Mengenal Penyakit Kerongkongan: Patologi, Diagnosis, dan Tatalaksana Komprehensif

Pengantar Anatomi dan Fungsi Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan, atau esofagus, adalah organ tubular berotot yang menghubungkan faring (tenggorokan) dengan lambung. Fungsi utamanya adalah sebagai jalur transit makanan dan cairan melalui proses yang disebut peristalsis. Panjang rata-rata kerongkongan dewasa berkisar antara 25 hingga 30 sentimeter. Organ ini memiliki struktur lapisan yang kompleks dan dua sfingter (otot cincin) yang sangat penting dalam mencegah aliran balik isi lambung.

Struktur Lapisan Dinding Kerongkongan

Dinding esofagus terdiri dari empat lapisan utama yang bekerja secara sinergis untuk memfasilitasi pergerakan makanan dan melindungi lapisan internal:

  1. Mukosa (Lapisan Terdalam): Terdiri dari epitel skuamosa berlapis yang sangat resisten terhadap abrasi makanan yang ditelan. Lapisan ini adalah yang pertama mengalami kerusakan akibat paparan asam lambung.
  2. Submukosa: Lapisan jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar lendir (untuk pelumasan).
  3. Muskularis Propria: Lapisan otot tebal yang bertanggung jawab atas gerakan peristaltik. Pada bagian atas kerongkongan, otot ini sebagian besar adalah otot rangka (volunter), sedangkan di bagian bawah, ototnya adalah otot polos (involunter).
  4. Adventitia (Lapisan Terluar): Lapisan jaringan ikat yang menghubungkan esofagus dengan struktur di sekitarnya di mediastinum.

Peran Sfingter Esofagus

Terdapat dua sfingter kritis:

Anatomi Esofagus dan Lambung Kerongkongan (Esofagus) LES (Sfingter Bawah) Lambung

Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD)

GERD adalah kondisi kronis yang paling umum melibatkan kerongkongan, ditandai dengan aliran balik isi lambung—termasuk asam klorida dan enzim pencernaan—ke esofagus. Paparan berulang ini menyebabkan iritasi dan peradangan pada lapisan mukosa, yang dirancang untuk lingkungan netral, bukan asam kuat.

Etiologi dan Mekanisme Patofisiologi GERD

Penyebab utama GERD adalah kegagalan fungsi LES. Kegagalan ini dapat bermanifestasi dalam beberapa cara:

  1. Relaksasi Sementara LES (TLESRs): Ini adalah mekanisme paling sering. LES rileks secara spontan, tidak terkait dengan proses menelan, memungkinkan refluks terjadi.
  2. Hipotensi LES (Tekanan Rendah): LES yang secara struktural lemah tidak dapat mempertahankan tekanan yang cukup untuk menahan isi lambung.
  3. Hernia Hiatus: Kondisi di mana sebagian kecil lambung menonjol melalui diafragma ke rongga dada. Ini mengganggu mekanisme penutupan alami LES dan mengurangi kemampuan pembersihan asam oleh kerongkongan.

Faktor risiko lain meliputi obesitas (meningkatkan tekanan intra-abdomen), merokok, konsumsi alkohol, kehamilan, dan pola makan tinggi lemak atau asam.

Spektrum Gejala GERD

Gejala GERD dibagi menjadi manifestasi tipikal (esofageal) dan manifestasi atipikal (ekstra-esofageal):

Gejala Esofageal (Tipikal)

Gejala Ekstra-Esofageal (Atipikal)

Ini terjadi ketika asam mencapai saluran pernapasan atau laring:

Tatalaksana GERD: Pendekatan Bertingkat

Pengobatan GERD bertujuan mengurangi paparan asam dan memperbaiki gejala. Tatalaksana terbagi menjadi modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis, dan intervensi bedah.

1. Modifikasi Gaya Hidup dan Diet

Ini adalah fondasi manajemen GERD dan harus selalu dilakukan, bahkan saat menggunakan obat-obatan.

2. Terapi Farmakologis

Obat-obatan digunakan untuk menetralkan asam atau mengurangi produksi asam.

Penghambat Pompa Proton (PPIs): Obat paling efektif untuk GERD erosif dan non-erosif. PPI bekerja dengan memblokir langkah akhir produksi asam di sel parietal lambung. Contoh: Omeprazole, Lansoprazole, Esomeprazole, Pantoprazole. Penggunaannya harus diawasi ketat, terutama untuk dosis tinggi jangka panjang, karena ada kekhawatiran terkait risiko infeksi usus (C. difficile) dan malabsorpsi nutrisi.

Antagonis Reseptor H2 (H2RAs): Contoh: Ranitidine (sebelum ditarik), Famotidine. Bekerja lebih cepat tetapi kurang kuat dibandingkan PPI dan sering digunakan untuk GERD ringan atau sebagai terapi malam hari tambahan untuk PPI.

Antasida dan Alginat: Digunakan untuk meredakan gejala akut. Antasida menetralkan asam yang sudah ada, sementara alginat (misalnya Gaviscon) membentuk lapisan pelindung (raft) di atas isi lambung untuk mencegah refluks. Penggunaannya terbatas pada manajemen gejala jangka pendek.

3. Intervensi Bedah dan Endoskopik

Pembedahan dipertimbangkan jika terapi medis gagal, pasien intoleran terhadap obat, atau jika terjadi komplikasi berat (misalnya hernia hiatus besar).

Fundoplikasi Nissen: Prosedur bedah standar yang melibatkan pembungkusan bagian atas lambung (fundus) di sekitar LES untuk memperkuat tekanan sfingter. Ini dapat dilakukan secara laparoskopi.

Fundoplikasi Parsial (Toupet atau Dor): Pembungkusan hanya 180 atau 270 derajat, biasanya direkomendasikan pada pasien dengan gangguan motilitas ringan, karena memiliki risiko disfagia pasca-operasi yang lebih rendah.

Esofagitis: Peradangan Mukosa Kerongkongan

Esofagitis adalah peradangan yang menyebabkan nyeri, sulit menelan, dan seringkali merupakan komplikasi dari GERD yang tidak diobati. Namun, terdapat banyak jenis esofagitis lain yang memiliki etiologi berbeda.

1. Esofagitis Refluks

Ini adalah bentuk paling umum, disebabkan oleh paparan asam lambung berulang. Tingkat keparahan kerusakan dapat diklasifikasikan menggunakan Sistem Los Angeles, mulai dari Grade A (lesi kecil) hingga Grade D (ulserasi luas dan melibatkan 75% lingkar esofagus).

2. Esofagitis Eosinofilik (EoE)

EoE adalah kondisi alergi-imunologis kronis yang ditandai dengan infiltrasi sejumlah besar eosinofil (jenis sel darah putih) ke dalam mukosa esofagus. Kondisi ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda, seringkali terkait dengan alergi makanan dan lingkungan.

3. Esofagitis Infeksi

Biasanya terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu (misalnya, pasien HIV/AIDS, penerima transplantasi, atau yang menjalani kemoterapi).

4. Esofagitis Akibat Obat dan Kimiawi

Disebabkan oleh obat-obatan yang tersangkut di kerongkongan, melepaskan zat korosif secara lokal. Obat-obatan yang paling sering menyebabkan ini termasuk beberapa antibiotik (Doksisiklin), Bifosfonat (untuk osteoporosis), dan pil kalium. Konsumsi obat tanpa cukup air, terutama sebelum tidur, meningkatkan risiko ini. Peradangan Esofagus (Esofagitis) Kerusakan Mukosa dan Peradangan Dinding Esofagus

Gangguan Motilitas Kerongkongan

Motilitas adalah kemampuan kerongkongan untuk berkontraksi (peristalsis) dan mendorong makanan ke bawah. Gangguan motilitas terjadi ketika otot-otot esofagus gagal berkontraksi secara terkoordinasi atau sfingter gagal rileks.

Akalasia

Akalasia adalah gangguan motilitas primer yang jarang tetapi serius, ditandai oleh dua fitur utama:

  1. Kegagalan LES untuk rileks sepenuhnya saat menelan.
  2. Tidak adanya atau sangat lemahnya peristalsis (kontraksi pendorong) di esofagus bagian bawah.

Patogenesis: Akalasia disebabkan oleh kerusakan pada pleksus saraf Auerbach di dinding esofagus, yang mengatur gerakan otot. Hal ini mengakibatkan kegagalan neurotransmitter penghambat (seperti nitrat oksida) untuk berfungsi, menyebabkan LES berkontraksi secara permanen.

Gejala Khas: Disfagia (untuk makanan padat maupun cairan), regurgitasi makanan yang tidak tercerna (terutama di malam hari), dan nyeri dada. Seiring waktu, kerongkongan dapat melebar secara masif (megaesofagus).

Diagnosis: Manometri Esofagus (standar emas) menunjukkan tekanan LES yang tinggi dan aperistalsis. Foto Barium Telan menunjukkan tampilan khas "paruh burung" (bird’s beak) pada ujung distal esofagus.

Tatalaksana Akalasia

Pengobatan bersifat paliatif, bertujuan mengurangi tekanan LES.

Gangguan Motilitas Lain

Spasme Esofagus Difus (DES): Ditandai oleh kontraksi otot esofagus yang simultan, kuat, dan tidak terkoordinasi. Gejala utamanya adalah nyeri dada yang sangat mirip dengan angina (nyeri jantung). Manometri menunjukkan pola kontraksi simultan dan intermiten. Pengobatan melibatkan relaksan otot (nitrat, penghambat kanal kalsium).

Esofagus Kacang Pecah (Nutcracker Esophagus): Kontraksi peristaltik normal tetapi tekanannya sangat tinggi. Ini juga sering bermanifestasi sebagai nyeri dada non-kardiak.

Komplikasi Jangka Panjang dan Kondisi Premaligna

GERD dan esofagitis kronis yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan struktural permanen pada kerongkongan, meningkatkan risiko kanker.

Esofagus Barrett

Esofagus Barrett adalah kondisi premaligna di mana epitel skuamosa normal di esofagus bawah digantikan oleh epitel kolumnar metaplastik (metaplasia usus). Perubahan ini merupakan mekanisme perlindungan tubuh terhadap asam, tetapi metaplasia adalah langkah awal menuju kanker.

Striktur Esofagus Peptik

Striktur adalah penyempitan permanen lumen esofagus yang disebabkan oleh jaringan parut (fibrosis) akibat ulserasi kronis dan penyembuhan. Gejala utamanya adalah disfagia progresif, pertama untuk makanan padat, lalu untuk makanan lunak.

Tatalaksana: Prosedur dilatasi endoskopik menggunakan balon atau bougie (alat tumpul) untuk melebarkan area yang menyempit. Seringkali perlu dilakukan berulang kali dan disertai terapi PPI intensif.

Kanker Kerongkongan (Karsinoma Esofagus)

Kanker esofagus adalah salah satu kanker saluran cerna yang paling agresif. Insiden dan jenis dominan bervariasi secara geografis dan historis.

Jenis Histologis Utama

  1. Karsinoma Sel Skuamosa (SCC): Jenis dominan secara global. Terkait erat dengan merokok, konsumsi alkohol berat, dan kekurangan gizi. Umumnya terjadi di esofagus bagian tengah dan atas.
  2. Adenokarsinoma (AC): Jenis yang paling cepat meningkat insidennya di negara-negara Barat. Sangat erat kaitannya dengan GERD kronis dan Esofagus Barrett, dan biasanya terletak di esofagus distal (bawah).

Gejala dan Diagnosis Kanker Esofagus

Kanker esofagus seringkali asimtomatik pada stadium awal. Gejala muncul ketika tumor telah menyebabkan penyempitan yang signifikan atau metastasis:

Diagnosis: Endoskopi dengan biopsi adalah wajib. Staging (penentuan penyebaran) dilakukan melalui CT scan dada/perut, PET scan, dan USG Endoskopik (EUS) untuk menilai kedalaman tumor dan keterlibatan kelenjar getah bening.

Prinsip Tatalaksana Kanker Esofagus

Pengobatan sangat bergantung pada stadium penyakit, lokasi tumor, dan status kesehatan pasien.

Kanker Lokal Lanjut (Stadium II dan III)

Standar pengobatan adalah pendekatan multimodal:

Kanker Stadium Awal (In situ)

Dapat diobati secara endoskopik menggunakan EMR atau Diseksi Submukosa Endoskopik (ESD), yang menawarkan tingkat penyembuhan tinggi tanpa perlu operasi besar.

Kanker Metastasis (Stadium IV)

Pengobatan bersifat paliatif, berfokus pada perbaikan kualitas hidup dan manajemen disfagia. Ini termasuk kemoterapi sistemik dan pemasangan stent esofagus untuk mempertahankan patensi saluran makan.

Prosedur Diagnostik Utama Penyakit Kerongkongan

Evaluasi menyeluruh terhadap keluhan esofageal memerlukan kombinasi pencitraan, endoskopi, dan tes fungsional.

1. Endoskopi Saluran Cerna Atas (EGD)

EGD adalah prosedur kunci, memungkinkan visualisasi langsung mukosa esofagus, lambung, dan duodenum. Ini digunakan untuk:

2. Manometri Esofagus

Tes fungsional standar emas untuk mengevaluasi motilitas. Sebuah kateter sensor tekanan dilewatkan melalui hidung ke kerongkongan untuk mengukur tekanan LES dan koordinasi peristaltik saat menelan. Manometri sangat penting untuk mendiagnosis Akalasia, DES, dan kondisi motilitas lainnya.

3. Pemantauan pH Esofagus 24 Jam (pH Metri)

Tes ini secara langsung mengukur frekuensi dan durasi paparan asam lambung di kerongkongan. Probe sensor asam kecil ditempatkan di atas LES selama 24 jam. Ini adalah standar emas untuk mendiagnosis GERD yang meragukan atau GERD yang tidak responsif terhadap PPI.

4. Impedansi-pH Monitoring

Ini adalah versi yang lebih canggih, yang tidak hanya mendeteksi refluks asam (pH rendah), tetapi juga mendeteksi refluks non-asam (seperti gas atau cairan netral). Sangat penting untuk pasien yang mengalami gejala meskipun sudah menggunakan PPI (refluks non-asam).

5. Barium Swallow (Tes Menelan Barium)

Pasien menelan cairan kontras barium, dan serangkaian sinar-X diambil. Meskipun digantikan oleh endoskopi untuk diagnosis mukosa, tes ini sangat baik untuk:

Pengelolaan Penyakit Kerongkongan Kronis

Manajemen penyakit kerongkongan kronis seringkali memerlukan perubahan gaya hidup seumur hidup dan kepatuhan terhadap terapi.

Strategi Jangka Panjang untuk GERD

Banyak pasien GERD memerlukan terapi PPI jangka panjang. Dokter harus secara teratur menilai kembali perlunya PPI dan mencoba dosis efektif terendah. Jika terjadi relaps cepat setelah penghentian PPI, status diagnostik (misalnya, adanya Esofagus Barrett) harus dieksplorasi.

Potensi Risiko PPI Jangka Panjang

Meskipun PPI umumnya aman, penggunaan kronis telah dikaitkan dengan beberapa perhatian, yang memerlukan konsultasi dokter:

Manajemen Akalasia dan Komplikasi Motilitas

Setelah pengobatan definitif (POEM atau Miotomi Heller), pasien Akalasia memerlukan pemantauan rutin untuk memastikan tidak adanya refluks (yang dapat menjadi komplikasi sekunder setelah LES dilemahkan) dan untuk skrining kanker (walaupun risiko karsinoma skuamosa meningkat, surveilans endoskopik rutin sering kali direkomendasikan).

Peran Diet dalam Pengurangan Gejala Esofageal

Bukan hanya menghindari pemicu umum, tetapi modifikasi diet lebih lanjut dapat membantu:

Divertikula Esofagus dan Penyakit Langka Lainnya

Divertikula adalah kantong abnormal yang menonjol keluar dari dinding esofagus. Mereka disebabkan oleh peningkatan tekanan internal (pulsion) atau tarikan luar (traksi).

Diverticulum Zenker (Farringoesofageal)

Jenis divertikula yang paling umum, terletak di faring posterior, tepat di atas sfingter esofagus atas (UES). Ini adalah divertikula pulsion yang disebabkan oleh inkoordinasi antara tekanan menelan dan relaksasi UES.

Diverticulum Esofagus Bagian Tengah (Mid-esophageal)

Biasanya divertikula traksi yang disebabkan oleh peradangan atau jaringan parut dari infeksi kelenjar getah bening di mediastinum. Umumnya asimtomatik.

Diverticulum Epifrenik

Terletak di atas LES, sering terkait dengan gangguan motilitas seperti akalasia atau spasme esofagus difus. Jika menimbulkan gejala, memerlukan operasi untuk menghilangkan kantong dan mengatasi gangguan motilitas primer (misalnya, miotomi).

Pengaruh Kondisi Sistemik pada Kerongkongan

Beberapa penyakit autoimun dan sistemik dapat memengaruhi motilitas dan struktur kerongkongan.

Skleroderma (Sklerosis Sistemik)

Skleroderma menyebabkan fibrosis dan penggantian otot polos dengan jaringan ikat, terutama di esofagus distal. Hal ini mengakibatkan LES yang sangat lemah (hipotensif) dan tidak adanya peristalsis di esofagus bawah.

Penyakit Graft-versus-Host (GVHD)

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), GVHD kronis dapat menargetkan esofagus, menyebabkan fibrosis parah, striktur, dan disfagia berat. Perawatan sering melibatkan steroid sistemik dan pelebaran endoskopik.

Diabetes Melitus

Neuropati otonom akibat diabetes dapat menyebabkan dismotilitas esofagus (esofagopati diabetik), mengakibatkan peristalsis yang lemah dan potensi gejala refluks atau sulit menelan.

Isu Khusus: Kerongkongan pada Populasi Anak

Meskipun GERD sering terjadi pada bayi (refluks fisiologis), GERD patologis, EoE, dan kelainan bawaan memerlukan perhatian khusus.

Atresia Esofagus dan Fistula Trakeoesofageal

Ini adalah kelainan kongenital serius di mana esofagus gagal berkembang sepenuhnya (atresia) atau memiliki koneksi abnormal ke trakea (fistula). Membutuhkan perbaikan bedah darurat pada masa neonatus dan pemantauan komplikasi jangka panjang seperti striktur atau dismotilitas.

Penanganan EoE pada Anak

Pada anak-anak, EoE sering bermanifestasi sebagai penolakan makan, muntah, atau kegagalan tumbuh kembang. Pengobatan lini pertama seringkali adalah diet eliminasi empiris 6-makanan (menghilangkan susu, telur, gandum, kedelai, kacang-kacangan, dan ikan/kerang) atau penggunaan kortikosteroid oral yang ditelan.

Strategi Pencegahan dan Deteksi Dini

Mengurangi faktor risiko adalah cara paling efektif untuk mencegah perkembangan penyakit kerongkongan kronis dan keganasan.

Pencegahan GERD Kronis

Prinsip pencegahan utama berpusat pada pemeliharaan berat badan ideal dan penghindaran pemicu diet dan gaya hidup yang merelaksasi LES.

Skrining untuk Esofagus Barrett

Tidak semua pasien GERD memerlukan skrining. Skrining endoskopik direkomendasikan pada pasien dengan faktor risiko tinggi (setidaknya 3 faktor berikut):

  1. GERD kronis (>5–10 tahun) yang sering terjadi.
  2. Usia > 50 tahun.
  3. Ras Kaukasia (risiko lebih tinggi).
  4. Obesitas abdominal (lingkar pinggang besar).
  5. Riwayat keluarga Esofagus Barrett atau Adenokarsinoma Esofagus.

Deteksi Dini Kanker

Kesadaran akan ‘tanda bahaya’ atau gejala alarm sangat penting:

Pasien yang melaporkan gejala alarm ini harus segera menjalani endoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan.

Aspek Psikososial dan Kualitas Hidup

Penyakit kerongkongan kronis, terutama GERD atipikal dan gangguan motilitas (seperti Akalasia), dapat memengaruhi kualitas hidup secara signifikan. Nyeri dada non-kardiak, misalnya, sering menyebabkan kecemasan dan kunjungan berulang ke ruang gawat darurat.

Dukungan psikologis dan manajemen stres terbukti membantu dalam mengurangi persepsi nyeri dan gejala refluks fungsional yang terkait dengan hipersensitivitas esofagus.

Inovasi Terkini dalam Pengobatan

Bidang pengobatan esofagus terus berkembang dengan fokus pada terapi invasif minimal:

Peringatan Kesehatan: Informasi yang disajikan dalam artikel ini ditujukan untuk tujuan edukasi dan bukan pengganti diagnosis, pemeriksaan, atau perawatan medis profesional. Selalu konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan berlisensi mengenai kondisi kesehatan spesifik Anda.
🏠 Homepage