran pernapasan atau laring:
- Batuk kronis, terutama di malam hari.
- Laringitis (radang pita suara) menyebabkan suara serak atau hilang suara.
- Asma yang resisten terhadap pengobatan standar.
- Erosi gigi atau rasa pahit/asam persisten di mulut.
- Nyeri dada non-kardiak (harus dibedakan dari angina).
Tatalaksana GERD: Pendekatan Bertingkat
Pengobatan GERD bertujuan mengurangi paparan asam dan memperbaiki gejala. Tatalaksana terbagi menjadi modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis, dan intervensi bedah.
1. Modifikasi Gaya Hidup dan Diet
Ini adalah fondasi manajemen GERD dan harus selalu dilakukan, bahkan saat menggunakan obat-obatan.
- Penurunan Berat Badan: Sangat efektif mengurangi tekanan intra-abdomen pada pasien obesitas.
- Mengangkat Kepala Tempat Tidur: Menaikkan kepala sekitar 15–20 cm (bukan hanya menggunakan bantal tambahan) untuk memanfaatkan gravitasi.
- Menghindari Pemicu Diet: Cokelat, mint, makanan pedas, makanan berlemak tinggi, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat menurunkan tekanan LES.
- Menghentikan Merokok dan Alkohol: Keduanya secara langsung merelaksasi LES.
- Jeda Makan Malam: Tidak berbaring setidaknya 2–3 jam setelah makan.
2. Terapi Farmakologis
Obat-obatan digunakan untuk menetralkan asam atau mengurangi produksi asam.
Penghambat Pompa Proton (PPIs): Obat paling efektif untuk GERD erosif dan non-erosif. PPI bekerja dengan memblokir langkah akhir produksi asam di sel parietal lambung. Contoh: Omeprazole, Lansoprazole, Esomeprazole, Pantoprazole. Penggunaannya harus diawasi ketat, terutama untuk dosis tinggi jangka panjang, karena ada kekhawatiran terkait risiko infeksi usus (C. difficile) dan malabsorpsi nutrisi.
Antagonis Reseptor H2 (H2RAs): Contoh: Ranitidine (sebelum ditarik), Famotidine. Bekerja lebih cepat tetapi kurang kuat dibandingkan PPI dan sering digunakan untuk GERD ringan atau sebagai terapi malam hari tambahan untuk PPI.
Antasida dan Alginat: Digunakan untuk meredakan gejala akut. Antasida menetralkan asam yang sudah ada, sementara alginat (misalnya Gaviscon) membentuk lapisan pelindung (raft) di atas isi lambung untuk mencegah refluks. Penggunaannya terbatas pada manajemen gejala jangka pendek.
3. Intervensi Bedah dan Endoskopik
Pembedahan dipertimbangkan jika terapi medis gagal, pasien intoleran terhadap obat, atau jika terjadi komplikasi berat (misalnya hernia hiatus besar).
Fundoplikasi Nissen: Prosedur bedah standar yang melibatkan pembungkusan bagian atas lambung (fundus) di sekitar LES untuk memperkuat tekanan sfingter. Ini dapat dilakukan secara laparoskopi.
Fundoplikasi Parsial (Toupet atau Dor): Pembungkusan hanya 180 atau 270 derajat, biasanya direkomendasikan pada pasien dengan gangguan motilitas ringan, karena memiliki risiko disfagia pasca-operasi yang lebih rendah.
Esofagitis: Peradangan Mukosa Kerongkongan
Esofagitis adalah peradangan yang menyebabkan nyeri, sulit menelan, dan seringkali merupakan komplikasi dari GERD yang tidak diobati. Namun, terdapat banyak jenis esofagitis lain yang memiliki etiologi berbeda.
1. Esofagitis Refluks
Ini adalah bentuk paling umum, disebabkan oleh paparan asam lambung berulang. Tingkat keparahan kerusakan dapat diklasifikasikan menggunakan Sistem Los Angeles, mulai dari Grade A (lesi kecil) hingga Grade D (ulserasi luas dan melibatkan 75% lingkar esofagus).
2. Esofagitis Eosinofilik (EoE)
EoE adalah kondisi alergi-imunologis kronis yang ditandai dengan infiltrasi sejumlah besar eosinofil (jenis sel darah putih) ke dalam mukosa esofagus. Kondisi ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda, seringkali terkait dengan alergi makanan dan lingkungan.
- Patogenesis: Dipicu oleh antigen makanan atau udara yang menyebabkan respons inflamasi T-helper type 2 (Th2).
- Gejala: Disfagia (sangat dominan), impaksi makanan (makanan tersangkut), nyeri perut, dan pada anak-anak, kegagalan tumbuh kembang.
- Diagnosis: Membutuhkan endoskopi dengan biopsi yang menunjukkan >15 eosinofil per bidang daya pandang tinggi (HPF).
- Tatalaksana: Diet eliminasi (mengidentifikasi dan menghilangkan pemicu alergi) atau penggunaan kortikosteroid topikal yang ditelan (bukan dihirup), seperti fluticasone atau budesonide.
3. Esofagitis Infeksi
Biasanya terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu (misalnya, pasien HIV/AIDS, penerima transplantasi, atau yang menjalani kemoterapi).
- Jamur (Kandidiasis Esofageal): Disebabkan oleh Candida albicans. Ditandai dengan plak keputihan yang melekat pada dinding esofagus. Diobati dengan antijamur sistemik (Fluconazole).
- Virus (Herpes Simpleks - HSV atau Sitomegalovirus - CMV): Menyebabkan ulserasi yang khas (ulkus bulat dangkal untuk HSV, ulkus linier atau elips untuk CMV). Membutuhkan pengobatan antivirus spesifik (Acyclovir atau Ganciclovir).
4. Esofagitis Akibat Obat dan Kimiawi
Disebabkan oleh obat-obatan yang tersangkut di kerongkongan, melepaskan zat korosif secara lokal. Obat-obatan yang paling sering menyebabkan ini termasuk beberapa antibiotik (Doksisiklin), Bifosfonat (untuk osteoporosis), dan pil kalium. Konsumsi obat tanpa cukup air, terutama sebelum tidur, meningkatkan risiko ini.
Gangguan Motilitas Kerongkongan
Motilitas adalah kemampuan kerongkongan untuk berkontraksi (peristalsis) dan mendorong makanan ke bawah. Gangguan motilitas terjadi ketika otot-otot esofagus gagal berkontraksi secara terkoordinasi atau sfingter gagal rileks.
Akalasia
Akalasia adalah gangguan motilitas primer yang jarang tetapi serius, ditandai oleh dua fitur utama:
- Kegagalan LES untuk rileks sepenuhnya saat menelan.
- Tidak adanya atau sangat lemahnya peristalsis (kontraksi pendorong) di esofagus bagian bawah.
Patogenesis: Akalasia disebabkan oleh kerusakan pada pleksus saraf Auerbach di dinding esofagus, yang mengatur gerakan otot. Hal ini mengakibatkan kegagalan neurotransmitter penghambat (seperti nitrat oksida) untuk berfungsi, menyebabkan LES berkontraksi secara permanen.
Gejala Khas: Disfagia (untuk makanan padat maupun cairan), regurgitasi makanan yang tidak tercerna (terutama di malam hari), dan nyeri dada. Seiring waktu, kerongkongan dapat melebar secara masif (megaesofagus).
Diagnosis: Manometri Esofagus (standar emas) menunjukkan tekanan LES yang tinggi dan aperistalsis. Foto Barium Telan menunjukkan tampilan khas "paruh burung" (bird’s beak) pada ujung distal esofagus.
Tatalaksana Akalasia
Pengobatan bersifat paliatif, bertujuan mengurangi tekanan LES.
- Injeksi Botox: Toxin botulinum disuntikkan ke LES, sementara waktu melumpuhkan otot dan mengurangi tekanan. Efeknya sementara (6–12 bulan).
- Dilatasi Balon Pneumatik: Balon ditiupkan di LES untuk merobek serabut otot secara terkontrol, mengurangi resistensi. Efektif tetapi membawa risiko kecil perforasi.
- Miotomi Heller Laparoskopi: Prosedur bedah yang melibatkan pemotongan serat otot LES (miotomia) untuk meredakan tekanan. Prosedur ini sering dikombinasikan dengan fundoplikasi parsial (misalnya Dor) untuk mencegah GERD sekunder.
- Miotomi Endoskopik Peroral (POEM): Prosedur invasif minimal yang dilakukan secara endoskopik untuk memotong serat otot LES dari dalam. Menawarkan pemulihan cepat dan efikasi tinggi.
Gangguan Motilitas Lain
Spasme Esofagus Difus (DES): Ditandai oleh kontraksi otot esofagus yang simultan, kuat, dan tidak terkoordinasi. Gejala utamanya adalah nyeri dada yang sangat mirip dengan angina (nyeri jantung). Manometri menunjukkan pola kontraksi simultan dan intermiten. Pengobatan melibatkan relaksan otot (nitrat, penghambat kanal kalsium).
Esofagus Kacang Pecah (Nutcracker Esophagus): Kontraksi peristaltik normal tetapi tekanannya sangat tinggi. Ini juga sering bermanifestasi sebagai nyeri dada non-kardiak.
Komplikasi Jangka Panjang dan Kondisi Premaligna
GERD dan esofagitis kronis yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan struktural permanen pada kerongkongan, meningkatkan risiko kanker.
Esofagus Barrett
Esofagus Barrett adalah kondisi premaligna di mana epitel skuamosa normal di esofagus bawah digantikan oleh epitel kolumnar metaplastik (metaplasia usus). Perubahan ini merupakan mekanisme perlindungan tubuh terhadap asam, tetapi metaplasia adalah langkah awal menuju kanker.
- Risiko: Pasien dengan Barrett memiliki risiko 30–125 kali lebih tinggi terkena Adenokarsinoma Esofagus dibandingkan populasi umum.
- Diagnosis dan Pemantauan: Ditegakkan melalui endoskopi dengan biopsi. Pasien Barrett memerlukan program pengawasan endoskopik rutin (surveilans) untuk mendeteksi displasia (perubahan pra-kanker) stadium awal.
- Tatalaksana Displasia:
- Displasia Tingkat Rendah (LGD): PPI dosis tinggi dan surveilans ketat.
- Displasia Tingkat Tinggi (HGD) atau Kanker Dini: Ablasi Radiofrekuensi (RFA) atau Reseksi Mukosa Endoskopik (EMR) untuk menghilangkan jaringan yang sakit.
Striktur Esofagus Peptik
Striktur adalah penyempitan permanen lumen esofagus yang disebabkan oleh jaringan parut (fibrosis) akibat ulserasi kronis dan penyembuhan. Gejala utamanya adalah disfagia progresif, pertama untuk makanan padat, lalu untuk makanan lunak.
Tatalaksana: Prosedur dilatasi endoskopik menggunakan balon atau bougie (alat tumpul) untuk melebarkan area yang menyempit. Seringkali perlu dilakukan berulang kali dan disertai terapi PPI intensif.
Kanker Kerongkongan (Karsinoma Esofagus)
Kanker esofagus adalah salah satu kanker saluran cerna yang paling agresif. Insiden dan jenis dominan bervariasi secara geografis dan historis.
Jenis Histologis Utama
- Karsinoma Sel Skuamosa (SCC): Jenis dominan secara global. Terkait erat dengan merokok, konsumsi alkohol berat, dan kekurangan gizi. Umumnya terjadi di esofagus bagian tengah dan atas.
- Adenokarsinoma (AC): Jenis yang paling cepat meningkat insidennya di negara-negara Barat. Sangat erat kaitannya dengan GERD kronis dan Esofagus Barrett, dan biasanya terletak di esofagus distal (bawah).
Gejala dan Diagnosis Kanker Esofagus
Kanker esofagus seringkali asimtomatik pada stadium awal. Gejala muncul ketika tumor telah menyebabkan penyempitan yang signifikan atau metastasis:
- Disfagia Progresif: Gejala peringatan utama. Dimulai dengan daging atau roti, lalu berkembang menjadi cairan.
- Penurunan Berat Badan Tak Terjelaskan: Karena kesulitan menelan dan efek katabolik kanker.
- Nyeri Retrosterternal: Nyeri dada di belakang tulang dada.
- Anemia dan Perdarahan: Dari ulserasi tumor.
Diagnosis: Endoskopi dengan biopsi adalah wajib. Staging (penentuan penyebaran) dilakukan melalui CT scan dada/perut, PET scan, dan USG Endoskopik (EUS) untuk menilai kedalaman tumor dan keterlibatan kelenjar getah bening.
Prinsip Tatalaksana Kanker Esofagus
Pengobatan sangat bergantung pada stadium penyakit, lokasi tumor, dan status kesehatan pasien.
Kanker Lokal Lanjut (Stadium II dan III)
Standar pengobatan adalah pendekatan multimodal:
- Kemoterapi dan Radioterapi Neoadjuvan (Pra-Bedah): Diberikan untuk mengecilkan tumor sebelum operasi (esofagektomi).
- Esofagektomi: Operasi pengangkatan sebagian atau seluruh kerongkongan. Ini adalah operasi besar dengan morbiditas signifikan, seringkali melibatkan rekonstruksi menggunakan lambung atau usus besar sebagai pengganti esofagus.
Kanker Stadium Awal (In situ)
Dapat diobati secara endoskopik menggunakan EMR atau Diseksi Submukosa Endoskopik (ESD), yang menawarkan tingkat penyembuhan tinggi tanpa perlu operasi besar.
Kanker Metastasis (Stadium IV)
Pengobatan bersifat paliatif, berfokus pada perbaikan kualitas hidup dan manajemen disfagia. Ini termasuk kemoterapi sistemik dan pemasangan stent esofagus untuk mempertahankan patensi saluran makan.
Prosedur Diagnostik Utama Penyakit Kerongkongan
Evaluasi menyeluruh terhadap keluhan esofageal memerlukan kombinasi pencitraan, endoskopi, dan tes fungsional.
1. Endoskopi Saluran Cerna Atas (EGD)
EGD adalah prosedur kunci, memungkinkan visualisasi langsung mukosa esofagus, lambung, dan duodenum. Ini digunakan untuk:
- Menilai tingkat keparahan esofagitis (skala Los Angeles).
- Mengambil biopsi untuk mendiagnosis Barrett, EoE, atau kanker.
- Mengidentifikasi striktur, ulkus, atau varises.
- Melakukan intervensi terapeutik (dilatasi, EMR, hemostasis).
2. Manometri Esofagus
Tes fungsional standar emas untuk mengevaluasi motilitas. Sebuah kateter sensor tekanan dilewatkan melalui hidung ke kerongkongan untuk mengukur tekanan LES dan koordinasi peristaltik saat menelan. Manometri sangat penting untuk mendiagnosis Akalasia, DES, dan kondisi motilitas lainnya.
3. Pemantauan pH Esofagus 24 Jam (pH Metri)
Tes ini secara langsung mengukur frekuensi dan durasi paparan asam lambung di kerongkongan. Probe sensor asam kecil ditempatkan di atas LES selama 24 jam. Ini adalah standar emas untuk mendiagnosis GERD yang meragukan atau GERD yang tidak responsif terhadap PPI.
4. Impedansi-pH Monitoring
Ini adalah versi yang lebih canggih, yang tidak hanya mendeteksi refluks asam (pH rendah), tetapi juga mendeteksi refluks non-asam (seperti gas atau cairan netral). Sangat penting untuk pasien yang mengalami gejala meskipun sudah menggunakan PPI (refluks non-asam).
5. Barium Swallow (Tes Menelan Barium)
Pasien menelan cairan kontras barium, dan serangkaian sinar-X diambil. Meskipun digantikan oleh endoskopi untuk diagnosis mukosa, tes ini sangat baik untuk:
- Memvisualisasikan struktur lumen, seperti striktur dan cincin (misalnya cincin Schatzki).
- Menilai gangguan motilitas (misalnya tampilan "paruh burung" pada akalasia).
- Mendeteksi fistula atau divertikula (kantong abnormal).
Pengelolaan Penyakit Kerongkongan Kronis
Manajemen penyakit kerongkongan kronis seringkali memerlukan perubahan gaya hidup seumur hidup dan kepatuhan terhadap terapi.
Strategi Jangka Panjang untuk GERD
Banyak pasien GERD memerlukan terapi PPI jangka panjang. Dokter harus secara teratur menilai kembali perlunya PPI dan mencoba dosis efektif terendah. Jika terjadi relaps cepat setelah penghentian PPI, status diagnostik (misalnya, adanya Esofagus Barrett) harus dieksplorasi.
Potensi Risiko PPI Jangka Panjang
Meskipun PPI umumnya aman, penggunaan kronis telah dikaitkan dengan beberapa perhatian, yang memerlukan konsultasi dokter:
- Peningkatan risiko pneumonia komunitas (risiko rendah).
- Malabsorpsi vitamin B12, kalsium, dan magnesium karena penurunan asam lambung yang diperlukan untuk penyerapan.
- Peningkatan risiko infeksi usus (terutama C. difficile).
- Osteoporosis (meskipun bukti tidak konsisten, pasien disarankan mempertahankan asupan kalsium dan vitamin D).
Manajemen Akalasia dan Komplikasi Motilitas
Setelah pengobatan definitif (POEM atau Miotomi Heller), pasien Akalasia memerlukan pemantauan rutin untuk memastikan tidak adanya refluks (yang dapat menjadi komplikasi sekunder setelah LES dilemahkan) dan untuk skrining kanker (walaupun risiko karsinoma skuamosa meningkat, surveilans endoskopik rutin sering kali direkomendasikan).
Peran Diet dalam Pengurangan Gejala Esofageal
Bukan hanya menghindari pemicu umum, tetapi modifikasi diet lebih lanjut dapat membantu:
- Diet Mediterania: Kaya serat dan anti-inflamasi, telah terbukti mengurangi gejala GERD.
- Makanan Alkali: Konsumsi air alkali atau makanan yang memiliki pH tinggi dapat membantu menetralkan asam lambung dan pepsin di esofagus secara sementara.
- Porsi Kecil: Mengonsumsi makanan dalam porsi kecil dan sering, daripada tiga kali makan besar, membantu mengurangi tekanan pada lambung.
Divertikula Esofagus dan Penyakit Langka Lainnya
Divertikula adalah kantong abnormal yang menonjol keluar dari dinding esofagus. Mereka disebabkan oleh peningkatan tekanan internal (pulsion) atau tarikan luar (traksi).
Diverticulum Zenker (Farringoesofageal)
Jenis divertikula yang paling umum, terletak di faring posterior, tepat di atas sfingter esofagus atas (UES). Ini adalah divertikula pulsion yang disebabkan oleh inkoordinasi antara tekanan menelan dan relaksasi UES.
- Gejala: Halitosis (bau mulut yang parah dari makanan yang membusuk di kantong), regurgitasi makanan yang tidak dicerna berjam-jam setelah makan, disfagia, dan batuk.
- Pengobatan: Biasanya bedah atau endoskopik (diverticulotomy) untuk memotong jaringan yang membatasi kantong dan membebaskan UES.
Diverticulum Esofagus Bagian Tengah (Mid-esophageal)
Biasanya divertikula traksi yang disebabkan oleh peradangan atau jaringan parut dari infeksi kelenjar getah bening di mediastinum. Umumnya asimtomatik.
Diverticulum Epifrenik
Terletak di atas LES, sering terkait dengan gangguan motilitas seperti akalasia atau spasme esofagus difus. Jika menimbulkan gejala, memerlukan operasi untuk menghilangkan kantong dan mengatasi gangguan motilitas primer (misalnya, miotomi).
Pengaruh Kondisi Sistemik pada Kerongkongan
Beberapa penyakit autoimun dan sistemik dapat memengaruhi motilitas dan struktur kerongkongan.
Skleroderma (Sklerosis Sistemik)
Skleroderma menyebabkan fibrosis dan penggantian otot polos dengan jaringan ikat, terutama di esofagus distal. Hal ini mengakibatkan LES yang sangat lemah (hipotensif) dan tidak adanya peristalsis di esofagus bawah.
- Manifestasi: GERD yang sangat parah dan resisten terhadap pengobatan.
- Tatalaksana: Fokus pada kontrol asam yang agresif menggunakan PPI dosis tinggi dan pemantauan komplikasi Barrett.
Penyakit Graft-versus-Host (GVHD)
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), GVHD kronis dapat menargetkan esofagus, menyebabkan fibrosis parah, striktur, dan disfagia berat. Perawatan sering melibatkan steroid sistemik dan pelebaran endoskopik.
Diabetes Melitus
Neuropati otonom akibat diabetes dapat menyebabkan dismotilitas esofagus (esofagopati diabetik), mengakibatkan peristalsis yang lemah dan potensi gejala refluks atau sulit menelan.
Isu Khusus: Kerongkongan pada Populasi Anak
Meskipun GERD sering terjadi pada bayi (refluks fisiologis), GERD patologis, EoE, dan kelainan bawaan memerlukan perhatian khusus.
Atresia Esofagus dan Fistula Trakeoesofageal
Ini adalah kelainan kongenital serius di mana esofagus gagal berkembang sepenuhnya (atresia) atau memiliki koneksi abnormal ke trakea (fistula). Membutuhkan perbaikan bedah darurat pada masa neonatus dan pemantauan komplikasi jangka panjang seperti striktur atau dismotilitas.
Penanganan EoE pada Anak
Pada anak-anak, EoE sering bermanifestasi sebagai penolakan makan, muntah, atau kegagalan tumbuh kembang. Pengobatan lini pertama seringkali adalah diet eliminasi empiris 6-makanan (menghilangkan susu, telur, gandum, kedelai, kacang-kacangan, dan ikan/kerang) atau penggunaan kortikosteroid oral yang ditelan.
Strategi Pencegahan dan Deteksi Dini
Mengurangi faktor risiko adalah cara paling efektif untuk mencegah perkembangan penyakit kerongkongan kronis dan keganasan.
Pencegahan GERD Kronis
Prinsip pencegahan utama berpusat pada pemeliharaan berat badan ideal dan penghindaran pemicu diet dan gaya hidup yang merelaksasi LES.
Skrining untuk Esofagus Barrett
Tidak semua pasien GERD memerlukan skrining. Skrining endoskopik direkomendasikan pada pasien dengan faktor risiko tinggi (setidaknya 3 faktor berikut):
- GERD kronis (>5–10 tahun) yang sering terjadi.
- Usia > 50 tahun.
- Ras Kaukasia (risiko lebih tinggi).
- Obesitas abdominal (lingkar pinggang besar).
- Riwayat keluarga Esofagus Barrett atau Adenokarsinoma Esofagus.
Deteksi Dini Kanker
Kesadaran akan ‘tanda bahaya’ atau gejala alarm sangat penting:
- Disfagia (kesulitan menelan yang baru atau progresif).
- Penurunan berat badan yang tidak disengaja.
- Anemia defisiensi besi (mungkin akibat perdarahan kecil yang tidak disadari).
- Perdarahan saluran cerna.
- Muntah yang persisten.
Pasien yang melaporkan gejala alarm ini harus segera menjalani endoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan.
Aspek Psikososial dan Kualitas Hidup
Penyakit kerongkongan kronis, terutama GERD atipikal dan gangguan motilitas (seperti Akalasia), dapat memengaruhi kualitas hidup secara signifikan. Nyeri dada non-kardiak, misalnya, sering menyebabkan kecemasan dan kunjungan berulang ke ruang gawat darurat.
Dukungan psikologis dan manajemen stres terbukti membantu dalam mengurangi persepsi nyeri dan gejala refluks fungsional yang terkait dengan hipersensitivitas esofagus.
Inovasi Terkini dalam Pengobatan
Bidang pengobatan esofagus terus berkembang dengan fokus pada terapi invasif minimal:
- POEM (Peroral Endoscopic Myotomy): Revolusioner dalam pengobatan Akalasia, menawarkan pemulihan cepat dibandingkan miotomi bedah.
- Terapi Ablasi Endoskopik: Termasuk Ablasi Radiofrekuensi (RFA) dan Krioterapi (pembekuan) untuk menghilangkan jaringan Barrett displastik dengan akurasi tinggi.
- GERD Endoskopik Tanpa Sayatan: Prosedur seperti TIF (Transoral Incisionless Fundoplication) dan penggunaan perangkat Stretta yang menggunakan energi frekuensi radio untuk mengencangkan LES, menawarkan alternatif bagi pasien yang tidak ingin menjalani operasi besar.